Mengenal Skibidi Toilet Syndrome dan Dampaknya pada Anak-anak

Orang tua harus mengawasi tontonan si kecil, ya!

Saat ini, konten yang berseliweran di internet bisa diakses oleh siapa pun. Bahkan, anak yang belum cukup umur juga bisa menontonnya. Padahal, tidak semua konten layak untuk ditonton anak-anak karena mengandung kekerasan, pornografi, dan bahasa kasar.

Salah satu yang banyak dibahas belakangan ini dan menjadi kekhawatiran orang tua adalah skibidi toilet syndrome. Kenali lebih dekat, yuk!

1. Sekilas tentang skibidi toilet

Mengutip EarlyGame, skibidi toilet adalah serial video animasi di YouTube yang pertama kali diunggah oleh channel DaFuq!?Boom! pada 8 Februari 2023 dan telah ditonton sebanyak 90 juta kali. Video berdurasi 12 detik ini menampilkan kepala pria yang menjulur keluar dari lubang kloset dan menyanyikan lagu.

Sampai saat ini, ada puluhan video skibidi toilet di channel YouTube tersebut. Banyak orang menganggap skibidi toilet absurd, creepy, disturbing, dan tidak layak ditonton oleh anak-anak. Meski begitu, jumlah views-nya sangat tinggi, setiap video ditonton sebanyak puluhan juta hingga ratusan juta kali.

2. Dampak menonton skibidi toilet bagi anak-anak

Mengenal Skibidi Toilet Syndrome dan Dampaknya pada Anak-anakilustrasi orang tua mendampingi anaknya dalam menggunakan gadget (wikimedia.org/Intel Free Press)

Anak-anak adalah peniru yang ulung. Dilansir Auckland Kindergarten Association, anak akan mengulangi apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya. Besar kemungkinan, mereka juga meniru apa yang dilihat di internet.

Sayangnya, anak-anak belum memiliki kemampuan dalam menyaring mana yang baik dan mana yang buruk. Bahkan, berdasarkan survei yang digagas oleh United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) dan Agency for Electronic Media (AEM), 57 persen anak-anak yang disurvei mengatakan bahwa mereka meniru apa yang ada di media, mulai dari gaya berpakaian, potongan rambut, hingga perilaku.

Dalam beberapa video di platform TikTok, ada banyak anak-anak meniru skibidi toilet. Mereka terlihat berjongkok sambil menggerakkan kepalanya dan meracau, menimbulkan kekhawatiran dan keresahan bagi sebagian orang tua.

3. Apa yang bisa dilakukan orang tua untuk meminimalisir dampak negatif gadget?

Orang tua harus berperan aktif dalam mengawasi tontonan anak. Jangan hanya menyalahkan gadget dan lepas tanggung jawab, bagaimanapun kontrol utama ada di tangan orang tua. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan:

  • Mengaktifkan fitur parental control untuk mengurangi kemungkinan anak terpapar gambar, video, atau tulisan yang tidak pantas, serta mencegah agar anak tidak menjadi korban predator online.
  • Membatasi screen time. Yang direkomendasikan oleh laman OSF HealthCare adalah 0 jam per hari untuk anak di bawah usia 2 tahun, 1 jam per hari untuk anak usia 2-5 tahun dan harus didampingi orang tua, dan 2 jam per hari untuk anak usia 5-17 tahun. Ini adalah screen time yang sifatnya rekreasional, sehingga yang berkaitan dengan tugas dari sekolah tidak termasuk dalam hitungan.
  • Memperbolehkan anak membuat akun di media sosial ketika sudah menginjak usia 13 tahun.
  • Membatasi akses anak ke aplikasi, game, atau website tertentu. Misalnya yang vulgar atau mengandung ketelanjangan, mengandung kekerasan, darah, dan umpatan.
  • Cek history pencarian anak di browser secara berkala.
  • Memfilter keyword tertentu agar hasilnya tidak muncul saat dicari anak. Fitur ini sudah tersedia di TikTok dan YouTube.
  • Ajak anak melakukan hobi, berolahraga, membaca, atau bermain di luar ruangan agar tidak mengandalkan gadget dan internet sebagai sumber hiburan utama.

Baca Juga: 5 Cara Orangtua Melindungi Anak dari Pengaruh Buruk Internet

Topik:

  • Fatkhur Rozi

Berita Terkini Lainnya