Para peneliti memiliki beberapa penjelasan mengapa kiper hidup lebih lama. Dibanding pemain lain, penjaga gawang memiliki program latihan dan pola aktivitas fisik yang berbeda. Sementara pemain lapangan bisa berlari 10–12 km selama 90 menit, kiper hanya 4–6 km.
"Penjaga gawang menghabiskan 75 persen waktu pertandingan dengan gerakan intensitas rendah," tulis para peneliti.
Aktivitas fisik yang dilakukan pemain lapangan bisa mencapai ambang batas anaerobik (80–90 persen detak jantung maksimum). Selain itu, latihan kiper dicatat "lebih santai dan berfokus ke latihan gimnastik dan ketahanan, dibanding pemain lainnya dengan latihan yang lebih keras dan menantang.
Meski begitu, intensitas latihan kiper memang proporsional untuk menjaga kesehatan kardiovaskular. Mengutip studi terdahulu, latihan yang dijalani oleh pemain non-kiper mengharuskan mereka untuk bergerak secara eksplosif, dan ternyata, hal ini justru meningkatkan risiko aritmia dan kematian jantung mendadak (SCD).
"Sebutan berbeda digunakan untuk menjelaskan penyebab kematian, termasuk SCD, henti jantung, atau kolaps di tengah pertandingan, sering kali tak disertai informasi menkanisme atau penyakit yang jadi biang kerok kejadian tersebut," para peneliti memaparkan.
Sebelum melakukan penelitian ini, pemimpin penelitian tersebut, Witold Śmigielski, sempat mengadakan analisis terpisah. Bertajuk "Football players died during their sports career", Śmigielski meneliti para atlet sepak bola yang wafat pada tahun 1976–2019. Hasilnya, mayoritas kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.
"Proporsi kematian tertinggi karena penyakit kardiovaskular tercatat antara bek dan terendah di antara penjaga gawang," tulis Śmigielski.
Melibatkan hampir 400 atlet sepak bola, tercatat 14 kematian yang terjadi saat bertanding atau berlatih. Dari angka tersebut, 6 kematian disebabkan oleh henti jantung, dan tak ada kiper di daftar tersebut.
Meski begitu, Śmigielski mencatat kiper memiliki angka kasus kanker tertinggi. Salah satunya adalah Lev Yashin, penjaga gawang Uni Soviet dan satu-satunya kiper pemenang Ballon D'Or yang wafat pada usia 60 tahun akibat kanker perut.
Selain penyebab internal, cedera kepala hingga ensefalopati traumatik kronis (CTE) juga menjadi penyebab utama. CTE bisa meningkatkan risiko kematian dini, terutama karena demensia. Saat pemain lain harus adu kepala saat menyundul, kiper jarang harus beradu kepala dengan musuh (kecuali Petr Cech yang malah adu kepala dengan tiang gawang).