Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
SPPG menyiapkan paket makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG)
SPPG menyiapkan paket makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • Kasus keracunan makanan MBG di Indonesia terus bertambah, menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak.

  • Ahli mikrobiologi menyebut fenomena ini sebagai outbreak, anak-anak rentan terkena keracunan karena sistem imun masih dalam tahap perkembangan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kasus keracunan makanan pada peserta program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah di Indonesia menjadi sorotan. Jumlah pelajar yang terdampak terus bertambah sehingga menimbulkan banyak kekhawatiran dari berbagai pihak, mulai dari orang tua hingga para ahli.

Salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah hasil lab yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi.

Dalam pemeriksaan, ditemukan jamur Coccidioides immitis pada semangka, bakteri Enterobacter cloacae pada tempe orek, serta bakteri Macrococcus caseolyticus pada telur dadar. Dinkes menilai, buruknya praktik higiene selama proses distribusi, khususnya pada fase holding time atau waktu tunggu makanan sebelum dikonsumsi, menjadi pemicu utama berulangnya insiden keracunan ini.

Spesialis mikrobiologi klinik, Dr. dr. Agung Dwi Wahyu Widodo, M.Si., M.Ked.Klin., Sp.MK(K). SMF, menegaskan bahwa fenomena ini tidak bisa dianggap sebagai insiden biasa.

"Kalau diare massal seperti ini, itu outbreak, bukan tidak terbiasa. Kalau tidak biasa itu satu sampai dua orang, tapi kalau sudah banyak begini ya outbreak," tegasnya kepada IDN Times pada Kamis (25/9/2025).

Menurutnya, anak-anak memang lebih rentan mengalami gangguan kesehatan akibat keracunan. Sistem imun mereka masih dalam tahap perkembangan dan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari status gizi, kondisi kesehatan, hingga pola hidup sehari-hari.

"Banyak variabel terkait kekebalan tubuh," katanya.

Meski demikian, ia menilai argumen yang menyebut keracunan terjadi karena anak tidak terbiasa dengan makanan MBG kurang tepat. Pasalnya, menu yang disajikan justru merupakan makanan sehari-hari yang familier bagi sebagian besar anak Indonesia.

Menurut Dr. Agung, perlu adanya evaluasi dan investigasi yang menyeluruh terkait kasus keracunan MBG yang makin bertambah.

Editorial Team