5 Teori Penyebab Kraven the Hunter Rugi Besar di Box Office

Kraven the Hunter (2024) resmi jadi penutup Sony's Spider-Man Universe (SSU). Film ini mencatat kegagalan besar, dengan hanya meraup 11 juta dolar Amerika Serikat di minggu pertamanya.
Mengapa film yang digadang-gadang bisa menyelamatkan waralaba SSU justru gagal total di bioskop? Berikut adalah lima teori alasan utama di balik kehancuran Kraven the Hunter di box office.
1. Kraven kurang dikenal oleh khalayak umum

Bagi para penggemar komik Marvel, khususnya Spider-Man, nama Kraven mungkin sudah tidak asing. Namun di luar itu, namanya tidak cukup dikenal. Dibandingkan dengan karakter lain seperti Venom atau Green Goblin. Kraven hanya sebatas villain sampingan yang kurang "seksi" untuk menarik khalayak umum.
Bahkan ketika Sony menjadikannya sebagai origin story, penonton tidak cukup termotivasi untuk mengenal lebih jauh tentang Kraven. Apalagi tanpa kehadiran Spider-Man di dalamnya.
2. Rilis di tengah hype Wicked dan perilisan ulang Interstellar

Kraven the Hunter memilih waktu yang salah untuk rilis. Film ini keluar di tengah dominasi Wicked (2024), adaptasi musikal yang sudah sangat dinantikan. Di saat yang sama, perilisan ulang IMAX untuk perayaan 10 tahun Interstellar (2014) juga menarik perhatian.
Pilihannya antara properti Broadway paling dicintai atau salah satu film sci-fi legendaris sepanjang masa. Kraven? Bahkan fans Marvel mungkin enggan mengeluarkan uang untuknya.
3. Ekspetasi yang rendah terhadap film-film SSU

Waralaba SSU memiliki rekam jejak yang buruk di mata audiens umum. Setelah kegagalan besar Morbius (2022) dan Madame Web (2024), banyak orang yang skeptis dengan proyek SSU. Terlebih tanpa kehadiran Spider-Man di dalamnya.
Alhasil, tak ada antusiasme tinggi ketika Kraven the Hunter dirilis. Kebanyakan orang sudah memutuskan untuk mengabaikan film ini, bahkan sebelum menonton trailernya.
4. Plot generik seperti Venom dan Morbius

Selain poin-poin di atas, alur cerita Kraven the Hunter juga terasa repetitif dan generik. Dengan tokoh-tokoh pendukung yang kurang dikenal lalu tokoh anti-hero yang "dipaksa" menjadi hero, film ini tidak menawarkan sesuatu yang segar.
Mungkin sang sutradara hanya mengikuti formula yang sudah digunakan di film SSU sebelumnya. Terlepas itu arahan direksi atau bukan, film ini tetap mengecewakan.
5. Aaron Taylor-Johnson tidak "setangguh" Tom Hardy atau Jared Leto

Dalam memilih aktor utama untuk film ini, Sony mempertaruhkan Aaron Taylor-Johnson, yang sayangnya belum memiliki daya tarik komersial sebesar Tom Hardy (Venom) atau Jared Leto (Morbius). Meskipun berbakat, Taylor-Johnson belum membuktikan dirinya sebagai bintang box office. Bahkan, kariernya setelah Avengers: Age of Ultron (2015) cenderung stagnan.
Keputusannya sebagai pemeran utama bisa jadi membuat pemasaran film ini sulit, terutama ketika poster dan trailer harus bergantung pada pesonanya yang tidak sekuat aktor SSU lainnya. Kegagalan Kraven the Hunter menandai bab terakhir yang pahit untuk SSU, yang tampaknya sudah kehilangan kepercayaan dari audiens sejak lama.