Kapan Pasien COVID-19 Membutuhkan Terapi Oksigen?

Lonjakan kasus COVID-19 picu peningkatan kebutuhan oksigen

Kekurangan oksigen merupakan salah satu komplikasi serius yang dialami pasien COVID-19. Sesak napas dan kekurangan oksigen adalah salah satu masalah utama yang dihadapi tak sedikit pasien COVID-19 di berbagai negara. Mungkin kamu bertanya-tanya, kapan, sih, pasien COVID-19 membutuhkan terapi oksigen?

Sebelum menjawabnya, manusia butuh oksigen untuk hidup dan menjalankan berbagai fungsi vital. Sistem pernapasan bekerja bersama dengan sistem peredaran darah untuk menyediakan oksigen ke tubuh. Ketika oksigen dihirup, ia pergi ke paru-paru lalu bergerak ke dalam pembuluh darah dan bercampur dengan darah. Darah yang kaya akan oksigen ini diedarkan ke dalam sel dan jaringan tubuh.

Akan tetapi, akibat peradangan dan infeksi di paru-paru, beberapa pasien COVID-19 yang sakit parah mengalami hipoksemia, yaitu kadar oksigen rendah dalam darah. Mereka butuh oksigen medis untuk mengembalikan saturasi oksigen tubuh.

Jadi, kapan dan pada kondisi apa pasien COVID-19 butuh terapi oksigen dan bagaimana mekanisme penggunaannya? Berikut ini penjelasannya.

1. Kenapa pasien COVID-19 butuh dukungan oksigen?

Kapan Pasien COVID-19 Membutuhkan Terapi Oksigen?ilustrasi dokter memberikan masker oksigen (europeanpharmaceuticalreview.com)

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), sementara kebanyakan orang dengan COVID-19 hanya mengembangkan penyakit ringan atau tidak kompleks, tetapi sekitar 14 persen mengembangkan penyakit parah yang memerlukan rawat inap dan dukungan oksigen, dan 5 persen perlu perawatan di unit perawatan intensif (ICU).

Dilansir Apollo 247, SARS-CoV-2, virus corona penyebab COVID-19, berikatan dengan reseptor ACE-2 yang ada di paru-paru. Virus menginfeksi sel epitel yang melapisi saluran pernapasan yang melindungi saluran napas dari patogen dan infeksi. Begitu sel tersebut terinfeksi, serangkaian perubahan terjadi di dalam tubuh:

  • Gangguan pertukaran oksigen dan karbon dioksida di alveoli (kantung kecil di paru-paru) 
  • Infeksi memicu sistem kekebalan tubuh dan melepaskan sel-sel kekebalan, seperti sitokin dan interleukin, untuk melawan infeksi. Ketika respons imun ini berlanjut untuk waktu yang lama, itu menyebabkan peradangan dan selanjutnya menghambat transfer oksigen di paru-paru
  • Akibat infeksi yang persisten, pasien COVID-19 yang parah juga bisa mengalami pembengkakan dan penumpukan cairan di paru-paru, yang pada akhirnya menyebabkan pneumonia
  • Kerusakan parah pada alveoli juga dapat mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan akut atau acute respiratory distress syndrome (ARDS), yang ditandai dengan sesak napas parah atau pola pernapasan yang cepat

Semua faktor tersebut dapat membuat pasien sulit bernapas secara normal dan akhirnya membutuhkan terapi oksigen.

Ada studi dari Renmin Hospital of Wuhan University dan Wuhan Red Cross Hospital yang diterbitkan dalam jurnal PLOS One pada Januari 2021. Informasi demografis, data laboratorium dan sesi perawatan klinis diambil dari catatan medis elektronik. Faktor risiko yang terkait dengan terapi oksigen dieksplorasi.

Sebanyak 833 pasien COVID-19 usia di bawah 65 tahun diikutsertakan. Dari jumlah tersebut, 29,4 persen punya satu atau lebih komorbid. Terapi oksigen diperlukan pada 63,1 persen pasien ini, dan mortalitas 2,9 persen di antara pasien terapi oksigen. Demam, dispnea, nyeri dada, peningkatan laju pernapasan, dan penurunan albumin serta globulin merupakan faktor independen yang berhubungan dengan terapi oksigen.

Kapan Pasien COVID-19 Membutuhkan Terapi Oksigen?ilustrasi terapi oksigen pada pasien COVID-19 (nihr.ac.uk)

Dilansir Times of India, virus corona tetap menjadi virus pernapasan yang dominan yang merusak fungsi, menyebabkan peradangan yang meluas di organ vital. Ini bisa menyebabkan tingkat oksigen berfluktuasi atau penurunan tingkat saturasi.

Peradangan di paru-paru dan saluran pernapasan dapat mengurangi aliran darah beroksigen dalam tubuh, membuat pasien terengah-engah. Penurunan kadar oksigen dalam tubuh juga dapat membuat pasien mengalami gejala:

  • Nyeri dada, sesak
  • Sesak napas dan sulit bernapas dengan baik
  • Kelemahan dan kelelahan
  • Ketidakmampuan untuk menyelesaikan kalimat
  • Tidak bisa berdiri tegak
  • Terlihat pucat, perubahan warna pada wajah dan tubuh (termasuk warna kebiruan pada bibir)

Tingkat saturasi oksigen darah (SpO2) normal berada di antara 94-99 persen. Ketika virus menyebabkan peradangan, penyumbatan terjadi dan ini tidak memfasilitasi pernapasan dan suplai oksigen, yang menyebabkan penurunan tingkat saturasi.

Ketika kadar SpO2 turun di bawah 93 persen, itu adalah tanda pasien butuh terapi oksigen. Oksigen medis kemudian diperlukan untuk pasien yang gagal menggunakan oksigen lingkungan selama bernapas.

Penggunaan oksigen tambahan mungkin juga diperlukan ketika beberapa gejala pernapasan mulai berkembang dan menjadi parah. Misalnya, pasien COVID-19 mungkin juga memerlukan terapi oksigen saat sesak napasnya berlanjut ke tahap yang lebih parah. Terapi oksigen tambahan juga dapat memberi pasien waktu untuk meringankan dan mengatasi gejalanya.

Para ahli juga mengatakan bahwa terapi oksigen juga berguna dalam kasus-kasus di mana:

  • Pasien menderita pneumonia atau acute respiratory distress syndrome (ARDS)
  • Dispnea atau sesak napas parah
  • Hipoksia, ketika terjadi kekurangan oksigen pada tingkat jaringan tanpa adanya manifestasi fisik lainnya

Menurut pedoman manajemen klinis yang berlaku, penggunaan oksigen tambahan dapat diberikan di rumah, atau di rumah sakit, tergantung pada kondisi pasien dan gejala lainnya. Tergantung pada tingkat keparahan penyakit, dukungan oksigen dapat diberikan untuk waktu yang lama juga.

Baca Juga: 5 Fakta Happy Hypoxia di COVID-19, Kekurangan Oksigen Tanpa Gejala

2. Jenis-jenis terapi oksigen

Kapan Pasien COVID-19 Membutuhkan Terapi Oksigen?Infografis jenis terapi oksigen untuk pasien COVID-19 (IDN Times/Aditya Pratama)

Dilansir Aljazeera, oksigen dapat diberikan dengan berbagai cara. Untuk kekurangan oksigen rendah hingga sedang, pasien bisa dipasangkan kanula hidung oksigen (nasal cannula, yaitu selang bantu pernapasan yang diletakkan di lubang hidung), masker oksigen sederhana, atau masker oksigen dengan kantong reservoir. Dalam kasus ini, satu hingga 15 liter (3,3 galon) oksigen per menit dikirim untuk menambah pernapasan teratur pasien.

Jika volume oksigen yang lebih tinggi diperlukan, pasien bisa dipasangkan alat terapi oksigen aliran tinggi (high-flow nasal cannula), mesin continuous positive airway pressure (CPAP), atau ventilator. Dalam kasus ini, hingga 100 persen oksigen yang dihirup pasien berasal dari tabung oksigen. Dalam kasus ventilator, pasokan oksigen terus-menerus mungkin diperlukan untuk menjaga pasien tetap hidup.

3. Berapa lama pasien butuh bantuan oksigen?

Kapan Pasien COVID-19 Membutuhkan Terapi Oksigen?ilustrasi hipoksia pada pasien COVID-19 (sciencemag.org)

Dilansir Times of India, mengingat oksigen sangat penting untuk menjalankan fungsi vital, pasien COVID-19 yang mulai mengalami penurunan tingkat saturasi oksigen harus segera mulai menerima terapi oksigen. Ini dapat dikelola dengan baik di rumah juga jika gejala lain terkendali dengan baik dan sebaiknya dipantau oleh petugas kesehatan.

Oksigen silinder dan konsentrator oksigen adalah beberapa perangkat yang membantu suplementasi pasokan oksigen dalam tubuh. Pasien umumnya didorong untuk menggunakan oksigen setiap jam atau lebih, setiap kali mereka mengalami penurunan kadar oksigen. Terapi mungkin juga diperlukan oleh pasien setelah pemulihan karena tubuh butuh waktu untuk menstabilkan dan mempertahankan kadar oksigen normal.

Sekarang ada pula protokol penerapan teknik proning atau posisi tidur tengkurap. Pasien berbaring tengkurap sebagai terapi penyelamatan untuk meningkatkan oksigenasi.

Jika kebutuhan oksigen pasien terus meningkat, meskipun menggunakan oksigen eksternal, atau pasien mulai menunjukkan gejala lain seperti sesak napas yang parah atau nyeri dada, segera cari bantuan medis karena itu tanda pasien perlu dirawat di rumah sakit.

4. Tujuan dari oksigenasi

Kapan Pasien COVID-19 Membutuhkan Terapi Oksigen?ilustrasi terapi oksigen pada pasien COVID-19 (aarp.org)

Berdasarkan COVID-19 Treatment Guidelines dari National Institutes of Health, SpO2 optimal pada orang dewasa dengan COVID-19 tidak pasti. Namun, target SpO2 dari 92-96 persen dianggap logis, mengingat bukti tidak langsung dari pengalaman pasien tanpa COVID-19 menunjukkan bahwa SpO2 <92 persen atau >96 persen mungkin berbahaya.

Mengenai potensi bahaya mempertahankan SpO2 <92 persen, uji coba secara acak dilakukan terhadap pasien ARDS tanpa COVID-19 ke strategi oksigen konservatif (target SpO2 dari 88 persen hingga 92 persen) atau strategi oksigen liberal (target SpO2 ≥96 persen). Percobaan dihentikan lebih awal karena kesia-siaan setelah mendaftarkan 205 pasien, tetapi pada kelompok oksigen konservatif terjadi peningkatan mortalitas pada 90 hari (perbedaan risiko antara kelompok 14 persen; 95 persen confidence interval atau CI, 0,7 persen hingga 27 persen) dan kecenderungan menuju peningkatan mortalitas pada hari ke-28 (perbedaan risiko antar kelompok sebesar 8%; CI 95 persen, -5 persen hingga 21 persen). Ini diterbitkan dalam The New England Journal of Medicine tahun 2010.

Mengenai potensi bahaya mempertahankan SpO2 >96 persen, metaanalisis dari 25 uji coba acak yang melibatkan pasien tanpa COVID-19 dalam jurnal The Lancet tahun 2018 menemukan bahwa strategi oksigen bebas (median SpO2 sebesar 96 persen) dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian di rumah sakit dibandingkan dengan pembanding SpO2 yang lebih rendah (risiko relatif 1,21; 95 persen CI, 1,03–1,43). 

Kapan Pasien COVID-19 Membutuhkan Terapi Oksigen?ilustrasi kombinasi terapi oksigen dan teknik proning pada pasien COVID-19 (medpagetoday.com)

Demikian sedikit informasi mengenai terapi oksigen untuk pasien COVID-19. Tetap disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan, makan makanan sehat bergizi seimbang, rutin olahraga, tidur cukup, dan kelola stres dengan baik agar daya tahan tubuh tetap optimal dan dijauhkan dari penyakit.

Baca Juga: Jangan Panik Dulu, Coba 12 Cara Alami Ini untuk Melegakan Sesak Napas

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya