Banjir besar yang melanda wilayah seperti Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat bukan hanya menyisakan genangan, tetapi juga lapisan lumpur tebal yang mengendap di jalan, rumah, lahan pertanian, dan lainnya.
Bagi warga yang terdampak, lumpur ini menjadi bagian dari rutinitas harian pascabenca: dibersihkan, diinjak, bahkan tertiup angin saat kering, atau bertambah banyak akibat hujan atau banjir susulan. Di balik teksturnya, lumpur menyimpan mikroba yang kompleks—termasuk bakteri Gram-negatif yang menghasilkan endotoksin.
Endotoksin adalah fragmen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri Gram-negatif yang terlepas saat bakteri mati atau terurai—misalnya setelah banjir merendam tanah dan sampah organik. Ketika partikel kecil dari lumpur menjadi aerosol atau terhirup bersama debu, endotoksin bisa memasuki saluran pernapasan dan memicu respons inflamasi tubuh. Ini bukan infeksi aktif, tetapi aktivasi sistem imun yang membuat tubuh bereaksi seolah menghadapi ancaman.
Dalam studi tentang lingkungan pascabanjir di New Orleans, Amerika Serikat, para ilmuwan menemukan bahwa rumah dan permukaan yang terendam banjir masih menyimpan endotoksin dan mikroba lain bahkan bertahun-tahun setelah peristiwa banjir. Ini memberi gambaran bahwa paparan terhadap komponen bakteri ini bisa berulang ketika lumpur kering dan menjadi debu yang terhirup.
