ilustrasi gangguan tidur (pexels.com/cottonbro)
Selain kewajiban pekerjaan dan keluarga yang memengaruhi waktu tidur, lingkungan yang berubah cepat akibat meningkatnya urbanisasi dan perubahan iklim tampaknya mempersulit kita untuk mendapatkan tidur malam yang nyenyak.
Durasi tidur yang tidak memadai, atau efisiensi yang tidak memadai karena seringnya terjadi gangguan (tossing and turning, yaitu terus bergerak di tempat tidur dan tidak bisa tidur nyenyak), memengaruhi produktivitas kerja dan kualitas hidup. Hal ini juga dikaitkan dengan risiko penyakit kronis yang lebih tinggi termasuk penyakit jantung, diabetes tipe 2, depresi, dan demensia.
Penelitian ini merupakan salah satu dari sedikit penelitian yang mengamati hubungan antara beberapa faktor yang diukur secara objektif dalam lingkungan tidur—seperti kebisingan dan suhu—dan tidur yang diukur secara objektif.
Untuk setiap variabel lingkungan yang diukur, para peneliti membandingkan efisiensi tidur selama paparan pada tingkat 20 persen tertinggi versus tingkat terendah 20 persen. Melalui analisis ini, mereka menemukan bahwa:
- Tingkat kebisingan yang tinggi dikaitkan dengan penurunan efisiensi tidur sebesar 4,7 persen dibandingkan dengan tingkat kebisingan yang rendah.
- Tingkat CO2 yang tinggi dikaitkan dengan penurunan sebesar 4,0 persen dibandingkan dengan tingkat CO2 yang rendah.
- Suhu tinggi dikaitkan dengan penurunan sebesar 3,4 persen dibandingkan dengan suhu rendah.
- PM2.5 tinggi dikaitkan dengan penurunan 3,2 persen dibandingkan PM2.5 yang rendah.
Dua variabel lingkungan tidur lainnya, yaitu kelembapan relatif dan tekanan barometrik, tampaknya tidak memiliki hubungan signifikan dengan efisiensi tidur di antara para peserta.
Menariknya, hanya kelembapan kamar tidur yang dikaitkan dengan hasil tidur yang dinilai dengan kuesioner, sehingga kelembapan yang lebih tinggi dikaitkan dengan kualitas tidur yang lebih rendah dan lebih banyak rasa kantuk pada siang hari. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian berdasarkan kuesioner mungkin kehilangan hubungan penting yang mudah dideteksi oleh pengukuran objektif mengenai tidur. Ini tidak mengherankan, mengingat manusia tidak sadar akan diri sendiri dan lingkungannya selama sebagian besar periode tidurnya.
Selain itu, sebagian besar peserta penelitian menilai tingkat kelembapan, suhu, dan kebisingan di kamar tidur “tepat” terlepas dari tingkat paparan sebenarnya.
Kata para peneliti, kita terbiasa secara subjektif terhadap lingkungan kamar tidur kita dan merasa tidak perlu memperbaikinya. Padahal, kenyataannya tidur kita mungkin terganggu malam demi malam sebagaimana dibuktikan oleh ukuran objektif tidur yang digunakan dalam penelitian.
Perlu lebih banyak penelitian mengenai intervensi yang dapat meningkatkan efisiensi tidur dengan mengurangi paparan terhadap faktor-faktor yang mengganggu tidur ini. Misalnya dengan membiarkan pintu kamar terbuka untuk menurunkan kadar CO2 dan menggunakan jendela tiga panel untuk mengurangi kebisingan.