Demam berdarah (DB/DBD) masih menjadi ancaman serius di negara tropis seperti Indonesia. Penularannya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti membuat penyakit ini sulit dikendalikan.
Menurut data Kementerian Kesehatan, terdapat lebih dari 140 ribu kasus DBD pada tahun 2023, dengan ribuan kematian yang tercatat. Hingga pertengahan 2024, angka ini terus meningkat.
Walaupun sebagian besar pasien DB hanya mengalami demam ringan, tetapi sebagian lainnya dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue (dengue hemorrhagic fever/DHF) atau dengue shock syndrome (DSS), kondisi berat yang bisa berujung fatal.
Salah satu faktor yang menentukan parah tidaknya DB adalah cara sistem imun bereaksi terhadap virus dengue. Saat tubuh melawan infeksi, sel-sel imun seperti makrofag dan limfosit T melepaskan sitokin, yaitu senyawa yang memicu peradangan.
Dua sitokin penting dalam proses ini adalah interleukin-1 beta (IL-1β) dan interleukin-18 (IL-18). Keduanya memang berfungsi untuk membantu tubuh melawan infeksi, tetapi jika diproduksi terlalu banyak, peradangan bisa menjadi berlebihan dan justru merusak tubuh sendiri, kondisi yang dikenal sebagai badan sitokin atau cytokine storm.
