Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
pixabay.com/nastya_gepp

Bicara tentang gangguan makan, kebanyakan orang tahunya cuma anoreksia dan bulimia. Padahal, jenisnya cukup banyak. Salah satunya adalah sindrom ruminasi (rumination syndrome atau rumination disorder).

Sindrom ruminasi didefinisikan sebagai perilaku memuntahkan makanan yang penyebabnya bukan karena gangguan pencernaan.

Dilansir laman Cleveland Clinic, perilaku ruminasi bisa disertai serdawa dan biasanya tidak melibatkan sensasi mual. Dalam beberapa kasus, orang-orang dengan sindrom ruminasi tidak bermaksud untuk memuntahkan makanan secara sengaja dan tidak mengalami sakit perut.

Karena jarang didengar, yuk, kenali gangguan makan ini lebih lanjut!

1. Sindrom ruminasi vs penyakit asam lambung

pixabay.com/un-perfekt

Karena gejala yang mirip, sindrom ruminasi kerap dikira penyakit asam lambung atau gastroesophageal reflux disease (GERD).

Mengutip Healthline, gejala utama dari sindrom ruminasi adalah regurgitasi (keadaan cairan yang naik ke atas lambung) berulang dari makanan yang tidak tercerna. Biasanya kondisi ini tejradi antara 30 menit hingga 2 jam setelah makan. Orang dengan sindrom regurgitasi muntah setiap hari dan biasanya setelah makan.

Bedanya dengan GERD, saat asam lambung naik, ada sensasi terbakar di dada dan mulut terasa asam. Lalu, makanan tak selalu naik ke kerongkongan. Kalaupun terjadi, rasanya asam atau pahit, beda dengan kasus sindrom ruminasi.

Selain itu, GERD lebih sering dialami pada malam hari, khususnya pada orang dewasa. Sementara, sindrom ruminiasi terjadi sesaat setelah makanan dicerna. Dan pastinya gangguan makan ruminasi tidak bisa diobati dengan pengobatan asam lambung.

2. Penyebab dan faktor risiko seseorang mengalami sindrom ruminasi

Editorial Team

Tonton lebih seru di