Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Nosferatu (dok. Universal Pictures/Nosferatu)
Nosferatu (dok. Universal Pictures/Nosferatu)

Pada Rabu (5/2/2025), pencinta film horor Indonesia disuguhkan dengan penayangan Nosferatu (2024). Film garapan Robert Eggers ini merupakan remake dari film berjudul sama rilisan 1922. Meski sama-sama mengisahkan Ellen Hutter yang dihantui Count Orlok, versi remake sukses menghadirkan nuansa horor gotik yang khas.

Kebangkitan Count Orlok dalam perfilman modern membuktikan bahwa karakter horor klasik masih relevan dengan zaman jika dikemas dengan sentuhan baru. Deretan karakter horor legendaris ini juga layak dihidupkan kembali untuk menjaga keberagaman dan keunikan genre horor yang semakin inovatif.

1. Frankenstein, ikon horor klasik yang hampir seumuran dengan Count Orlok

penampilan Frankenstein oleh Boris Karloff (dok. Universal Pictures/Frankenstein)

Setelah kemunculan Count Orlok, pencinta horor pada masa itu menyaksikan kehadiran Frankenstein dalam Frankenstein (1931). Film ini merupakan adaptasi dari novel Frankenstein, or the Modern Prometheus (1818) karya Mary Shelley. Sepanjang sejarah, Frankenstein telah diangkat dalam puluhan adaptasi, tapi Bride of Frankenstein (1935) dianggap sebagai film Frankenstein terbaik sepanjang masa.

Robert Eggers, sutradara Nosferatu versi remake, sempat mencoba mengembangkan film Frankenstein setelah kelahiran putranya. Namun, dia menghentikan proyek ini karena merasa tidak sesuai harapannya. Keputusan ini mungkin mengecewakan bagi penggemar film karya Eggers yang dikenal sebagai salah satu sutradara horor modern terkemuka.

Sementara itu, Guillermo del Toro tengah disibukkan dalam proses penggarapan film Frankenstein. Sutradara asal Meksiko ini memiliki rekam jejak yang kuat dalam menghidupkan cerita klasik dengan pendekatan baru, seperti Pinocchio (2022) versinya yang berformat stop-motion. Banyak pihak, termasuk Eggers, mendukung del Toro sebagai sosok yang mampu membangkitkan Frankenstein di era modern dengan perspektif yang segar.

2. Senyum misterius Norman Bates menjadi ekspresi mengerikan pada masanya

Anthony Perkins sebagai Norman Bates (dok. Paramount Pictures/Psycho)

Familier dengan Norman Bates yang muncul dari film Psycho (1960)? Sebetulnya, ia berasal dari novel berjudul sama karya Robert Bloch yang terbit pada 1959. Popularitasnya semakin meningkat melalui film Psycho garapan Alfred Hitchcock, terutama berkat penampilan Anthony Perkins yang menakutkan. Senyum psikopatnya berhasil menghantui penonton pada saat itu.

Pyscho telah melahirkan sekuel meski tidak sepopuler film pertamanya, yaitu Psycho II (1983), Psycho III (1986), dan Psycho IV: The Beginning (1990). Gus van Sant, sutradara asal Amerika Serikat, membuat ulang Psycho pada 1990, tapi film ini dikritik karena terlalu meniru versi Alfred Hitchcock. Dua puluh tiga tahun kemudian, serial Bates Motel (2013—2017), spin-off dari Psycho, mendapat ulasan positif yang menunjukkan relevansi Norman Bates dengan zaman.

3. Topeng hockey ikonik milik Jason Voorhees menjadi daya tarik yang tetap dikenang

Kane Hodder sebagai Jason Voorhees (dok. Paramount Pictures/Friday the 13th Part VII: The New Blood)

Jason Voorhees merupakan pembunuh bertopeng hockey yang ikonik dalam budaya horor. Dia pertama kali debut pada Friday the 13th (1980) sebagai korban dari ibunya, Pamela Voorhees. Film ini mengukuhkan waralaba Friday the 13th dengan berbagai sekuel.

Jason Voorhees kembali meneror penonton dalam Friday the 13th (2009) yang di-reboot oleh Marcus Nispel. Meskipun mendapat ulasan beragam, film horor ini mendapat pujian karena mempertahankan kisah asal-usul sang pembunuh ikonik dan menghadirkan sosoknya yang lebih cerdas serta cerdik. Friday the 13th versi reboot menunjukkan bahwa Jason Voorhees masih diminati meski telah melewati satu dekade lebih.

4. Freddy Krueger direncanakan dalam proyek reboot oleh Blumhouse Productions

Freddy Krueger (dok. New Line Cinema/A Nightmare on Elm Street)

Akrab dengan Freddy Krueger, karakter yang dikenal dengan sarung tangan berpisau dan wajah terbakar? Yap, ia adalah Freddy Krueger, antagonis utama yang pertama kali muncul dalam film A Nightmare on Elm Street (1984). Seperti halnya Jason Voorhees, Freddy Krueger mendapat film remake pada 2010, tetapi tidak mendapat respons yang memuaskan.

Blumhouse Productions sedang dalam tahap diskusi untuk proyek reboot baru bersama Lee Cronin, sutradara Evil Dead Rise (2023). Cronin menyebut proyek ini sebagai “mimpi buruk yang sempurna." Dari sini, fans meyakini bahwa Cronin terlibat dalam pengembangan A Nightmare on Elm Street versi reboot, mengingat ciri khas Freddy yang membunuh korbannya dalam mimpi.

5. Annie Wilkes adalah tokoh karya Stephen King dengan sifat psikopat yang mengerikan

Kathy Bates sebagai Annie Wilkes (dok. Columbia Pictures/Misery)

Stephen King menghasilkan banyak tokoh horor yang menakutkan dan kompleks, termasuk Annie Wilkes dari Misery (1990). Film ini mengisahkan seorang novelis terkenal yang diselamatkan oleh penggemarnya setelah mengalami kecelakaan mobil. Namun, penggemarnya berubah menjadi psikopat saat mengetahui novelis tersebut membunuh karakter favoritnya.

Kabarnya, Misery menjadi inspirasi dalam pembuatan film thriller psikologis berjudul Hurry Up Tomorrow. Dibintangi Jenna Ortega, Abel Tesfaye alias the Weeknd, dan Barry Keoghan, film ini menghadirkan cerita baru dan elemen yang mirip dengan Misery. Dalam Hurry Up Tomorrow, Tesfaye berperan sebagai penyanyi terkenal yang mengalami insomnia dan terjebak dalam perjalanan bersama wanita misterius yang diduga memiliki peran seperti Annie Wilkes.

Karakter horor klasik di atas mempunyai potensi untuk dihidupkan kembali atau menjadi inspirasi bagi penciptaan karakter baru. Sentuhan baru dan teknologi perfilman modern dapat membuat mereka lebih relevan dan menarik bagi pencinta horor generasi baru.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team