TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta BDSM, Bukan Hanya soal Seks dan Kekerasan tapi Ada Maknanya

Salah kaprah dimulai dari 50 Shades of Grey

sexandpsychology.com

Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Ketahanan Keluarga muncul pada daftar Prolegnas prioritas 2020. Setelah menelaah isinya, berbagai kritik negatif langsung dilontarkan ke RUU yang dianggap terlalu mencampuri privasi keluarga dan masalah rumah tangga.

Sebut saja, salah satunya adalah perihal perilaku dinamika sosial seperti "BDSM" yang tercantum pada:

  • Pasal 26 ayat 2(b) yang mengatur kegiatan reproduksi dan seksual yang sehat tanpa "penyimpangan sosial", serta
  • Pasal 85 yang mengatur berbagai aktivitas "penyimpangan sosial" dan salah satunya adalah BDSM.

Anggota DPR dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga pengagas RUU Ketahanan Keluarga, Dr. Ali Taher Parasong, menyatakan adanya keterkaitan antara BDSM dengan kejadian seorang suami membunuh istrinya di Bengkulu.

Bagi Ali, BDSM bukanlah bentuk cinta, melainkan penyimpangan seksual karena cinta diekspresikan dengan kasih sayang dan pengertian.

Unch, so sweet...

silviafalcomer.com

Kritik paling vokal muncul dari praktisi BDSM yang mengatakan bahwa RUU Ketahanan Keluarga didasarkan pada pseudosains, atau sains semu yang tidak kuat dasarnya. Alih-alih melindungi, RUU ini malah berpotensi salah tangkap dan salah tafsir.

Pada dasarnya, kegiatan seksual didasari oleh kenikmatan kedua belah pihak. BDSM pun menjunjung hal yang sama!

BDSM adalah dinamika perilaku seksual yang didasari oleh kesadaran penuh dari dua belah pihak. Menurut penjelasan dari ahli seksologi dan terapis seks, Lola Jean, BDSM sendiri merujuk pada 3 hal utama:

  • Bondage and Discipline:
    Keadaan di mana satu orang mengambil peran sebagai pengekang pasangannya, beserta dengan segala peraturan dan hukuman.
  • Dominance and Submission:
    Keadaan di mana satu orang mengambil peran yang lebih dominan untuk mengatur pasangannya dalam segi fisik, emosi, dan keduanya.
  • Sadism and Masochism:
    Keadaan di mana seseorang merasakan kenikmatan seksual yang datang dari rasa sakit tertentu.

Untuk meluruskan kepahaman tentang kasus pembunuhan di Bengkulu dengan BDSM, inilah fakta-fakta mengenai BDSM yang sering menjadi suuzan di kalangan masyarakat Indonesia.

Jangan salah paham lagi, ya!

1. Fantasi BDSM itu hal yang sehat

(Ilustras) stephaneleludec.fr

Antara aneh atau malu untuk mengakuinya, ahli seksologi dan terapis seks, Dr. Michael Aaron, mengatakan bahwa beberapa orang sebenarnya memiliki "fantasi" mereka sendiri. Hanya saja, masyarakat saling menganggap kalau hanya segelintir orang yang memilikinya.

Hal mencengangkan datang dari survei pada 2014 yang dimuat dalam Journal of Sexual Medicine yang memaparkan seberapa "liar" fantasi erotis seseorang. Hasilnya, mayoritas peserta survei, baik pria dan wanita, memiliki "fantasi" untuk didominasi baik secara emosi dan jasmani.

Pakar hubungan seksual, Stephanie Hunter Jones, mengerti dan mendukung pernyataan  Dr. Michael. Jones menceritakan bagaimana orang-orang menganggapnya aneh setelah mengetahui "fantasi" yang ia miliki.

Padahal hal tersebut normal. Ia kemudian menekankan bahwa "fantasi" seksual tersebut membuktikan bahwa kamu adalah pribadi yang sehat!

Baca Juga: Khusus Pria, Ini 7 Tip Bercinta yang Penuh Nafsu dan Membakar Gairah

2. Sexual Aftercare penting dalam hubungan BDSM

pexels/ lucas souza

Jean mengatakan bahwa pasangan tidak boleh egois setelah melakukan BDSM. Sexual aftercare, atau waktu yang diluangkan setelah kegiatan seksual, amat dibutuhkan.

Jadi, setelah BDSM yang intens, jangan main pergi saja! Sexual aftercare disarankan untuk mengetahui kepuasan pasangan serta kesempatan untuk lebih mengerti pasangan satu sama lain.

Dengan ini, kepedulian dan keharmonisan malah meningkat tajam. Demikian, setelah BDSM, kamu mungkin ingin duduk berduaan dengan pasanganmu di sofa, lalu berbicara dari hati ke hati mengenai aktivitas "manja" nan menegangkan yang baru saja kalian lakukan.

3. BDSM berakar dari kenikmatan

Ilustrasi BDSM. Unsplash.com/Artem Labunsky

Saat mendengar BDSM, tidak aneh jika beberapa orang mengernyitkan dahi seraya berkata,

Ih, sadis! Main pecut dan borgol aja.

Bukan begitu. BDSM yang sehat membuahkan kenikmatan. Justru, jika praktik BDSM terlalu jauh sampai ke penganiayaan seksual, di situlah hal menjadi salah. Jadi, perlu diingat, BDSM itu bukan mengampanyekan kekerasan ya.

Jean mengatakan bahwa pasangan yang melakukan BDSM telah menetapkan "batasan" di mana tahu mana yang nikmat, dan mana yang sakit. Jadi, bukan hanya main pecut, main ikat, atau main injak saja. Pasangan perlu tahu batasan di mana yang tersayang malah merasa teraniaya.

4. BDSM meningkatkan komunikasi antar pasangan

the-quirky.com

Orang-orang menganggap bahwa dalam BDSM, seseorang harus terus tunduk dan menjadi yang teraniaya. Lumrah, apalagi jika pemahaman masyarakat pada BDSM sudah dibuyarkan oleh misrepresentasi media.

Pakar seks dan pendiri produsen produk kecantikan Booty Parlor, Dana B. Myers, tidak membenarkan hal tersebut. Faktanya, Dana mengatakan bahwa peran dalam BDSM bisa diubah-ubah sesuai dengan mood.

Jadi, yang dominan tidak selalu dominan, dan si masokhis tidak selalu yang disakiti. Mendukung pernyataan Lola Jean, Myers mengatakan bahwa sebelum memulai BDSM, ada baiknya pasangan berdiskusi siapa mengambil peran apa dan batasan di mana rasa nikmat berubah menjadi rasa sakit.

(Ilustrasi BDSM) unsplash.com/Artem Labunsky

Tidak hanya merasa dipedulikan, "diskusi manja" tersebut membangun pondasi komunikasi yang lebih kuat untuk para pasangan.

Bukan tidak mungkin, kedua insan akan semakin terbuka dan semakin giat untuk mencari peran dan role-play yang menjadi "bumbu rahasia" dalam biduk rumah tangga.

Baca Juga: Kenali 7 Mitos tentang BDSM, Benarkah Berhubungan Seks dengan Kasar?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya