Obat Antiretroviral: Terapi Pengobatan Pasien HIV/AIDS

Tidak menghilangkan, tetapi menurunkan jumlah virusnya

Sebagaimana kita tahu, belum ada obat yang secara efektif mampu menyembuhkan pasien dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Namun, ada obat yang bisa membantu mengendalikan HIV dan mencegahnya menimbulkan komplikasi. Salah satunya dengan terapi menggunakan obat Antiretroviral (ARV).

Publikasi penelitian pada Jurnal Penyakit Dalam Indonesia dari Universitas Indonesia menyebutkan bahwa terapi antiretroviral merupakan terapi terbaik bagi pasien yang terinfeksi HIV, setidaknya hingga saat ini. ARV bekerja dengan menekan jumlah virus sehingga meningkatkan imun pasien, bagaimana lengkapnya?

Apa itu obat Antiretroviral (ARV)?

Obat Antiretroviral: Terapi Pengobatan Pasien HIV/AIDSilustrasi obat (unsplash.com/pawel czerwinski)

Obat antiretroviral atau ARV adalah salah satu rekomendasi pengobatan bagi seseorang yang terinfeksi HIV. Obat HIV ini membantu mengurangi jumlah virus dalam tubuh, melawan infeksi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penyintas. Pengobatan rutin ARV juga dapat mengurangi gejala dan menurunkan risiko penularan, meski tidak menghilangkannya.

ARV umumnya terdiri dari beberapa kelas obat yang bekerja memblokir virus dengan cara berbeda. Kombinasi penggunaannya disesuaikan dengan tujuan pengobatan di antaranya untuk memperhitungkan resistensi individu pada obat, menghindari terbentuknya jenis HIV baru yang resisten terhadap obat, dan menekan jumlah virus dalam tubuh. 

Dilansir Medscape, kelas farmakologis ARV yang digunakan untuk terapi HIV yakni:

  • Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs) yang menghalangi HIV memperbanyak diri dengan mencegah enzim reverse transcriptase virus menyalin RNA menjadi DNA. Contohnya: abacavir, lamivudin, didanoisn, dan sebagainya
  • Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs) berperan menghalangi HIV memperbanyak diri dengan mematikan produksi protein yang dibutuhkan dalam pengembangbiakan virus. Contohnya: doravirine
  • Protease inhibitors (PIs) bekerja dengan menonaktifkan protein protease HIV sehingga HIV tidak mampu menggandakan diri. Contohnya: atazanavir, darunavir, indinavir, dan sebagainya
  • Fusion inhibitors (FIs) mencegah HIV melakukan fusi atau menggabungkan diri ke CD4 dan sel target lainnya. Contohnya: enfuvirtide
  • Integrase inhibitors (INSTIs) menonaktifkan protein bernama integrase dan menyebabkan HIV tidak bisa memasukkan materi genetiknya ke dalam sel T CD4. Contohnya: kombinasi obat bernama bictegravir.

Menurut National Institutes of Health, kombinasi tiga obat HIV dari dua atau lebih kelas farmakologis direkomendasikan untuk pengobatan ARV saat ini. Biasanya, pengobatan antiretroviral meliputi dua NRTI dengan INSTI, NNRTI atau PI, serta ritonavir atau cobicistat sebagai booster.

Terapi antiretroviral tidak selalu berhasil pada pengobatan pertama. Terdapat kasus yang perlu beberapa waktu untuk menemukan kombinasi obat yang tepat. Maka dari itu,  konsumsi obat rutin, pemantauan, dan tindak lanjut tepat dari penyedia layanan kesehatan sangat diperlukan guna menemukan rejimen obat antiretroviral terbaik dengan efek samping paling sedikit.

Baca Juga: 6 Fakta Penting Seputar Antiretroviral, Obat HIV Terpopuler Saat Ini

Mekanisme kerja Antiretrovial

Obat Antiretroviral: Terapi Pengobatan Pasien HIV/AIDSilustrasi obat (Pexels.com/Suzy Hazelwood)

Perlu kamu tahu, tubuh memiliki sel pembantu bernama CD4 atau juga disebut sel T. Sel ini merupakan jenis sel darah putih atau limfosit dan menjadi bagian penting sistem kekebalan tubuh. HIV bekerja dengan menghancurkan sel T. Nah, ketika HIV berhasil menghancurkan sel T, maka tubuh semakin kesulitan melawan infeksi lain bahkan penyakit ringan seperti flu sekalipun. 

Tidak hanya menghancurkan, HIV juga mampu 'memanfaatkan' sel T atau CD4 ini sebagai alat untuk memperbanyak diri. Hal ini akhirnya menyebabkan sel CD4 membengkak dan pecah. Ketika virus berhasil merusak sel CD4, maka jumlahnya akan semakin berkurang. Penurunan jumlah sel CD4 hingga di bawah 200 maka mengembangkan kondisi bernama AIDS

Terapi obat antiretroviral hadir guna mencegah pergerakan human immunodeficiency virus ini. Ia bekerja dengan menghalangi virus mereplikasi atau mempebanyak diri sehingga viral load (jumlah virus dalam darah) bisa berkurang. Dengan demikian, virus tidak dapat merusak lebih banyak CD4 dan tubuh bisa menghasilkan CD4 baru guna meningkatkan sistem kekebalan tubuh. 

Rendahnya viral load ini sangat berdampak baik bagi penyintas HIV. Pasalnya, ketika viral load tidak lagi terdeteksi, berarti jumlah virus dalam darah telah berkurang meski tidak hilang sepenuhnya. Hasilnya, pasien lebih berpotensi tidak menularkan HIV pada pasangan. Lebih lanjut, individu jadi memiliki sistem kekebalan tubuh lebih kuat bahkan untuk melawan infeksi dan kanker akibat HIV. 

Mengonsumsi obat antiretroviral sedini mungkin membantu tubuh menekan pertumbuhan jumlah virus lebih cepat. Dengan begitu, dapat mengurangi potensi penularan dan tidak membahayakan tubuh jika terinfeksi virus atau bakteri lain. Termasuk perempuan dengan HIV yang sedang mengandung guna menghindari penularan pada bayi setelah kelahiran.

Efek samping terapi antiretroviral

Obat Antiretroviral: Terapi Pengobatan Pasien HIV/AIDSilustrasi penurunan nafsu makan (Pexels.com/Mikhail Nilov)

Penggunaan obat antiretroviral dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping. Gejala yang tampak dapat berbeda pada masing-masing individu. Mulai dari efek samping ringan yang dapat segera hilang setelah tubuh terbiasa dengan obat-obatan hingga efek samping akibat interaksi dengan obat lain. Riwayat penyakit tertentu juga dapat menjadi indikasi terjadinya efek samping. 

Berikut adalah efek samping yang mungkin terjadi, seperti dilansir Healthline

  • Kehilangan nafsu makan 
  • Lipodistrofi atau penambahan lemak di bagian tubuh tertentu 
  • Diare
  • Kelelahan
  • Kadar kolesterol dan trigliserida lebih tinggi di atas batas normal
  • Perubahan suasana hati, depresi, dan kecemasan
  • Mual dan muntah
  • Ruam
  • Kesulitan tidur

Efek samping serius yang juga dapat timbul akibat terapi antiretroviral yakni:

  • Hipersensitivitas atau reaksi alergi, dengan gejala seperti demam, mual, dan muntah
    berdarah
  • Keropos tulang
  • Penyakit jantung
  • Gula darah tinggi dan diabetes
  • Asidosis laktat atau peningkatan kadar asam laktat dalam darah
  • Kerusakan ginjal, hati, atau pankreas
  • Mati rasa, terbakar, atau nyeri di tangan atau kaki karena masalah saraf

Jangan hentikan konsumsi obat bahkan ketika timbul efek samping. Jika kamu mengalami gejala di atas saat menjalani terapi antiretroviral, sebaiknya segera konsultasikan pada ahli medis. Dokter mungkin akan memberikan cara meringankan efek samping atau menyarankan pengobatan lain. 

Antiretroviral merupakan pengobatan paling direkomendasikan bagi pasien dengan HIV/AIDS. Dengan mengambil obat-obatan secara rutin, harapannya mampu menekan gejala dan meningkatkan kualitas hidup penyintas. 

Baca Juga: 6 Efek Samping Obat HIV Antiretroviral dan Tips Menanganginya

Topik:

  • Laili Zain
  • Lea Lyliana
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya