Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Seorang anak laki-laki di mulutnya terlihat noda cokelat.
ilustrasi anak kecil makan cokelat (unsplash.com/Wilfried Santer)

Intinya sih...

  • Seorang bocah 3 tahun memakan Neisseria gonorrhoeae, bakteri penyebab gonore, dari cawan lab milik ibunya.

  • Sang ibu segera membawa anaknya ke dokter. Selama enam hari pertama, hasil usapan tenggoroknya masih negatif. Namun, pada hari ke-8, tes menunjukkan hasil positif mengandung bakteri tersebut.

  • Pengobatan dengan antibiotik dan probenesid memberikan kesembuhan cepat pada bocah tersebut.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Suatu siang di San Antonio, Texas, Amerika Serikat, seorang ibu yang bekerja sebagai teknisi laboratorium mikrobiologi baru saja selesai mengumpulkan sampel dari beberapa klinik dokter. Di mobilnya terdapat sejumlah cawan berisi kultur bakteri yang akan dibawa kembali ke laboratorium.

Ia membawa serta anak laki-lakinya yang baru berusia 3 tahun, karena hari itu tidak ada yang bisa menjaganya di rumah. Setelah mengunjungi beberapa lokasi, ia sempat berhenti di toko untuk berbelanja kebutuhan harian. Setibanya di rumah, sang ibu meninggalkan anaknya sebentar di dalam mobil yang terparkir, sementara ia membawa belanjaan masuk ke dalam.

Beberapa menit kemudian, pemandangan yang menunggunya di mobil membuatnya panik. Anaknya sudah berpindah ke kursi belakang, tempat cawan-cawan laboratorium disimpan, dan tampak telah memakan sebagian besar isi salah satunya.

Cawan tersebut berisi “chocolate agar”, media berwarna cokelat yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri. Meski namanya “chocolate,” media ini sama sekali tidak mengandung cokelat. Warnanya berasal dari sel darah merah yang telah dipecah. Namun bagi bocah kecil yang penasaran, tampilannya tampak cukup menggoda untuk dicicipi.

Diagnosis yang mengejutkan

Sang ibu segera membawa anaknya ke dokter keluarga. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sisa isi cawan tersebut mengandung Neisseria gonorrhoeae, bakteri penyebab penyakit gonore.

Dokter memutuskan untuk memantau kondisi anak itu secara ketat, terutama kemungkinan infeksi di tenggorokan. Selama enam hari pertama, hasil usapan tenggoroknya masih negatif. Namun, pada hari ke-8, tes menunjukkan hasil positif mengandung bakteri tersebut.

Laporan medis tidak menyebutkan apakah anak itu mengalami gejala, tetapi infeksi gonore pada mulut dan tenggorokan sering kali tanpa keluhan. Jika muncul, gejalanya bisa berupa pembengkakan kelenjar getah bening, tenggorokan merah, atau rasa nyeri saat menelan. Jika tidak diobati, gonore dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti infeksi aliran darah dan gangguan sistem imun.

Kabar baiknya, mengikuti pedoman pada masa itu (FYI, ini merupakan laporan kasus yang diterbitkan pada tahun 1984), dokter memberikan suntikan antibiotik procaine penicillin G. (Kini, antibiotik tersebut tidak lagi direkomendasikan karena banyak strain N. gonorrhoeae telah resisten/kebal.)

Selain itu, anak tersebut juga diberi probenesid yang dicampur dalam es krim untuk memudahkan konsumsi. Obat ini berfungsi memperpanjang kerja antibiotik dengan memperlambat pembuangannya dari tubuh.

Kabar baik, pengobatan tersebut memberikan kesembuhan cepat, dan tes lanjutan menunjukkan anak itu sudah bebas dari bakteri.

Pesan pentingnya: gonore tidak selalu menular lewat kontak seksual

ilustrasi bakteri Neisseria gonorrhoeae, penyebab gonore (flickr.com/NIAID)

Gonore umumnya menular melalui kontak seksual, karena bakteri ini hidup dalam cairan tubuh seperti semen atau cairan vagina. Itu sebabnya, temuan infeksi gonore pada anak sering kali menimbulkan kekhawatiran akan adanya kekerasan seksual. Namun, kasus ini sangat berbeda, yang mana infeksi terjadi bukan karena kontak fisik, melainkan karena paparan langsung terhadap kultur bakteri dari laboratorium.

Kasus semacam ini terbilang langka, terutama pada anak-anak yang seharusnya tidak berada di lingkungan dengan risiko paparan mikroorganisme patogen.

Sebelumnya, infeksi akibat paparan laboratorium memang pernah dilaporkan, misalnya seorang teknisi yang terinfeksi gonore di matanya saat bereksperimen dengan bakteri tersebut.

Lebih dari sekadar kisah medis yang unik, kasus ini menjadi pengingat pentingnya protokol keselamatan di laboratorium, dan betapa berbahayanya meninggalkan anak tanpa pengawasan, meski hanya untuk beberapa menit.

Referensi

“Nonsexual Transmission of Gonorrhea to a Child,” New England Journal of Medicine 311, no. 7 (August 16, 1984): 470, https://doi.org/10.1056/nejm198408163110716.

Editorial Team