Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

10 Film yang Soroti Bahaya Militer di Ranah Sipil, Mencekam!

The Battle of Chile: Part III (dok. Equipe Tercer Ano/The Battle of Chile: Part III)
The Battle of Chile: Part III (dok. Equipe Tercer Ano/The Battle of Chile: Part III)
Intinya sih...
  • Pengesahan RUU TNI mengulang sejarah kelam Dwifungsi ABRI, mengancam demokrasi dan kebebasan sipil.
  • Film La sombra del caudillo, The Battle of Chile, Z, The Motorcycle Diaries, dan The Seed of Sacred Fig memberi gambaran bahaya militer di ranah sipil.
  • Adaptasi film dari kisah nyata seperti To Live, A Twelve-Year Night, No, dan Argentina 1985 memperingatkan bahaya kekuasaan yang berlebihan.

Pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) pada 20 Maret 2025 lalu merupakan sebuah kemunduran demokrasi yang serius. Penambahan bidang Operasi Selain Perang (OMSP) dan perluasan jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif tak ada bedanya dengan mengulang sejarah kelam Dwifungsi ABRI.

Dampak pengesahan itu tidak bisa dianggap remeh. Dengan meluasnya keterlibatan militer dalam ranah sipil, demokrasi dan kebebasan masyarakat sipil terancam dikebiri, sementara peluang penyalahgunaan kekuasaan terbuka lebar.

Sebagai gambaran, ada beberapa rekomendasi film yang soroti bahaya militer di ranah sipil. Terlihat begitu menyeramkan, tetapi bisa jadi pembuka matamu terkait isu ini, lho!

1. The Shadow of the Tyrant (1960)

The Shadow of the Tyrant (dok. Sindicato de Trabajadores de la Producción Cinematográfica/The Shadow of the Tyrant)
The Shadow of the Tyrant (dok. Sindicato de Trabajadores de la Producción Cinematográfica/The Shadow of the Tyrant)

Diadaptasi dari novel legendaris berjudul sama karya Martín Luis Guzmán, La sombra del caudillo mengkritik habis-habisan sistem politik Meksiko yang menggunakan metode kotor untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan. Termasuk memanfaatkan kekuatan militer untuk kepentingan pribadi para elit politik.

Sempat dicekal penayangannya oleh pemerintah setempat selama 30 tahun, film besutan Julio Bracho tersebut baru ditayangkan secara komersial pada 1990. Berlatar pada masa pasca Revolusi Meksiko, La sombra del caudillo berfokus pada Jenderal Ignacio Aguirre (Tito Junco) yang diusung oleh partainya sebagai calon presiden. Ketika kemenangan sudah di depan mata, para penguasa militer yang merasa terancam menghalalkan segala cara untuk menyingkirkan Aguirre.

2. The Battle of Chile Trilogy (1975—1979)

The Battle of Chile: Part I (dok. Equipe Tercer Ano/The Battle of Chile: Part I)
The Battle of Chile: Part I (dok. Equipe Tercer Ano/The Battle of Chile: Part I)

Sutradara Patricio Guzmán mengabadikan bagaimana demokrasi di Chili tumbang oleh kudeta militer yang didukung Amerika Serikat pada 1973 dalam bentuk dokumenter. Guzmán tidak segan menggunakan rekaman asli dari gejolak politik tersebut. Seluruh bentuk kekacauan dan kekerasan yang terekam oleh kamera selama kudeta berlangsung ditampilkan dengan gamblang.

The Battle of Chile sendiri dibagi ke dalam tiga babak. Babak pertama adalah Part I: The Insurrection of the Bourgeoisie (1975) yang menyoroti bagaimana kelas atas di Chili, dengan dukungan Amerika Serikat, berupaya menggulingkan pemerintahan Allende dengan menyabotase perekonomian dan propaganda media.

Part II: The Coup d’État (1976) berfokus pada kudeta militer yang dipimpin langsung oleh Augusto Pinochet, di mana ia menumbangkan pemerintahan demokratis Allende serta melancarkan represi brutal pada 11 September 1973.

Sementara Part III: The Power of the People (1979), film ini mengikuti upaya kelompok buruh dan kelas pekerja dalam membangun struktur kekuasan mereka sendiri. Namun mereka menemukan jalan buntu ketika kudeta terjadi–segala bentuk perlawanan dihancurkan dan mereka yang menentang rezim Pinochet ditangkap bahkan dibunuh.

3. Z (1969)

Z (dok. Valoria Films/Z)
Z (dok. Valoria Films/Z)

Minimnya bujet produksi bukan menjadi penghalang bagi sutradara Costa-Gavras untuk mendramatisasi pembunuhan politisi sayap kiri Yunani, Grigoris Lambrakis, pada 1963. Meskipun tidak menyebut Yunani secara eksplisit, iklim politik yang ditampilkan dalam Z mencerminkan kondisi kediktatoran militer Yunani (1967—1974) yang memperalat kekerasan dan propaganda dalam menjalankan pemerintahan.

Z mengisahkan seorang jaksa yang mencium kejanggalan dalam kasus kecelakaan yang menewaskan seorang politisi oposisi. Gelagat aneh para saksi membuatnya semakin yakin ada yang tidak beres dan bertekad untuk mengungkap konspirasi yang melibatkan aparat negara.

4. The Motorcycle Diaries (2004)

The Motorcycle Diaries (dok. Film4 Productions/The Motorcycle Diaries)
The Motorcycle Diaries (dok. Film4 Productions/The Motorcycle Diaries)

The Motorcycle Diaries dibuat berdasarkan jurnal pribadi pejuang revolusi Argentina, Ernesto “Che” Guevara. Disutradarai oleh Walter Salles, kita diperlihatkan berbagai bentuk ketidaksetaraan sosial, kemiskinan, penindasan, dan perpecahan yang disaksikan langsung mengubah pandangan politik Guevara. Hal tersebut yang mendorongnya bergabung dalam gerakan revolusioner di Kuba, menggulingkan kediktatoran Fulgencio Batista pada 1959.

The Motorcycle Diaries mengikuti petualangan Ernesto Guevara (Gael García Bernal), seorang mahasiswa kedokteran, dan Alberto Granado (Rodrigo de la Serna), seorang ahli biokimia, dalam melintasi Amerika Selatan pada 1952. Di sepanjang perjalanan, mereka dihadapkan pada kenyataan pahit yang membuat mereka mempertanyakan kesetaraan struktur sosial dan politik yang ada.

5. The Seed of Sacred Fig (2024)

The Seed of the Sacred Fig (dok. Parallel 45/The Seed of the Sacred Fig)
The Seed of the Sacred Fig (dok. Parallel 45/The Seed of the Sacred Fig)

Sudah menjadi rahasia umum jika film menjadi komoditas utama bagi para aktivis untuk mengkritik pemerintahan Iran yang otoriter. Tidak terkecuali dengan Mohammad Rasoulof.

Melalui The Seed of Sacred Fig, Rasoulof menunjukan bagaimana kerusuhan dan penindasan politik yang berlarut-larut mampu menghancurkan dinamika keluarga. Akibatnya, Rasoulof sempat dijatuhi hukuman penjara oleh pemerintah Iran atas tuduhan keamanan nasional sebelum akhirnya melarikan diri ke Jerman.

The Seed of Sacred Fig mengisahkan Iman (Misagh Zare), seorang hakim penyidik di Pengadilan Revolusi di Teheran yang mengalami paranoia akibat kisruh politik yang semakin meningkat. Kecemasan Iman semakin menjadi ketika pistolnya menghilang secara misterius, membuatnya menaruh curiga pada istri dan kedua anak perempuannya.

6. I'm Still Here (2024)

I'm Still Here (dok. VideoFilmes/I'm Still Here)
I'm Still Here (dok. VideoFilmes/I'm Still Here)

I’m Still Here diangkat dari memoar aktivis Marcelo Rubens Paiva dengan judul yang sama. Sutradara Walter Salles menggunakan pendekatan unik dalam menunjukkan perlakuan pemerintah militer yang semena-mena terhadap masyarakat sipil melalui sudut pandang seorang istri sekaligus ibu dalam mencari keadilan. 

I’m Still Here mengisahkan Eunice (Fernanda Torres) yang memiliki kehidupan sempurna–tinggal bersama keluarga kecilnya di wilayah pinggiran Brazil yang tenteram. Hidupnya berubah menjadi nelangsa usai suaminya, Rubens (Selton Mello), dijemput paksa oleh pemerintah militer Brazil dan tidak pernah pulang kembali ke rumah.

7. To Live (1994)

To Live (dok. Shanghai Film Studio/To Live)
To Live (dok. Shanghai Film Studio/To Live)

To Live diadaptasi dari novel berjudul sama karya Yu Hua. Zhang Yimou sebagai sutradara menaruh fokus pada bagaimana gejolak politik yang berlarut-larut di Tiongkok, mulai dari Perang Saudara hingga Revolusi Kebudayaan, membawa nelangsa pada masyarakat sipil. Yimou turut menyelipkan kritik terhadap rezim otoriter yang telah merampas banyak hak termasuk hidup tanpa ketakutan.

To Live mengikuti Fugui (You Ge), seorang tuan tanah yang kehilangan hartanya akibat perjudian kini menjalani hidupnya sebagai rakyat biasa. Bersama istrinya, Jiazhen (Gong Li), ia berjuang bertahan di tengah penderitaan dan ketidakpastian yang disebabkan oleh pergolakan politik di tanah kelahirannya. 

8. A Twelve-Year Night (2018)

A Twelve-Year Night (dok. Tornasol Media/A Twelve-Year Night)
A Twelve-Year Night (dok. Tornasol Media/A Twelve-Year Night)

A Twelve-Year Night diangkat berdasarkan kejadian mengerikan yang menimpa tiga anggota Tupamaros, kelompok gerilyawan perkotaan sayap kiri, termasuk José "Pepe" Mujica yang kelak menjadi Presiden Uruguay usai ditangkap oleh kediktatoran militer Uruguay. Berlangsung selama 12 tahun, mereka diisolasi di tempat terasing dan mendapatkan rentetan penyiksaan secara fisik dan psikis dengan brutal.

Berlatar 1973, A Twelve-Year Night mengisahkan tiga tahanan politik Uruguay yang ditransfer dari sel tahanan ke sebuah operasi militer rahasia. Perintahnya jelas dan sederhana–karena tidak bisa menghabisi mereka, maka buat mereka kehilangan akal sehat dengan siksaan yang berlangsung 12 tahun lamanya.

9. No (2012)

No (dok. Participant/No)
No (dok. Participant/No)

Sutradara Pablo Larraín menjadikan gejolak politik yang meletup di Chili pada 1988, di mana warganya menekan diktator Augusto Pinochet untuk mundur setelah berkuasa selama 15 tahun sebagai premis utama dalam No. Instalasi kedua dari The Dictatorship Trilogy ini turut menyoroti daftar panjang pelanggaran HAM dan represi brutal yang terjadi di bawah kepemimpinan Pinochet.

No mengikuti upaya René Saavedra (Gael García Bernal) dalam mengakhiri rezim Pinochet melalui kampanye No yang gencar diiklankan di televisi. Hal tersebut merupakan hasil dari referendum nasional dimana Pinochet memberikan opsi berupa “Yes” bagi mereka yang menginginkan Pinochet berkuasa untuk delapan tahun ke depan atau “No” bagi mereka yang ingin mengakhiri penindasan yang telah lama dialami oleh masyarakat Chili.

10. Argentina, 1985 (2022)

Argentina, 1985 (dok. Kenya Films/Argentina, 1985)
Argentina, 1985 (dok. Kenya Films/Argentina, 1985)

Film yang disutradarai oleh Santiago Mitre ini menggambarkan salah satu peristiwa bersejarah di Argentina dengan akurat. Tidak hanya berfokus pada Pengadilan Junta yang berlangsung menegangkan, tingkah laknat para pemimpin militer yang digambarkan dalam bentuk kesaksian membawa kengerian yang terjadi selama masa kediktatoran militer brutal ke level yang lebih tinggi.

Argentina, 1985 berfokus pada jaksa kepala federal, Julio César Strassera (Ricardo Darín) dan wakilnya, Luis Moreno Ocampo (Peter Lanzani) yang ditugaskan memimpin Pengadilan Junta. Keduanya menghadapi rentetan teror yang mengancam keselamatan mereka selama mengumpulkan bukti demi mengadili para pemimpin junta militer Argentina yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat selama kediktatoran militer berlangsung dari 1976—1983.

Para sineas menggarap film-film di atas bukan untuk hiburan semata. Diangkat dari kisah nyata, mereka mengabadikan sejarah sekaligus memperingatkan bahwa kekuasaan bisa berkembang menjadi sesuatu yang berbahaya dan sumber nelangsa masyarakat sipil. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febby Arshani
EditorFebby Arshani
Follow Us