Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
 Kasus Chikungunya 2025
Nyamuk Aedes albopictus betina, penyebar virus chikungunya. (en.m.wikipedia.org/James Gathany, CDC)

Intinya sih...

  • Kasus chikungunya di Indonesia mengalami kenaikan pada tahun 2025, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

  • Angka kasus chikungunya di beberapa provinsi Tanah Air hingga pekan ke-30 tahun 2025 menunjukkan tren penurunan dalam dua bulan terakhir.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tahun 2025 kasus chikungunya kembali menjadi sorotan dunia. Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa negara melaporkan lonjakan signifikan penyakit yang ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus ini.

Dari wabah besar di Guangdong, China yang mencatat lebih dari 8.000 kasus, hingga penyebaran masif di pulau-pulau Samudra Hindia seperti Réunion dan Mayotte, tren ini memicu kewaspadaan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan otoritas kesehatan nasional.

Bagaimana dengan Indonesia?

Angka kasus chikungunya di beberapa provinsi Tanah Air

Tangkapan layar Laporan Mingguan Situasi Terkini Penyakit Infem dan Potensial KLB Wabah M31 2025 Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan, suspek chikungunya pada minggu pertama hingga ke-9 tahun 2025 mengalami kenaikan drastis dibandingkan dengan minggu yang sama pada tahun 2023 dan 2024, sehingga harus ada intervensi dari petugas, seperti pengendalian vektor penyebab chikungunya.

"Hal ini sejalan dengan pola musim penghujan di Indonesia sehingga perlu diwaspadai adanya kenaikan kasus pada minggu mendatang. Meskipun begitu saat ini tren menunjukkan penurunan dalam dua bulan terakhir," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman ketika dikonfirmasi di Jakarta, Senin (11/8/2025), mengutip dari Antara.

Berdasarkan Laporan Mingguan Situasi Terkini Penyakit Infem dan Potensial KLB Wabah M31 (Minggu ke-31) 2025 dari Kemenkes, hingga pekan ke-30 tahun 2025, berikut angka kasus chikungunya di beberapa provinsi Tanah Air:

  • Jawa Barat: 6.674

  • Jawa Tengah: 3.388

  • Jawa Timur: 2.903

  • Sumatra Utara: 1.074

  • Banten: 838

  • DI Yogyakarta: 318

  • Bali: 174

  • Jakarta: 144

  • Kalimantan Timur: 104

  • Sulawesi Tengah: 75

  • Sumatra Barat: 74

  • Bengkulu: 59

  • Lampung: 40

  • Sumatra Selatan: 27

  • Riau: 27

  • Papua Pegunungan: 21

  • Kalimantan Selatan: 17

  • Sulawesi Utara: 12

  • Jambi: 10

  • Sulawesi Selatan: 8

  • Kalimantan Barat: 7

  • Gorontalo: 6

  • Sulawesi Tenggara: 5

  • Nusa Tenggara Barat: 5

  • Aceh: 2

  • Sulawesi Barat: 1

  • Bangka Belitung: 1

  • Kalimantan Tengah: 1

  • Nusa Tenggara Timur: 1

  • Kep. Riau: 1

  • Maluku Utara: 1

*Sumber: SKDR Tanggal 02 Agustus 2025 Pukul 11.00 WIB.

Angka kenaikan kasus terutama terjadi pada musim penghujan, sebelum tren penurunan mulai terlihat sejak Mei.

Lonjakan kasus secara global dan nasional menunjukkan perlunya penguatan langkah pencegahan, mulai dari pemberantasan sarang nyamuk hingga edukasi masyarakat. Dengan perubahan iklim yang memperluas wilayah persebaran vektor, ancaman chikungunya diperkirakan akan tetap tinggi di tahun-tahun mendatang. Pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat harus bergerak bersama untuk menekan risiko penyebaran penyakit ini.

Pencegahan

Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, nyamuk yang sama dengan penular demam berdarah.

Gejala utama chikungunya biasanya muncul 2–7 hari setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi, meliputi:

  • Demam tinggi mendadak (bisa mencapai 39–40 derajat Celcius).

  • Nyeri sendi hebat (terutama di tangan, pergelangan, lutut, dan pergelangan kaki), ini yang sering membuat penderitanya sulit bergerak

  • Nyeri otot, sakit kepala, dan kelelahan.

  • Kadang disertai ruam kulit.

Walau jarang menyebabkan kematian, tetapi chikungunya bisa membuat penderitanya merasa sangat lemah selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu, terutama karena nyeri sendi yang menetap.

Tidak ada vaksin atau obat untuk mencegah chikungunya. Jadi, cara terbaik untuk menghindari infeksi adalah dengan mencegah gigitan nyamuk. 

Tindakan pencegahan dasar harus dilakukan oleh orang-orang yang tinggal atau bepergian ke daerah yang berisiko tinggi, meliputi:

  • Mengenakan pakaian lengan panjang, celana panjang, dan pakaian lain yang meminimalkan kulit yang terekspos.

  • Menggunakan obat nyamuk pada kulit atau pakaian.

  • Memastikan bagian dalam ruangan memiliki tirai yang memadai agar nyamuk tidak masuk ke dalam rumah.

  • Menggunakan kelambu di sekeliling tempat tidur untuk menghalau gigitan nyamuk.

  • Mengenakan jaring di wajah dan leher (umumnya dalam bentuk topi), selain menggunakan sarung tangan atau obat nyamuk, bila banyak menghabiskan waktu di luar ruangan di area yang banyak nyamuk.

  • Menghindari perjalanan ke daerah yang terdapat wabah chikungunya.

  • Menggunakan obat nyamuk bakar dan penguap insektisida pada siang hari.

Mengurangi jumlah tempat nyamuk berkembang biak di sekitar rumah dapat mengurangi populasi nyamuk secara signifikan. Kamu bisa melakukan langkah-langkah ini:

  • Mengosongkan air dari wadah, seperti cawan di bawah pot tanaman, vas, ember, dan talang hujan.

  • Menutupi wadah air yang tidak dapat dikosongkan, seperti tangki atau waduk yang menyediakan air rumah tangga.

  • Singkirkan ban bekas yang mungkin ada di luar atau sekitar rumah.

  • Menyimpan sampah dalam kantong plastik tertutup dan wadah tertutup lainnya.

Kalau kamu telah terdiagnosis chikungunya, kamu juga mesti mencegah gigitan nyamuk selama minggu pertama penyakit. Ini karena virus chikungunya bisa ditemukan di darah dan ditularkan dari orang yang terinfeksi ke nyamuk melalui gigitan nyamuk. Nyamuk yang terinfeksi kemudian dapat menyebarkan virus ke orang lain.

Referensi

"Chikungunya: Penyebab, Gejala, Pengobatan, Pencegahan." IDN Times. Diakses Juli 2025.

Laporan Mingguan Situasi Terkini Penyakit Infem dan Potensial KLB Wabah M31 (Minggu ke-31) 2025 dari Kemenkes (PDF).

Editorial Team