TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gawat Jika Anak Diperlakukan Seperti Ini, Berpotensi Jadi Psikopat

Ada lima yang membuat seseorang menjadi psikopat. Hati-hati selama mengasuh anak...

CNN

Psychopathy merupakan bentuk gangguan kepribadian (personality disorder). Psychopathy diidentifikasi dari kondisi penderita dengan melihat beberapa hal seperti sisi afektif, interpersonal dan kecenderungan perilaku. Dari sisi afektif, menurut Society for the Scientific Study of Psychopathy, psikopat atau mereka yang menderita gangguan psychopathy tidak memiliki rasa bersalah dan empati. Mereka juga tidak memiliki keterikatan emosional dengan orang lain. Dari sisi interpersonal, seorang psikopat cenderung memiliki sifat narsistik/narsisme serta menunjukkan perilaku impulsif yang berhubungan dengan kekerasan dan antisosial.

Psikopat tidak sama dengan sosiopat meski keduanya sama-sama digolongkan sebagai Antisocial Personality Disorder (ASPD). Seorang psikopat berada di level yang lebih berbahaya dibandingkan sosiopat, dan dapat digolongkan sebagai penderita gangguan kejiwaan (mental illness).

Penyebab seseorang menderita psychopathy memang masih menjadi perdebatan, tetapi banyak psikiatri meyakini bahwa penyebab psychopathy merupakan kombinasi dari beberapa hal yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama hingga mampu mempengaruhi seseorang menjadi psikopat, seperti di bawah ini:

1. Pola Asuh yang Mengikutsertakan Kekerasan.

crosswalk.com

Kesalahan pola asuh saat masih usia dini, menurut studi yang dilansir dari Healthyplace, sangat memengaruhi apakah seseorang akan tumbuh menjadi psikopat atau tidak ketika ia dewasa nanti. Mereka yang mengalami pola asuh kasar, diikuti kekerasan fisik serta verbal akan membuat anak tumbuh menjadi liar serta tidak dapat mentoleransi hal-hal kecil dan melampiaskannya dengan kekerasan.

Dr Harry Croft dari San Antonio Psychiatric Research Center juga mengatakan bahwa anak-anak yang mengalami banyak punishment secara terus menerus memiliki peluang besar untuk tumbuh menjadi seorang psikopat ketika dewasa nanti. Kita harus ingat bahwa perilaku violent yang berulang tanpa menunjukkan adanya rasa bersalah merupakan ciri utama seorang psikopat.

2. Faktor Genetik

pinterest

Philip Hunter dari The European Molecular Biology Organization, mengatakan bahwa perilaku psikopat bisa diturunkan dari gen orangtua kepada anaknya. Ayah atau ibu yang menderita psychopathy memiliki peluang lebih banyak untuk menurunkan sifat psikopat kepada sang anak dibandingkan dengan faktor lingkungan atau kondisi psikologi si anak.

Hal ini juga didukung oleh pernyataan Richard Wiebe dari Fitchburg State College di Amerika Serikat. Wiebe mengatakan bahwa ada hubungan antara gen orangtua dengan pembentukan neuron otak bayi hingga menuntun perilaku anak menjadi psikopat.

Di antara semua faktor yang dapat membentuk seseorang menjadi psikopat, faktor genetik merupakan yang paling diyakini menjadi alasan seseorang menjadi psikopat. Faktor biologis genetik ini, menurut Wiebe, juga memiliki keterkaitan dengan sistem emosi anak yang orangtuanya adalah psikopat.

Anak-anak keturunan psikopat biasanya sudah lebih dulu memiliki symptom utama psikopat yakni tidak berfungsinya startle reflex atau gagalnya sistem saraf mereka untuk merespon hal-hal yang dianggap menakutkan bagi orang-orang normal.

Anak-anak keturunan psikopat tidak akan memberikan reaksi kaget atau takut jika diberikan gambar sebuah mayat atau hal lain yang menakutkan, karena sistem saraf tidak mendeteksi gambar yang menurut otak mereka menakutkan.

Lebih bahaya lagi, absennya startle reflex dapat membuat anak-anak keturunan psikopat tersebut tidak mengerti hal-hal yang ternyata salah di mata hukum ataupun perilaku lain yang secara moral tidak etis dilakukan. Akhirnya symptom psikopat lainnya muncul lebih banyak, seperti tidak adanya rasa tanggung jawab dan empati, serta hilangnya ikatan emosional dengan orang lain.

3. Kondisi Psikologi yang Tidak Normal.

wall.alphacoders.com

Seorang psikopat biasanya memiliki sisi psikologi yang jauh berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Mereka lebih cenderung untuk mempunyai ketertarikan berlebih pada satu hal, hingga melebihi batas kewajaran. Bahaya rasa tertarik yang berlebihan ini menimbulkan titik fokus psikopat hanya berpaku pada satu hal yang menjadi goal mereka. Itu membuatnya berusaha melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan tersebut. Termasuk menyakiti orang lain, memanipulasi atau berbohong terus menerus.

Dalam serial kriminal Amerika Serikat berjudul Dexter, digambarkan tokoh utama bernama Dexter Morgan yang senang membunuh binatang kecil dan serangga ketika masih di bangku sekolah dasar. Ia menikmati bagaimana hewan-hewan yang ia bunuh menderita sejenak sebelum akhirnya mati. Rasa tertarik akan sakit yang dialami mahluk hidup lain ini akhirnya menjadi kebutuhan bagi Dexter hingga ketika ia dewasa.

Keinginan membunuh yang dilakukannya tidak hanya kepada hewan. Analogi dari segi psikis yang sama juga terjadi pada mereka yang menderita psychopathy. Kecenderungan untuk tertarik pada satu hal tertentu hingga melebihi batas kenormalan, ditambah absensi dari faktor emosional terhadap orang lain dapat membuat seseorang menjadi psikopat.

4. Tidak Berfungsinya Bagian Otak Amygdala.

collider

Fungsi otak memang sangat diperlukan bagi perkembangan individu. Namun Clara Moskowitz dari Live Science menjelaskan kalau psikopat memiliki cara kerja otak yang berbeda. Melalui brain scan dari penderita psychopathy ia menemukan bahwa sistem paralimbik mereka, yaitu bagian otak yang memproses respon emosional, mengalami gangguan.

Pada psikopat, fungsi amygdala atau area otak yang terkait dengan sensasi ketakutan, kurang mengalami aktivitas. Kerusakan bagian otak ini menjadikan psikopat kurang peka terhadap rasa takut dan kebal akan emosi serta rasa penyesalan yang hebat. Fungsi amygdala sangat diperlukan untuk menjaga agar individu tetap mengarah kepada perkembangan moral yang mendasar.

Parahnya, hal ini tidak terjadi pada mereka yang psikopat. Tanpa komando internal dari otak, penderita psychopathy bertindak melawan norma dan hukum karena mereka tidak merasakan penyesalan atau tanggung jawab, separah apapun tindakan yang mereka lakukan.

Meski begitu, sistem paralimbik psikopat dapat berfungsi ketika mereka dalam kesulitan atau merasa terpojok. Studi yang dilakukan Dr Meffert dan Professor Keysers dari Netherlands Institute for Neuroscience membuktikan jika sistem paralimbik psikopat bisa difungsikan kembali ketika penderita psychopathy merasa bahwa "empati" diperlukan dalam rencana mereka. Melalui percobaan Dr. Meffert dan Professor Keysers, pasien psikopat yang dijadikan subjek diminta untuk memberi saran setelah menonton video mengenai violent attack.

Hasilnya, jaringan emosional dari otak psikopat menunjukkan aktivitas yang meningkat. Studi Dr Meffert dan Professor Keysers ini mendukung symptom psikopat bahwa kemampuan observasi penderita psychopathy bisa dibilang luar biasa dan mereka sebenarnya mampu untuk "menghidupkan empati" namun hanya untuk tujuan jangka pendek, yakni memanipulasi korban mereka.

Verified Writer

Hanifah Pramesti

Hmm- Let me think...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya