TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Persistent Genital Arousal Disorder, Bikin Seseorang Orgasme Nonstop

Apa rasanya ya terus-terusan orgasme...

pexels.com/Craig Adderley

Di saat ada perempuan yang sulit mengalami orgasme, tapi pada beberapa kasus ada juga, lho, yang malah tak bisa berhenti orgasme. Istilah medis kondisi ini adalah gangguan rangsangan genital persisten atau persistent genital arousal disorder (PGAD).

PGAD membuat seseorang mengalami orgasme meski tanpa rangsangan aktivitas berbau seksual, yang mana ini bisa terjadi sering atau terus-menerus. Untuk memahami kondisi ini, simak terus ulasannya di bawah ini sampai habis.

1. PGAD dilaporkan lebih sering terjadi pada perempuan

pexels.com/Engin Akyurt

Menurut sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal “Pain Reports” yang terbit tahun ini, PGAD dikatakan lebih sering terjadi pada perempuan dengan kisaran usia 11-70 tahun, meski bisa juga memengaruhi perempuan di segala usia.

Dilansir Healthline, walaupun lebih sering terjadi pada perempuan, tetapi kondisi ini juga bisa dialami laki-laki. Pada laki-laki, kondisi ini dikenal sebagai priapism, yaitu ereksi yang berlangsung beberapa jam atau lebih tanpa ada rangsangan seksual yang membuat penis ereksi.

Perempuan dengan PGAD cenderung mengalami orgasme secara spontan. Gejalanya muncul tanpa didahului stimulasi seksual.

Gejala PGAD sendiri ditandai dengan serangkaian sensasi terus-menerus yang tidak nyaman di area genital wanita seperti vagina, klitoris, labia, bahkan anus. Sensasi yang dirasakan ini dikenal dengan disestesia.

Selain itu, gejala lain yang mungkin ditunjukkan dapat berupa gatal, lembap, merasa ada tekanan di area genital, sensasi terbakar, hingga seperti ditusuk.

Baca Juga: Orgasm Gap, Ini 6 Penjelasan Perbedaan Orgasme Pria dan Perempuan

2. Klimaks dapat meredakan gejala PGAD, tetapi bisa terjadi lagi beberapa saat kemudian

pexels.com/TOPHEE MARQUEZ

Episode gairah intens dapat terjadi beberapa kali dalam sehari hingga berlanjut berminggu-minggu, berbulan-bulan, dan bahkan sampai bertahun-tahun.

Di samping rasa sakit secara fisik, PGAD dapat menyebabkan masalah psikologis akibat dampak yang ditimbulkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Masalah dari segi psikologis yang dapat terjadi berupa depresi, frustrasi, gelisah, merasa kesulitan, merasa bersalah, mengalami serangan panik, sampai gangguan tidur insomnia.

3. Kondisi lain yang berhubungan dengan PGAD

pexels.com/cottonbro

Perlu diingat bahwa PGAD tidak memiliki kaitan dengan hiperseksual, kecanduan seksual, atau peningkatan kebutuhan kepuasaan seksual (nymphomania pada perempuan dan satyriasis pada laki-laki).

Menurut studi dalam “Indian Journal of Psychological Medicine”, dulunya PGAD disebut sebagai persistent sexual arousal syndrome (PSAS). Namun, karena PSAS terkesan mengarah pada konotasi hasrat seksual secara aktif, akhirnya istilah tersebut diubah.

4. Apa penyebab seseorang tak bisa berhenti orgasme?

Pexels.com/Masha Raymers

PGAD dapat dipicu oleh kecemasan, stres, stimulasi seksual, dan masturbasi. Namun, ada juga orang yang mengalami PGAD yang tidak dapat teridentifikasi penyebab pastinya.

Beberapa ahli berpendapat bahwa gangguan tersebut bersifat psikologis. Hal tersebut dikaitkan dengan tingkat stres yang dapat menimbulkan gangguan, yang mana jika stres mereda maka kondisinya akan membaik.

Meski begitu, tidak semua orang yang mengalami PGAD memiliki masalah psikologis. Pasalnya, sebuah kajian ilmiah yang termuat dalam “Sex in the 21st Century” menyiratkan bahwa PGAD justru berhubungan dengan masalah pembuluh darah, hormon, sistem saraf, dan keseimbangan kimiawi setelah mengonsumsi beberapa jenis obat.

Kajian lain dalam “Journal of Sexual Medicine” memperkirakan 66,7 persen hasil MRI menunjukkan penyebab perempuan mengalami gejala PGAD adalah salah satunya karena mengidap kista Tarlov.

PGAD juga bisa merupakan gejala sekunder dari beberapa kondisi medis seperti epilepsi, efek pascaoperasi, trauma pada sistem saraf pusat, dan sindrom Tourette.

5. Diagnosis PGAD

pexels.com/Andrea Piacquadio

Mengutip literatur medis dalam “Journal of Clinical Psychopharmacology” tahun 1989, gejala PGAD pertama kali diungkapkan oleh Jack G. Modell dalam sebuah kajian ilmiah.

Selanjutnya, menurut sebuah laporan dalam “Journal of Sex and Marital Therapy” tahun 2001, seorang profesor dari University of Medicine and Dentistry’s Robert Wood Johnson Medical School, Amerika Serikat, Sandra R. Leiblum mendokumentasikan PGAD dengan lima kriteria diagnosis akurat yang dianggap sebagai satu-satunya kriteria valid hingga saat ini.

Lima kriteria tersebut terdiri dari:

  • Rangsangan kelamin dan klitoris yang tidak disengaja sampai berlanjut selama beberapa jam, hari, atau bahkan bulan.
  • Tidak ada penyebab rangsangan genital persisten yang dapat diidentifikasi.
  • Rangsangan genital tidak terkait dengan hasrat seksual.
  • Sensasi rangsangan genital terus-menerus dan terasa mengganggu serta tidak diinginkan.
  • Setelah satu kali atau lebih mengalami orgasme, sensasinya pada alat kelamin tidak kunjung hilang.

Baca Juga: Ternyata 7 Hal Ini Bisa Picu Orgasme Spontan Tanpa Hubungan Seksual

Verified Writer

Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya