Para partisipan kemudian diberikan suplemen probiotik dari bakteri:
- Lactobacillus salivarius.
- Lactobacillus reuteri.
- Streptococcus salivarius.
- Weissella cibaria.
Untuk meneliti bau mulut, para peneliti mengambil data volatile sulfuric compounds (VSCs), campuran sulfur dan elemen lain yang terjadi saat bakteri di mulut berpadu dengan makanan dan sisa-sisa lainnya. Bukan rahasia kalau VSCs adalah salah satu penyebab utama bau mulut.
Setelah konsumsi probiotik tersebut selama 2 sampai 12 minggu, para peneliti melihat bahwa kadar VCSs berkurang signifikan. Hasil ini berarti bau mulut berkurang atau terdeteksi di level minim.
ilustrasi makanan sumber probiotik (blog.ochsner.org)
Selain VSCs, para peneliti China juga mengukur bau mulut dari berbagai bagian mulut dan lapisan putih yang ada di permukaan lidah. Akan tetapi, para peneliti tak melihat perubahan signifikan di lapisan putih lidah tersebut. Menurut mereka, penelitian ini masih terlalu kecil atau singkat untuk melihat perubahan di permukaan lidah.
Kemudian, para peneliti mencatat bahwa studi yang ditelaah dalam penelitian ini juga menggunakan berbagai metode berbeda untuk menilai perubahan bau mulut dan berbagai probiotik. Akibatnya, sulit bagi para peneliti China untuk merekomendasikan probiotik yang bisa mengobati halitosis.