Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa Itu Iron Lung atau Paru-paru Besi?

Seorang anak laki-laki dalam alat paru-paru besi atau iron long di Naval Hospital sekitar tahun 1960-an. Foto oleh Don Pinder. (flickr.com/Florida Keys History Center - Monroe County Public Library)
Intinya sih...
  • Paru-paru besi atau iron lung adalah penemuan medis yang bisa menyelamatkan nyawa orang-orang yang menderita polio sebelum vaksin polio ditemukan.
  • Alat ini dikembangkan pada tahun 1927 oleh Philip Drinker dan Louis Agassiz Shaw di Harvard School of Public Health.
  • Paru-paru besi merupakan mesin yang dirancang untuk mempertahankan pernapasan, menarik udara masuk dan keluar dari paru-paru dengan mengubah tekanan dalam tabung logam kedap udara.

Paul Alexander dari Dallas, Texas, Amerika Serikat (AS), seorang pria yang hidup dalam "paru-paru besi" selama tujuh dekade setelah tertular poliomielitis atau polio saat ia masih kecil dilaporkan meninggal dunia pada Senin (11/3/2024) waktu setempat. Usianya 78 tahun.

Paul diketahui mengalami kelumpuhan dari leher ke bawah setelah tertular virus polio pada tahun 1952. Usianya kala itu 6 tahun.

Dilaporkan oleh The Independent, Paul dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami gejala dan terbangun di dalam paru-paru mekanisnya. Ia "tinggal" di dalam alat paru-paru besi atau iron lung selama sisa hidupnya.

Paru-paru besi bertindak sebagai diafragma untuk membantu Paul bernapas setelah dokter melakukan trakeotomi untuk menghilangkan penumpukan cairan di paru-parunya setelah ia terinfeksi polio.

Paul adalah salah satu dari banyak anak yang dimasukkan ke dalam paru-paru besi selama wabah polio di AS pada tahun 1950-an.

Walaupun nama dan bentuk alatnya terlihat menyeramkan, paru-paru besi adalah penemuan medis penyelamat banyak nyawa orang-orang yang menderita polio.

Sebelum vaksin polio ditemukan pada tahun 1955, virus polio bisa berakibat fatal, dan epidemi yang terjadi secara berkala membuat penduduk dunia ketakutan.

Di kalangan medis dan keinsinyuran, alat ini dikenal dengan nama lain seperti respirator kabinet, respirator tangki, ventilator tekanan negatif, dan lain-lain.

Alat yang terlihat seperti peti mati ini merupakan teknologi medis pendukung kehidupan tercanggih pada paruh pertama abad ke-20. Paru-paru besi pertama digunakan di Boston Children's Hospital, AS, untuk menyelamatkan nyawa seorang anak perempuan berusia 8 tahun yang menderita polio pada tahun 1928.

1. Apa itu paru-paru besi atau iron lung?

Seorang anak laki-laki dirawat dengan iron lung atau paru-paru besi di Herman Keifer Hospital, Detroit, Michigan, karena polio sekitar tahun 1955. (flickr.com/Otis Historical Archives)

Insiden polio mulai meningkat menjadi epidemi di seluruh Eropa dan Amerika Utara, mencapai puncaknya di AS pada tahun 1952.

Salah satu gejala polio akut yang paling parah adalah kelumpuhan otot. Jika kelumpuhan memengaruhi otot dada, pasien tidak dapat bernapas tanpa bantuan dan mungkin meninggal. Para peneliti beralih ke teknologi sebagai cara untuk menjaga pasien-pasien ini tetap hidup.

Mengutip dari Discover Magazine, kebanyakan pasien akan memulihkan seluruh atau sebagian besar kekuatan ototnya jika mereka dapat bertahan dalam fase kritis ini. Tantangannya adalah mencari cara untuk membuat mereka tetap bernapas selama satu hingga dua minggu yang biasanya mereka perlukan untuk memulihkan fungsi otot.

Solusi datang dari tim di Universitas Harvard. Paru-paru besi merupakan mesin yang dirancang untuk mempertahankan pernapasan, menarik udara masuk dan keluar dari paru-paru dengan mengubah tekanan dalam tabung atau kotak logam kedap udara. Ini didukung oleh motor listrik dengan dua vacuum cleaner, dilansir Pfizer.

2. Cara kerja paru-paru besi

ilustrasi alat bantu pernapasan iron lung atau paru-paru besi (commons.wikimedia.org/Articseahorse)

Paru-paru besi dikembangkan pada tahun 1927 dan pertama kali digunakan dalam lingkungan klinis pada tahun 1928, menyelamatkan nyawa seorang gadis kecil dan akhirnya ribuan nyawa lainnya.

Alat ini ditemukan di Harvard School of Public Health oleh Philip Drinker bersama Louis Agassiz Shaw.

Philip, terutama, telah mempelajari terapi untuk keracunan gas batubara, tetapi menyadari bahwa bentuk pernapasan buatan itu juga dapat membantu korban polio.

Paul membayangkan sebuah ruangan kedap udara (biasanya terbuat dari baja, bukan besi) di mana pasien dapat ditempatkan. Kepala mereka tetap berada di luar ruangan sementara kerah karet menjaga penutupnya tetap tertutup.

Paru-paru besi pertama pada dasarnya ditenagai oleh motor listrik dan pompa udara dari beberapa vacuum cleaner alias penyedot debu.

Ruang pernapasan berfungsi melalui ventilasi tekanan negatif eksternal (ENPV). Udara akan tersedot keluar dari alat tersebut, yang akan menyebabkan dada pasien mengembang, mengisi paru-paru dengan oksigen, bahkan ketika otot pasien tidak mampu melakukan hal tersebut.

Kemudian, udara akan dimasukkan kembali ke dalam alat, membuat paru-paru mengempis dan memungkinkan pasien untuk mengembuskan napas. Motor alat menjaga pompa tetap beroperasi, dan yang terpenting, menjaga pasien tetap hidup. Cara kerja dan fungsi paru-paru besi sederhana dan efektif.

3. Apa rasanya berada di dalam paru-paru besi?

ilustrasi bagian dalam paru-paru besi atau iron lung (flickr.com/Becks)

Dimasukkan ke dalam tabung paru-paru besi adalah proses yang membingungkan bagi banyak pasien kala itu. Banyak di antaranya yang mengigau dan merasakan sakit luar biasa.

Hidup dalam paru-paru besi sulit bagi pasien dan orang-orang yang merawatnya.

Dilansir Science Museum, berbagai tugas yang terlibat dalam perawatan pasien termasuk:

  • Transfusi darah.
  • Pemberian glukosa intravena.
  • Memasukkan dan mengganti kateter.
  • Penyesuaian tanpa akhir pada tubuh dan peralatan.

Selain perawatan medis, perawat juga harus menggaruk pasien yang mengalami gatal, membantu pasien yang ingin mengeluarkan ingus, menyisir rambut pasien, memandikan pasien, dan membersihkan serta mengganti pispot.

Jika lubang intip alat tidak memadai, tugas-tugas seperti terapi fisik harus dilakukan dalam beberapa menit agar pasien bisa bernapas sendiri di luar paru-paru besi.

Salah satu masalah terbesar bagi pasien adalah rasa bosan. Sebuah cermin dapat dipasang di atas kepala pasien sehingga mereka bisa melihat apa yang terjadi di sekitarnya.

Mereka juga dapat membaca buku yang digantung di depan wajah mereka jika seseorang membalik halamannya.

Di bangsal yang lebih besar, ada pasien lain yang dapat memberikan pendampingan dan dukungan psikologis, tetapi jam kunjungan keluarga terbatas.

4. Evolusi paru-paru besi

ilustrasi paru-paru besi atau iron lung yang terbuat dari kayu yang digunakan di Australia (flickr.com/South Australian History Network)

Paru-paru besi tentu memiliki beberapa tantangan. Pada masanya, sangat sulit bagian korban polio untuk mendapatkan akses ke alat pernapasan bantuan tersebut. Selain itu, alatnya pun mahal. Berat alatnya bisa mencapai 226 kilogram dan dalam hal logistik ini sangat menyulitkan.

Berbagai perubahan desain diterapkan selama bertahun-tahun untuk mempermudah akses pasien dan juga membuat pembangunan dan penerapan paru-paru besi menjadi lebih cepat dan lebih murah.

Saat terjadi wabah polio di Australia, yang mana tidak mungkin untuk mengirimkan paru-paru besi standar dengan cukup cepat, seorang insinyur bernama Edward Both membuat prototipe paru-paru besi menggunakan kayu lapis, yang bisa dibuat dan siap digunakan dalam sehari.

Distribusi massal paru-paru besi dimulai pada akhir tahun 1930-an. Pada akhir tahun 1950-an, sebanyak 1.200 orang di AS saja sudah menggunakan alat tersebut.

Tidak semua penderita polio cukup beruntung bisa mendapatkan kembali fungsi pernapasannya dalam beberapa minggu. Beberapa pasien—sekitar 1 dari 200—menderita kerusakan otot dan paru-paru permanen dan harus menggunakan paru-paru besi secara permanen.

Kabar baiknya, dengan ditemukannya vaksin polio dan penemuan bentuk ventilasi mekanis yang lebih baru, paru-paru besi secara bertahap menjadi usang.

5. Adakah teknologi yang menggantikan paru-paru besi?

ilustrasi pasien yang dirawat dalam paru-paru besi dan perawatnya (commons.wikimedia.org/National Museum of Health and Medicine)

Selama pandemi COVID-19, berbagai dokter dan insinyur “menemukan kembali” teknologi paru-paru, mengembangkan ventilator bertekanan baru yang dapat menyelamatkan pasien tanpa mengharuskan mereka diintubasi dengan ventilator yang lebih mungkin menyebabkan kerusakan pernapasan permanen.

Perkembangan ini dapat membantu pasien di masa depan yang membutuhkan bantuan pernapasan dari penyakit baru. Namun, mudah-mudahan alat ini tidak lagi diperlukan bagi para korban polio di masa mendatang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us