Semua pihak memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan gangguan penglihatan. Pemerintah sudah menyiapkan regulasi dan sistem, mulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sampai sistem rujukan di pengampuan.
"Pemerintah tidak mungkin sendiri. Kita punya 280 juta masyarakat yang harus ditangani. Terlebih yang sudah kita sampaikan bahwa 44 persen anak sekolah mengalami gangguan refraksi. Ini harus ditanggulangi bersama. Aksi ini adalah peran penting bagi kita semua dan semuanya punya kontribusi yang sama dalam upaya penglihatan," kata dr. Prihandriyo.
Melalui Vision Center, Kemenkes akan melakukan penetapan apakah pasien yang mengalami masalah penglihatan itu akan mendapatkan kacamata gratis. Kader dan dinas kesehatan akan memverifikasi status sosial dari masyarakat.
"Jadi memang program awal kita pro pada rakyat yang kurang mampu terlebih dahulu, nanti kita lihat apakah sektor swasta akan banyak terlibat. Ini kita akan membuatkan suatu mekanismenya lagi untuk pemerintahan," jelasnya lebih dalam.
Bukan hanya gangguan refraksi saja, masalah penglihatan lainnya seperti operasi katarak juga akan melibatkan kader untuk mendampingi pasien, termasuk setelah melakukan operasi.
Kemungkinan ke depannya pemeriksaan ini akan merambah posyandu untuk skrining kesehatan mata anak usia di bawah 5 tahun, yang mungkin mengalami masalah karena genetik. Kemenkes akan melakukan pembekalan terhadap kader guna meningkatkan kompetensi mereka.
Para kader hanya akan mendeteksi. Tahap selanjutnya dilakukan pemeriksaan oleh profesional pada fasilitas kesehatan untuk menegakkan diagnosis, apakah pasien tersebut memiliki gangguan atau perlu mendapat rujukan ke rumah sakit.