Sindrom Loeffler: Penyebab, Gejala, Diagnosis, serta Penanganannya

Gangguan ini disebabkan oleh cacing yang masuk ke paru-paru

Sindrom Loeffler atau eosinofilia pulmonar merupakan reaksi alergi yang timbul akibat cacing yang masuk ke paru-paru. Masalah ini umumnya ditemukan pada anak-anak yang sering bermain di tanah kotor.

Penyakit ini memang belum banyak dibahas di kalangan masyarakat kita. Namun mengingat Indonesia merupakan negara berkembang beriklim tropis, sindrom Loeffler tetap harus mendapatkan perhatian khusus, terutama bagi tenaga kesehatan. Terlebih lagi, tak sedikit anak kecil di Indonesia yang suka bermain di tanah yang kotor, bahkan tanpa mengenakan alas kaki.

Bagaimana bisa seekor cacing mencapai paru-paru? Jangan lewatkan penjelasannya di bagian selanjutnya, ya.

1. Penyebab

Sindrom Loeffler: Penyebab, Gejala, Diagnosis, serta Penanganannyatampilan cacing gelang (common.wikimedia.com/EMsmile)

Tidak semua cacing bisa mencapai ke paru-paru manusia. Pada sindrom Loeffler, spesies yang menjadi penyebabnya adalah cacing gelang Ascariasis sp. dan Strongyloides sp.

Menurut laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), telur cacing gelang biasanya terdapat dalam tinja manusia serta segala bahan makanan di tanah yang terkontaminasi telur cacing. Ketika tak sengaja dikonsumsi, telurnya akan menetas menjadi larva di usus halus.

Dari situ, cacing bisa menembus dinding usus dan ikut terbawa dalam darah. Ketika tiba di paru-paru, tubuh akan mengaktifkan sel imun seperti eosinofil dan makrofag untuk membunuh si cacing. Namun sayang, reaksi ini juga dapat merusak jaringan paru.

2. Tanda dan gejala

Sindrom Loeffler: Penyebab, Gejala, Diagnosis, serta Penanganannyailustrasi jaringan paru yang rusak (unsplash.com/Robina Weermeijer)

Mengacu pada Statpearls, sindrom Loeffler biasanya menimbulkan kumpulan gejala berupa batuk kering, napas mengi atau bengek, disertai demam, otot pegal atau mual. Gejala ini bisa hilang timbul secara spontan. Gejalanya ini biasanya akan sembuh dalam 2 hingga 3 minggu.

Lalu berdasarkan pemeriksaan paru, dapat terdengar suara napas bengek ataupun ronkhi, napas tambahan yang terdengar seperti suara rendah akibat adanya lendir. Pada praktiknya, sindrom Loeffler sangat sulit untuk dideteksi pasti. Sebagian penderitanya sering kali tidak menunjukkan tanda-tanda yang jelas saat diperiksa.

Baca Juga: Sindrom Aarskog: Penyebab, Gejala Diagnosis, Perawatan, Prognosis

3. Diagnosis

Sindrom Loeffler: Penyebab, Gejala, Diagnosis, serta Penanganannyailustrasi pemeriksaan tinja (unsplash.com/Diana Polekhina)

Untuk membantu menegakkan diagnosis, terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang yang dianjurkan oleh Medscape, di antaranya:

  • Tes darah lengkap yang akan didapatkan peningkatan kadar eosinofil.
  • Kadar IgE total darah yang umumnya akan mengalami peningkatan.
  • Pemeriksaan rontgen paru, yang bisa menunjukkan adanya gambaran seperti kabut putih (infiltrat) pada rongga paru.

Cara terbaik untuk mengonfirmasi diagnosis adalah dengan menemukan larva atau cacing secara langsung. Berdasarkan tulisan StatPearls di tahun 2021, larva cacing dapat ditemukan melalui tinja ataupun cairan bilas paru (bronchoalveolar lavage).

4. Tata laksana

Sindrom Loeffler: Penyebab, Gejala, Diagnosis, serta Penanganannyailustrasi pemberian obat cacing (pexels.com/pixabay)

Dalam laman Medscape yang diperbarui tahun 2022, pengobatan sindrom Loeffler biasanya tidak memerlukan rawat inap maupun pembedahan. Pasien juga tidak memiliki pantangan makanan ataupun aktivitas.

Karena sindrom ini disebabkan oleh cacing, maka pengobatan yang tepat adalah pemberian obat cacing. Obat yang diberikan bergantung pada spesies yang ditemukan serta kondisi umum pasien.

Infeksi Ascaris sp. dapat diobati dengan mebendazol atau albendazol, sedangkan infeksi Strongyloides sp. diobati menggunakan ivermektin. Bila diperlukan, obat golongan steroid seperti prednison dapat pula diberikan untuk mengurangi reaksi radang.

5. Pemantauan lanjut

Sindrom Loeffler: Penyebab, Gejala, Diagnosis, serta Penanganannyapemantauan rutin kepada pasien (pixabay.com/ckstockphoto)

Menurut tulisan di MSD Manual yang berjudul "Löffler Syndrome", penyakit ini sebenarnya bisa sembuh seiring berjalannya waktu. Rata-rata, kesembuhan diperoleh setelah 1 bulan.

Oleh sebab itu, pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan ulang setelah 4 hingga 6 minggu. Pemeriksaan yang disarankan meliputi rontgen paru, tes darah lengkap, serta pemeriksaan cacing dalam tinja.

6. Pencegahan

Sindrom Loeffler: Penyebab, Gejala, Diagnosis, serta Penanganannyamencuci tangan dengan sabun (pexels.com/Sora Shimazaki)

Ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan untuk mencegah terjadinya sindrom Loeffler, di antaranya :

  • Memanfaatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari;
  • Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan;
  • Menggunakan jamban yang sehat;
  • Mengonsumsi obat cacing rutin (bagi anak-anak).

Apabila anak sering bermain di atas tanah, ajarkan mereka untuk selalu memakai alas kaki dan tidak memasukkan jari yang kotor ke dalam mulut. Sebab dari sinilah cacing bisa masuk ke dalam tubuh.

Sebenarnya, cara paling ampuh untuk mengatasi sindrom Loeffler adalah menjaga pola hidup bersih dan sehat. Dengan begitu, cacing-cacing pun tidak punya kesempatan untuk "menginvasi" tubuhmu.

Baca Juga: 5 Fakta Sindrom Kallmann, Tidak Adanya Pubertas dan Gangguan Penciuman

Leonaldo Lukito Photo Verified Writer Leonaldo Lukito

Berbagi Pikiran dan Rasa melalui Padanan Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya