TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

10 Pemicu Seseorang Takut Melihat Badut

Tag teman kamu yang takut badut...

news.okezone.com

Beberapa orang mungkin mengidap coulrophobia atau ketakutan berlebih pada badut. Tapi agaknya kita semua setuju kalau badut itu memang kelihatan seram, sih ya. Logisnya, badut sebenarnya cuma orang yang pakai make up dan baju-baju konyol. Niatnya untuk menimbulkan kesan humoris dan lucu, ternyata justru kesan seram yang ditampilkan.

Pernah gak kalian menerka kenapa banyak dari kita yang takut sama badut? Dilansir Psychology Today, setidaknya ada 10 alasan kenapa badut itu justru nyeremin bagi kebanyakan orang

10. Senyum Badut Tidak Natural.

e-verse radio

Sebagian orang merasa aneh bahwa badut itu selalu senyum dan lebar pula senyumannya, ditambah mereka suka pakai gincu merah di sekeliling wilayah mulut dan bibir. Secara sadar, otak kita merekam bahwa senyuman yang dibuat oleh badut-badut itu palsu dan menakutkan. Artis Hollywood kawakan Johny Depp bahkan mengaku pernah punya riwayat masa kecil yang sangat buruk mengenai badut.

Senyum badut yang terkesan palsu membuat banyak dari kita merasa tidak nyaman. Fakta jika kita tidak tahu bahwa orang yang bertindak sebagai badut itu benar-benar menunjukkan emosi bahagia dengan senyumannya atau tidak.

9. Mereka Susah Ditebak.

youtube

Identitas badut adalah mereka suka banget melakukan hal-hal yang jauh di luar perilaku normal sebagai bagian dari komedinya. Di taman hiburan kita temui kalau badut suka banget ngagetin pengunjung, atau tiba-tiba di satu momen mereka nyiram kita pakai air yang keluar dari hiasan di bajunya. Nah fakta ini memberikan sugesti kepada kita kalau badut itu gila dan berinteraksi dengan mereka hanya akan bikin diri kita kesal.

8. Adanya Rasa Takut Akan Sesuatu yang Tidak Dikenal.

smithsonian magazine

Dr Penny Curtis dari Universitas Sheffield menyadari kalau rumah sakit anak di Inggris memajang lukisan-lukisan badut di tembok bangunannya, termasuk di dalam bangsal. Dr Curtis kemudian survei 250 anak di rumah sakit tersebut dari usia 4 sampai 16 tahun mengenai apa yang mereka pikirkan tentang lukisan-lukisan tadi. Hasilnya, 87% dari mereka merasa kalau lukisan-lukisan badut tersebut justru membuat mereka takut.

Singkatnya, melihat lukisan badut tidak sama seperti melihat lukisan potret manusia atau pemandangan alam. Contohnya ketika kita melihat lukisan kucing. Kita sepenuhnya sadar tentang apa itu kucing dan hal-hal yang dilakukannya. Tetapi ketika melihat lukisan badut, kita kesulitan untuk mendefiniskan apa itu badut.

Image mereka memberikan otak kita sesuatu yang abstrak untuk dikategorikan. Efeknya seperti ketika kita membayangkan potret alien dan definisi abstrak tersebut menuntun otak untuk berpikir, bahwa badut merupakan sesuatu yang harus dihindari atau ditakuti.

7. Rasa Simpati yang Salah.

daily telegraph

Dalam buku New Ideas in Psychology, seorang periset bernama Francis McAndrew mengondisikan suatu studi mengenai rasa takut akan sesuatu. Studi ini menguji stimuli yang ada dalam kondisi psikis seseorang tentang apa itu “takut”. McAndrew mendefiniskan kalau sebenarnya perasaan “ketakutan” dikategorikan sebagai alarm diri atau natural instinct ketika diri kita merasa sedikit terancam tapi tidak mampu untuk melarikan diri.

Hubungannya dengan badut adalah McAndrew menggarisbawahi perasaan kurang nyaman dan gugup ketika melihat, bertemu atau berada di sekitar badut diakibatkan oleh kita yang mengabaikan natural instinct untuk segera menjauh dari badut. Karena kita ingin menunjukkan perilaku sopan kepada si badut dengan tidak melarikan diri. Tetapi efeknya, kita malah semakin merasa takut.

6. Histeria Massal

bbc

2016 lalu fenomena “killer clown” heboh dan merayap hingga platform media sosial video seperti Youtube dan Vine. Dalam video-video yang diunggah di media sosial tersebut, badut-badut menyeramkan itu memang hanya berdiri bermaksud untuk mengerjai yang lainnya tapi dalam studi sosiologi dan psikologi.

Hal ini menimbulkan mass hysteria atau histeria massal. Histeria massal merupakan suatu fenomena di mana ilusi yang diciptakan seseorang atau grup dicap sebagai sebuah ancaman. Tidak peduli seberapa tidak logisnya ketakutan yang ditimbulkan, hal tersebut menuntun kepada rasa panik berskala besar.

5. Budaya Populer.

slate

Fear atau rasa takut itu punya dua tipe. Pertama innate fear atau rasa takut bawaan (contohnya takut akan ketinggian, takut akan ruangan sempit), dan yang kedua adalah learned fear atau rasa takut yang datang dari hal yang telah kita ketahui faktanya.

Contoh dari learned fear ini adalah kasus John Wayne Gacy. Kenal siapa Gacy ini? John Wayne Gacy adalah seorang kriminal dan pembunuh berantai yang suka sekali berpakaian seperti badut di waktu luangnya sembari mencari korban. Setelah kasus Gacy ini, masyarakat tersugesti bahwa image badut lekat dengan murderous intent (keinginan untuk membunuh) atau nafsu jahat lainnya.

Selain kasus Gacy, sepertinya kita memang tersugesti oleh hal lain. Apa lagi kalau bukan film? Banyak film khususnya genre horor dan thriller menyajikan tokoh badut sebagai tokoh utama antagonis. Tak jarang karakternya tanpa belas kasihan. Sudah nonton serial dua episode “IT” yang diadaptasi dari novel Stephen King yang berjudul sama? Atau sudah nonton “Poltergeist”? Dua film tersebut lebih dari mampu untuk meyakinkan alam bawah sadar kita bahwa image badut sangatlah ruthless atau kejam.

4. Trauma Masa Kecil.

youtube

Pada film dokumenter milik National Geographic, memperlihatkan bagaimana kenangan buruk semasa kecil terhadap badut mampu membuat si anak menderita coulrophobia hingga usia 40 tahun. Biasanya trauma seperti ini datang ketika si anak mengunjungi pesta ulang tahun atau sirkus di mana terdapat badut-badut pada eventnya. Trauma seperti ini juga bisa datang ketika image badut yang ditampilkan di depan si anak tidak sesuai dengan apa yang ia bayangkan atau baca dari buku.

3. Konsep Inferioritas dan Superioritas.

10news

Sepanjang sejarah, maksud dari eksistensi badut ini adalah untuk menolong dan membangkitkan self-esteem (harga diri) para spektator atau yang menikmati pertunjukannya. Karakter badut di desain untuk ditertawakan karena bertindak konyol dan bodoh.

Hal tersebut dalam beberapa kasus menimbulkan ego boost bagi sebagian orang. Membuat mereka cenderung bertingkah superior dengan rasa humor terhadap orang yang menurut mereka memiliki tingkah yang tidak normal atau bodoh dan disebut superiority complex. Mereka yang memiliki kompleksitas ini cenderung tidak stabil secara mental.

Menurut Greater Good, alasan mengapa kita merasa tidak nyaman berada di dekat badut adalah karena kita tidak membutuhkan rasa humor akibat melihat seseorang bertingkah bodoh, seperti yang sering dilakukan badut.

2. Badut Memang (Sudah) Tidak Lucu.

reuters

Responden dari NPR, Linda Rodriguez McRobbie, mengatakan bahwa ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh image badut adalah karena kita telah mengalami perubahan kultural pada frasa ‘lucu’. Mungkin di tahun 1940 komedi dengan badut di dalamnya sangatlah lucu.

Tetapi semenjak tahun 1980-an, lagi-lagi setelah budaya populer film “IT” dan “Poltergeist”, masyarakat kemudian tidak lagi melabeli badut dengan image “lucu” atau “humoris”. Hal ini pula yang memberikan kontribusi pada fakta bahwa kita sulit tertawa di sekitar badut atau jika kita melihat badut. Simply karena kita tidak beranggapan bahwa mereka lucu.

Verified Writer

Hanifah Pramesti

Hmm- Let me think...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya