Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret polisi Republik Indonesia.
ilustrasi polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Intinya sih...

  • Lebih dari 90 persen polisi di Jawa Timur memiliki AIP tinggi, penanda kuat risiko aterosklerosis, menurut temuan studi.

  • Stres kronis, jadwal tidak teratur, dan pola hidup kurang sehat berkontribusi terhadap peningkatan risiko tersebut.

  • Pemeriksaan kesehatan rutin bagi polisi mungkin tidak cukup hanya mengandalkan profil lipid standar. Indeks gabungan dapat memberikan gambaran risiko yang lebih akurat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tugas menjaga keamanan sering kali menuntut aparat kepolisian bekerja dalam tekanan yang lebih tinggi. Jadwal kerja yang tidak menentu hingga paparan situasi berisiko tinggi dapat membuat tubuh terus berada dalam mode siaga. Kondisi ini tidak hanya melelahkan secara mental, tetapi perlahan menggerogoti kesehatan jantung.

Sebuah penelitian dari Universitas Airlangga dan RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, memberi gambaran yang lebih jelas. Dalam studi yang melibatkan 3.308 anggota kepolisian Jawa Timur, terungkap temuan mengejutkan, bahwa 91 persen polisi memiliki nilai Atherogenic Index of Plasma (AIP) kategori tinggi, angka yang menunjukkan risiko besar terjadinya aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah arteri.

AIP merupakan indikator laboratorium yang menilai keseimbangan antara trigliserida dan HDL. Ketika AIP tinggi, artinya tubuh menyimpan lebih banyak lemak berbahaya yang berpotensi memicu penyakit jantung. Dalam berbagai studi populasi besar, AIP terbukti berkaitan dengan peningkatan risiko serangan jantung dan penyakit arteri koroner.

Risiko muncul dari stres kerja dan gaya hidup

Hampir semua polisi dalam studi tersebut bekerja dalam kondisi yang memadukan stres fisik dan mental berkepanjangan. Jam kerja panjang dan tidak beraturan menyebabkan waktu makan tidak konsisten, sering memilih makanan cepat saji, serta tidur kurang berkualitas. Kondisi ini kemudian memicu serangkaian gangguan metabolik, mulai dari tekanan darah tinggi hingga gula darah meningkat.

Berikut ini temuan studi tersebut.

Dari total anggota polisi yang ikut serta dalam penelitian, mayoritas adalah laki-laki. Sebagian besar berusia 36–65 tahun, dengan usia rata-rata 51,6 tahun.

Sekitar 70 persen peserta mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Hampir 70 persen juga memiliki kadar gula darah puasa tinggi.

Setengah dari seluruh peserta mengalami hipertensi yang tidak terkontrol, dan ini terjadi pada laki-laki maupun perempuan dalam proporsi yang hampir sama.

Pada peserta dengan hipertensi, baik terkontrol maupun tidak, ditemukan bahwa:

  • Sebanyak 84 persen memiliki kadar low-density lipoprotein (LDL)/kolesterol jahat tinggi.

  • Sebanyak 67,5 persen mengalami overweight atau obesitas.

  • Sebanyak 55 persen memiliki kadar trigliserida tinggi.

Mayoritas polisi laki-laki memiliki trigliserida tinggi (≥150 mg/dL), sementara lebih banyak polisi perempuan yang memiliki kadar trigliserida normal.

Temuan penting lainnya mencakup tingginya kadar LDL, kolesterol total, trigliserida, serta AIP kategori risiko tinggi.

Sebanyak 91 persen peserta berada di kelompok AIP berisiko tinggi.

Meski begitu, sebagian besar peserta memiliki lingkar pinggang normal dan kadar high-density lipoprotein (HDL)/kolesterol baik normal.

Ketika para peneliti menganalisis hubungan antara karakteristik dasar peserta dan parameter laboratorium terhadap AIP, ditemukan korelasi signifikan dengan:

  • Jenis kelamin.

  • Usia.

  • Kadar HDL yang lebih rendah.

  • Tingginya kadar trigliserida, LDL, dan gula darah puasa.

Temuan studi tersebut sejalandengan literatur global bahwa profesi kepolisian termasuk salah satu pekerjaan dengan risiko kesehatan kardiovaskular tertinggi. Paparan stres kronis terbukti meningkatkan tekanan darah, memengaruhi ritme sirkadian, mengganggu metabolisme gula, dan memperburuk profil lipid.

Selain itu, penelitian internasional menunjukkan polisi memiliki prevalensi yang lebih tinggi untuk hipertensi, diabetes tipe 2, dan dislipidemia dibanding populasi umum.

Indeks gabungan lipid: prediktor baru yang lebih sensitif

ilustrasi polisi (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Studi ini menggunakan empat indeks gabungan lipid, yaitu Atherogenic Index (AI), Lipoprotein Combine Index (LCI), Castelli Risk Index I (CRI-I), dan Castelli Risk Index II (CRI-II). Hasilnya, keempat indeks tersebut berkorelasi kuat dengan AIP, yang berarti dapat menjadi alat skrining yang lebih sensitif dibanding hanya melihat kolesterol total.

Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan indeks-indeks ini mampu memprediksi risiko penyakit jantung dan tingkat keparahannya:

  • CRI-I dan CRI-II sebagai prediktor penyakit arteri koroner.

  • LCI terkait dengan kejadian acute coronary syndrome.

  • AI berkaitan dengan resistansi insulin dan sindrom metabolik.

Ini berarti pemeriksaan kesehatan rutin bagi polisi mungkin tidak cukup hanya mengandalkan profil lipid standar. Indeks gabungan dapat memberikan gambaran risiko yang lebih akurat, terutama untuk kelompok profesi dengan tekanan tinggi.

Para peneliti mendorong adanya program skrining komprehensif dan berkelanjutan di lingkungan kepolisian.

Pendekatan gaya hidup juga perlu menjadi bagian dari kebijakan institusi, termasuk edukasi nutrisi, akses fasilitas olahaga, manajemen stres, pengaturan shift agar ritme tidur lebih stabil, dan program berhenti merokok. Hal ini penting karena banyak risiko terbukti dapat ditekan melalui perubahan gaya hidup.

Studi terhadap ribuan polisi di Jawa Timur memperlihatkan bahwa stres kerja berkepanjangan dan pola hidup tidak stabil membuat mereka menjadi kelompok dengan risiko tinggi penyakit jantung. Dengan AIP tinggi pada lebih dari 91 persen peserta dan temuan kuat dari indeks gabungan lipid, deteksi dini diperlukan. Kesehatan aparat adalah bagian dari keamanan publik. Menjaga mereka tetap sehat berarti menjaga masyarakat terlindungi dengan baik.

Referensi

"Stres dan Pola Hidup Polisi di Jawa Timur Terkait Risiko Penyakit Jantung." Universitas Airlangga. Diakses November 2025.

Muhammad, R. R., Ardiana, M., Lamara, A. D., & Perdana, M. G. (2025). "Novel atherogenic combined indices correlate as predictors of atherosclerosis among a large population of police officers in East Java, Indonesia." Multidisciplinary Science Journal, 8(4), 2026232. https://doi.org/10.31893/multiscience.2026232

Yijun Zhang et al., “Elevated Atherogenic Index of Plasma Increased the Risk of Myocardial Infarction in a General Population,” Annals of Epidemiology 90 (November 17, 2023): 1–8, https://doi.org/10.1016/j.annepidem.2023.11.002.

Shabnam Niroumand et al., “Atherogenic Index of Plasma (AIP): A Marker of Cardiovascular Disease,” July 25, 2015, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4715400/.

N. Magnavita et al., “Work-related Stress as a Cardiovascular Risk Factor in Police Officers: A Systematic Review of Evidence,” International Archives of Occupational and Environmental Health 91, no. 4 (January 17, 2018): 377–89, https://doi.org/10.1007/s00420-018-1290-y.

Sarah L. Chellappa et al., “Impact of Circadian Disruption on Cardiovascular Function and Disease,” Trends in Endocrinology and Metabolism 30, no. 10 (August 16, 2019): 767–79, https://doi.org/10.1016/j.tem.2019.07.008.

Philippe Gendron et al., “Cardiovascular Health Profile Among Québec Male and Female Police Officers,” Archives of Environmental & Occupational Health 74, no. 6 (May 4, 2018): 331–40, https://doi.org/10.1080/19338244.2018.1472063.

Editorial Team