Ada beberapa faktor penyebab depresi prenatal dan postpartum pascabanjir, yang dapat meliputi:
Paparan banjir dan trauma stres langsung
Ketika banjir terjadi, banyak ibu hamil yang mengalami kehilangan rumah, harta benda, anggota keluarga, atau rasa aman akan masa depan. Situasi seperti ini menempatkan tubuh dan pikiran pada keadaan waspada terus-menerus terhadap ancaman, yang meningkatkan risiko stres akut. Stres ini kemudian bisa berkembang menjadi depresi, terutama jika tidak ditangani.
Selain itu, penelitian yang meneliti efek banjir besar pada ibu hamil menemukan bahwa paparan terhadap banjir secara langsung berkaitan dengan gejala depresi yang lebih tinggi selama kehamilan maupun setelahnya. Sebagian besar ibu yang mengalami banjir mengalami tekanan emosional yang berdampak pada kesejahteraan mental secara keseluruhan.
Kondisi banjir juga seringkali memicu rasa kehilangan kontrol, baik terhadap lingkungan maupun terhadap rencana kehamilan, yang memperdalam perasaan tertekan. Ini penting karena gangguan kontrol dan rasa tidak aman adalah prediktor kuat bagi timbulnya gangguan depresi perinatal.
Gangguan dalam akses layanan kesehatan
Banjir besar sering menyebabkan fasilitas kesehatan padam, jalan terputus, dan layanan antenatal serta posyandu terganggu. Ketika kunjungan rutin ke bidan atau dokter terhambat, ibu hamil kehilangan kesempatan untuk mendapatkan dukungan medis dan psikologis yang sangat dibutuhkan saat masa kehamilan atau nifas.
Kurangnya akses ini bukan hanya soal pemeriksaan fisik, tetapi juga penyuluhan dan skrining kesehatan mental, yang biasanya rutin dilakukan. Tanpa deteksi dini, gejala stres dan depresi bisa berkembang tanpa penanganan yang tepat.
Ditambah lagi, keterbatasan akses layanan kesehatan juga menghambat kemampuan keluarga untuk mendapatkan dukungan medis darurat. Ini bisa meningkatkan kecemasan dan perasaan tidak berdaya, dua faktor yang berkontribusi besar terhadap depresi.
Tekanan finansial dan kehilangan dukungan sosial
Terdampak banjir bisa menghancurkan sumber penghasilan. Contohnya lahan pertanian terendam, usaha kecil rusak, serta biaya pemulihan yang tinggi. Ketidakstabilan ekonomi ini memberi tekanan tambahan pada ibu hamil yang mungkin sudah berjuang dengan perubahan fisik dan emosional kehamilan.
Di sisi lain, jaringan dukungan sosial, seperti keluarga, teman, dan masyarakat, yang biasanya menjadi sandaran ibu hamil dan ibu baru bisa terguncang akibat bencana. Ketika sistem dukungan ini melemah, ibu menjadi lebih rentan terhadap perasaan kesepian, cemas, dan depresi.
Studi juga menunjukkan bahwa tingkat dukungan sosial yang rendah berkaitan erat dengan gejala depresi postpartum yang lebih tinggi setelah terkena bencana, yang menegaskan pentingnya hubungan sosial dalam menjaga kesejahteraan mental ibu baru.