Distrofi Otot: Penyebab, Gejala, dan Penanganan

Ini adalah kondisi genetik yang melemahkan otot

Distrofi otot atau muscular dystrophy adalah sekelompok penyakit yang menyebabkan kelemahan progresif dan hilangnya massa otot. Gejalanya dimulai di masa kanak-kanak dan kebanyakan dialami oleh laki-laki. Terkadang, pengidap distrofi otot membutuhkan kursi roda untuk membantu mobilitasnya.

Mari mengenal distrofi otot lebih dekat, mulai dari penyebab, gejala, hingga penanganannya.

1. Apa itu distrofi otot?

Dilansir MedlinePlus, distrofi otot adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan kelemahan dan pengecilan massa otot yang progresif (atrofi). Ini merupakan kondisi genetik yang diturunkan atau diwariskan.

Mengapa disebut progresif? Sebab, distrofi otot bisa memburuk dari waktu ke waktu. Sering kali kondisi ini memengaruhi kelompok otot tertentu, lalu menyebar ke area lain, mengutip National Health Service.

Beberapa jenis distrofi otot bisa mengancam nyawa karena memengaruhi jantung atau otot yang digunakan untuk bernapas. Salah satunya adalah distrofi otot Duchenne dan Becker yang memengaruhi otot rangka (yang digunakan untuk bergerak) dan otot jantung.

Sebagian besar distrofi otot muncul pada masa kanak-kanak dan kebanyakan dialami oleh laki-laki, mengutip Mayo Clinic. Karena ototnya makin lemah, banyak pengidap distrofi otot yang kehilangan kemampuan untuk berjalan dan akhirnya bergantung dengan kursi roda untuk bergerak.

2. Apa penyebab distrofi otot?

Distrofi Otot: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi distrofi otot (medlineplus.gov/Alila Medical Media)

Penyebab distrofi otot adalah perubahan atau mutasi pada gen yang bertanggung jawab atas struktur dan fungsi otot. Serat otot mengalami perubahan dan mengganggu kemampuannya untuk berfungsi.

Sering kali, mutasi diwarisi dari keluarga, terutama orang tua. Memiliki riwayat keluarga dengan distrofi otot berisiko lebih tinggi mewariskannya kepada anak-anaknya.

3. Seperti apa gejala distrofi otot?

Gejala distrofi otot berbeda-beda tergantung jenisnya. Dipaparkan dalam laman Healthline, berikut ini beberapa contohnya:

  • Distrofi otot Duchenne: Kesulitan berjalan dan berdiri, hilangnya refleks, postur tubuh yang buruk, penipisan tulang, kesulitan bernapas, skoliosis (tulang belakang melengkung), gangguan intelektual ringan, serta kelemahan jantung dan paru-paru. Biasanya membutuhkan kursi roda sebelum usia remaja.

  • Distrofi otot Becker: Kelemahan otot di lengan dan kaki, sering jatuh, kram otot, kesulitan bangun dari lantai, dan berjalan di atas jari-jari kaki. Biasanya memerlukan kursi roda di pertengahan usia 30-an.

  • Distrofi otot bawaan (congenital muscular dystrophy): Kelemahan otot, ketidakmampuan untuk duduk atau berdiri tanpa bantuan, kontrol motorik yang buruk, kelainan bentuk kaki, skoliosis, masalah penglihatan, pernapasan, atau bicara, kesulitan menelan, hingga gangguan intelektual.

  • Distrofi miotonik atau penyakit Steinert: Ketidakmampuan untuk mengendurkan otot setelah berkontraksi (myotonia), terutama pada otot wajah dan leher, memengaruhi jantung, sistem saraf pusat, saluran pencernaan, kelenjar adrenal, tiroid, dan mata. Selain itu, menyebabkan otot-otot wajah terkulai, kesulitan mengangkat leher, kelopak mata turun (ptosis), kesulitan menelan, penglihatan buruk, penurunan berat badan, kebotakan dini di area depan kulit kepala, peningkatan produksi keringat, menyebabkan impotensi dan atrofi testis pada laki-laki, serta menstruasi tidak teratur dan infertilitas pada perempuan.

  • Distrofi otot limb-girdle: Kelemahan otot, kehilangan massa otot (terutama di bahu, pinggul, kaki, dan leher), kesulitan bangkit dari kursi, berjalan naik dan turun tangga serta membawa barang berat, dan mudah jatuh atau tersandung.

  • Distrofi otot facioscapulohumeral (FSHD) atau penyakit Landouzy-Dejerine: Bahu miring, kesulitan mengunyah atau menelan, mulut yang terlihat bengkok, tulang belikat terlihat seperti sayap, serta mengalami masalah pendengaran dan pernapasan.

  • Distrofi otot okulofaringeal (OPMD): Kelemahan pada otot wajah, leher, dan bahu, kelopak mata terkulai, kesulitan berjalan, kesulitan menelan, masalah pada penglihatan dan jantung, dan perubahan pada suara.

  • Distrofi otot distal: Memengaruhi otot-otot di tangan, lengan bawah, betis, kaki, sistem pernapasan, dan otot jantung, kesulitan berjalan, serta kehilangan keterampilan motorik halus.

  • Distrofi otot Emery-Dreifuss: Kelemahan pada otot lengan atas dan kaki bagian bawah, pemendekan otot-otot di tulang belakang, leher, siku, lutut, dan pergelangan kaki, hingga masalah pernapasan dan jantung. Banyak yang meninggal dunia pada pertengahan usia dewasa karena gagal jantung atau paru-paru.

Baca Juga: Duchenne Muscular Dystrophy: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

4. Diagnosis distrofi otot

Distrofi Otot: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi pemeriksaan dokter (freepik.com/tirachardz)

Mula-mula, dokter akan mengecek riwayat medis dan melakukan pemeriksaan fisik. Lalu, dokter mungkin melanjutkan dengan:

  • Tes enzim: Otot yang rusak melepaskan enzim, seperti kreatin kinase (CK) ke dalam darah. Kadar kreatin kinase yang tinggi adalah pertanda adanya penyakit otot.
  • Tes genetik: Memeriksa sampel darah untuk melihat apakah ada mutasi pada beberapa gen yang menyebabkan distrofi otot.
  • Biopsi otot: Sepotong kecil otot diambil melalui sayatan atau dengan jarum berlubang, lalu dilakukan analisis sampel jaringan.
  • Elektromiografi: Jarum elektroda dimasukkan ke dalam otot, lalu aktivitas listrik diukur saat kita rileks maupun saat otot dikencangkan. Penyakit otot dikonfirmasi jika terjadi perubahan pola aktivitas listrik.
  • Tes pemantauan jantung (ekokardiogram dan elektrokardiografi): Fungsi jantung akan diperiksa, terutama pada orang yang didiagnosis dengan distrofi otot miotonik.
  • Tes pemantauan paru: Digunakan untuk memeriksa fungsi paru, mengingat komplikasi paru bertanggung jawab atas banyak mortalitas (kematian) pada pengidap distrofi otot Duchenne.

5. Bagaimana penanganan yang tepat?

Sejujurnya, tidak ada obat yang spesifik untuk distrofi otot. Namun, ada pengobatan yang sifatnya membantu memperpanjang usia, memperkuat otot jantung dan paru-paru, serta terapi agar pengidapnya tetap bergerak.

Secara umum, pengobatan untuk distrofi otot adalah obat-obatan, terapi fisik, dan pembedahan. Untuk obat, misalnya kortikosteroid seperti deflazacort dan prednison. Fungsinya untuk membantu kekuatan otot dan menunda perkembangan gejala.

Ada pula eteplirsen, obat pertama yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) pada tahun 2016 dan ditujukan untuk pengidap distrofi otot Duchenne.

Kemudian, pada tahun 2019, FDA menyetujui golodirsen. Jika distrofi otot berpotensi merusak jantung, maka obat jantung seperti angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor serta beta blocker digunakan.

Opsi lainnya adalah terapi rentang gerak dan latihan peregangan untuk membuat persendian fleksibel dan memperbaiki mobilitas sendi. Bisa juga dengan latihan aerobik berdampak rendah semisal berjalan atau berenang untuk menjaga kekuatan dan mobilitas.

Tentu saja, alat bantu mobilitas seperti tongkat, alat bantu jalan, dan kursi roda sangat dibutuhkan supaya bisa bergerak secara mandiri. Dan jika otot pernapasan melemah, dibutuhkan alat seperti ventilator agar udara bisa keluar-masuk paru-paru.

Untuk memperbaiki kontraktur (kekakuan jaringan di dalam tubuh yang seharusnya fleksibel dan gampang digerakkan) atau tulang belakang melengkung, maka jalan keluarnya adalah dengan pembedahan. Untuk meningkatkan fungsi jantung, bisa dengan alat pacu jantung atau perangkat lainnya.

Baca Juga: Distrofi Fuchs: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan

Topik:

  • Nurulia R F

Berita Terkini Lainnya