Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Seorang perempuan sedang belanja di swalayan.
ilustrasi makanan ultra-proses (pexels.com/RF._.studio)

Intinya sih...

  • Konsumsi tinggi makanan ultra proses meningkatkan kadar protein C-reaktif sensitivitas tinggi (hs-CRP), penanda utama peradangan yang berhubungan dengan risiko penyakit jantung dan kematian dini.

  • Orang dengan obesitas, usia 50–59 tahun, dan perokok aktif memiliki risiko tertinggi mengalami peradangan akibat konsumsi makanan ultra proses.

  • Para peneliti membandingkan dampak makanan ultra proses dengan bahaya rokok, menyerukan kebijakan publik untuk membatasi bahan tambahan berbahaya dan mendorong konsumsi makanan utuh.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Makanan ultra proses (ultra-processed food/UPF) adalah produk yang melalui proses pabrik berlebihan, seperti minuman bersoda, camilan kemasan, dan daging olahan. Makanan jenis ini dipenuhi bahan tambahan dan minim nutrisi penting.

Produk ini dibuat agar tahan lama, terasa lezat, dan bikin ketagihan, tetapi nilai gizinya rendah. Studi demi studi menunjukkan konsumsi tinggi UPF berkaitan dengan peningkatan risiko obesitas, kanker, penyakit jantung dan metabolik, gangguan mental, hingga kematian dini.

Dampak buruk dari UPF telah banyak diteliti. Yang terbaru, sebuah studi menemukan hubungan jelas antara konsumsi UPF dan tingkat peradangan/inflamasi dalam tubuh.

Orang yang paling banyak mengonsumsi UPF terbukti memiliki kadar protein C-reaktif sensitivitas tinggi (hs-CRP) yang lebih tinggi. Ini adalah penanda utama peradangan sekaligus indikator kuat risiko penyakit kardiovaskular.

Dalam studi ini, para partisipan mendapatkan median 35 persen kalori harian dari UPF. Setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, dan faktor kesehatan lainnya, kelompok yang mengonsumsi 60–79 persen kalori dari UPF memiliki risiko 11 persen lebih tinggi mengalami peradangan dibanding kelompok dengan konsumsi terendah. Bahkan pada konsumsi sedang (40–59 persen), risikonya naik hingga 14 persen.

Siapa yang paling berisiko?

Risiko peradangan tertinggi ditemukan pada kelompok ini:

  • Usia 50–59 tahun memiliki risiko 26 persen lebih tinggi dibanding usia 18–29 tahun.

  • Individu dengan obesitas menghadapi peningkatan risiko hingga 80 persen dibanding berat badan normal.

  • Perokok aktif memiliki risiko 17 persen lebih tinggi dibanding bukan perokok.

Menariknya, kelompok yang tidak aktif secara fisik tidak menunjukkan peningkatan risiko yang signifikan dibanding mereka yang rutin berolahraga.

Dilansir SciTechDaily, Charles H. Hennekens, M.D., salah satu penulis studi, menjelaskan bahwa protein C-reaktif yang diproduksi hati adalah indikator sederhana dan sensitif untuk mendeteksi peradangan serta memprediksi penyakit jantung di masa depan.

“Kami percaya tenaga medis perlu lebih aktif mengedukasi pasien tentang risiko makanan ultra proses dan manfaat meningkatkan konsumsi makanan utuh,” ujarnya.

Para peneliti juga menyoroti meningkatnya kasus kanker kolorektal di kalangan dewasa muda. Mereka menduga konsumsi UPF yang tinggi menjadi salah satu faktor pemicunya, selain kaitannya dengan berbagai penyakit saluran cerna lainnya.

Para peneliti membandingkan fenomena ini dengan sejarah rokok. Dulu butuh waktu puluhan tahun hingga bukti ilmiah dan tekanan publik berhasil memicu kebijakan untuk menekan konsumsi rokok. Mereka berharap hal serupa akan terjadi pada UPF, bahwa kesadaran publik yang perlahan tumbuh akan mendorong perubahan kebijakan besar di bidang kesehatan masyarakat.

“Perusahaan multinasional penghasil makanan ultra proses memiliki pengaruh besar, mirip industri rokok di masa lalu,” kata Hennekens. “Namun, langkah pemerintah untuk mengurangi bahan tambahan berbahaya, memperjelas label makanan, dan mempromosikan pilihan sehat di sekolah serta program publik adalah langkah awal yang penting.”

Ia menambahkan, tenaga medis juga perlu memahami tantangan ekonomi dan sosial yang membuat sebagian orang sulit mengakses makanan sehat, sehingga diperlukan respons kesehatan masyarakat yang lebih luas dan terkoordinasi.

Referensi

Kevin Sajan et al., “Ultra-Processed Foods and Increased High Sensitivity C-reactive Protein,” The American Journal of Medicine, September 1, 2025, https://doi.org/10.1016/j.amjmed.2025.08.016.

"Eating Ultra-Processed Foods Could Be As Harmful as Smoking." SciTechDaily. Diakses Oktober 2025.

Editorial Team