Ilustrasi pengolahan pangan yang baik (pexels.com/Mark Stebnicki)
Sekalipun enterotoksin S. aureus sangat sulit untuk dihilangkan karena sifatnya yang tahan suhu panas maupun dingin, tetapi ada beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan agar makanan tidak terkontaminasi. Berikut ini di antaranya:
Menerapkan kebersihan diri yang baik setiap mengolah makanan.
Selalu mencuci tangan sebelum mengolah makanan, setelah menggunakan kamar mandi, ataupun setelah kontak dengan bahan mentah.
Mencuci peralatan dan permukaan dapur dengan bersih terutama setelah kontak dengan bahan mentah agar tidak terjadi kontaminasi silang.
Menyimpan produk segar seperti daging sapi ataupun unggas di dalam lemari es di bawah suhu 5 derajat Celsius.
Memisahkan penyimpanan untuk bahan segar dengan produk siap konsumsi agar tidak terjadi kontaminasi silang.
Memasak makanan dengan benar yaitu di atas suhu 60 derajat Celsius, karena tidak seperti toksinnya, bakteri S. aureus tidak tahan terhadap suhu panas.
Orang yang terinfeksi S. aureus sebaiknya tidak terlibat dalam memproses, memasak, hingga menyajikan makanan.
Selain itu, pemerintah juga sudah ikut terlibat dalam pencegahan kasus keracunan makanan. Melalui regulasi BPOM hingga SNI, pemerintah telah memberikan aturan tertulis mengenai batas cemaran mikroba pada berbagai pangan olahan seperti susu, telur, daging, unggas dan lainnya.
Kasus keracunan makanan dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Namun, kita juga dapat mencegahnya dengan menerapkan sanitasi dan praktik higiene yang baik dalam mengolah makanan. Dengan begitu kita juga telah melindungi bukan hanya diri sendiri, tapi juga orang lain dari potensi terjadinya keracunan makanan. Gimana, kamu jadi semakin tahu tentang pentingnya menjaga kebersihan, bukan?
Referensi
Badan Litbangkes. “Bakteri Patogen Penyebab Foodborne Disease.” Prosiding Seminar Biologi (UIN Alauddin Makassar). Diakses 2 Oktober 2025. https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb/article/view/15374.
World Health Organization. “Foodborne Diseases.” Diakses 2 Oktober 2025.
Gill, Alexander, Xianqin Yang, Helen N. Onyeaka, Ozioma F. Nwabor, dan lainnya. “Staphylococcus aureus.” ScienceDirect Topics. Diakses 2 Oktober 2025.
Puspadewi, Ririn, Putranti Adirestuti, dan Rina Anugrah. “Kajian Kontaminasi Staphylococcus aureus pada Pangan.” Dipresentasikan pada Seminar Nasional Nutrisi, Keamanan Pangan, dan Produk Halal, Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, April 2014. Diakses melalui ResearchGate. https://www.researchgate.net/profile/Ririn-Puspadewi/publication/282249884_Kajian_Kontaminasi_Staphylococcus_aureus_pada_Pangan/links/5609556808ae1396914a08ef/Kajian-Kontaminasi-Staphylococcus-aureus-pada-Pangan.pdf.
Apriliansyah, Mutiara, Ade Zuhrotun, dan Dwie Astrini. “Bakteri Utama Penyebab Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan.” Jurnal Farmasi Klinik Indonesia 11, no. 3 (September 2022): 239–55. http://jurnal.unpad.ac.id/ijcp/article/viewFile/38397/pdf.
Fakultas Kedokteran Hewan UGM. “Mari Mengenal Foodborne Illness karena Staphylococcus.” Produk Hewan Aman. 17 Mei 2018.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 13 Tahun 2019 tentang Batas Maksimal Cemaran Mikroba dalam Pangan Olahan. Jakarta: BPOM RI, 2019.
Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-6366-2000: Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Jakarta: BSN, 2000.