6 Film yang Bikin Kita Menilik Kembali Prioritas Hidup

Film bukan tentang hiburan belaka. Ada banyak hal yang bisa kamu rasakan ketika menikmati karya audiovisual tersebut. Gembira, terkesima, marah, sedih, haru, atau bisa pula berupa rasa tak nyaman. Film juga punya pengaruh besar dalam mempengaruhi sikap atau perspektif penonton pada satu norma atau nilai.
Misalnya saja, film tentang dampak pemanasan global bisa saja membuat penontonnya jadi was-was dan mulai mengubah gaya hidup, sinema tentang isu sosial keadilan bisa membuatmu berempati pada kesusahan orang lain, dan masih banyak contoh lainnya.
Ada kalanya pula jalan cerita atau keputusan tokoh dalam film mampu mendorong kita untuk melakukan introspeksi. Seperti enam film berikut. Jangan-jangan setelah menontonnya, kamu justru terdorong mengaji ulang prioritas hidupmu.
1. Nowhere Special (2020)
Nowhere Special berlakonkan seorang ayah satu anak yang didiagnosa mengidap kanker otak. Ia diprediksi tak akan hidup lama dan tergerak untuk mencari orangtua asuh untuk putranya yang masih balita.
Mengingat ia tak memiliki keluarga tersisa dan ibu sang anak telah lama meninggalkannya, sang ayah pun bekerja sama dengan pekerja sosial untuk mencapai tujuannya. Seperti film-film yang memotret kehidupan orang diprediksi tak akan berusia panjang karena penyakit atau usia, sinema karya Uberto Pasolini ini mengingatkan penontonnya untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Namun, dengan cara-cara yang sederhana.
Bagaimana pun kita harus sadar bahwa ada hal yang bisa kita kontrol dan tidak.
2. Rams (2015)
Rams berkutat pada perseteruan dua saudara kandung, Kiddi dan Gummi, yang mengoperasikan peternakan domba tradisional di sebuah desa di Islandia. Ketika Kiddi memenangkan kontes, Gummi iri dan melontarkan tuduhan fatal.
Tuduhan tersebut bermuara pada pemusnahan domba-domba warga dan memperkeruh perselisihan antara dua saudara tersebut. Namun, ketika Kiddi tahu bahwa Gummi menyembunyikan beberapa dombanya untuk diternak lagi, mereka justru sepakat untuk bekerja sama.
Film ini masuk daftar sinema Islandia terbaik dengan cerita bersahaja dan reflektif. Bahkan sudah di-remake dalam versi bahasa Inggris dengan latar Australia.
3. 45 Years (2015)
Pernah dapat nominasi Oscar untuk kategori Aktris Utama Terbaik atas nama Charlotte Rampling, 45 Years berlakonkan sepasang suami istri lanjut usia yang hendak merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-45.
Namun, tepat menjelang eksekusi rencana pesta kecil-kecilan tersebut, sebuah surat datang ditujukan untuk sang suami, Geoff. Surat tersebut ternyata sebuah kabar bahwa sesosok jenazah yang dipercaya sebagai "istri" Geoff ditemukan membeku di pegunungan Alpen, Swiss. Surat tersebut mengguncang rumah tangga Geoff dan Kate yang selama ini tenang, tanpa masalah. Siapa sebenarnya sosok perempuan tersebut?
Sambil menyelami masa lalu Geoff, kamu akan dihibur dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan introspektif. Salah satunya penyesalan Kate yang merasa bahwa selama ini ia jarang mengambil foto sehingga membuatnya tak punya banyak hal untuk dikenang.
4. About Time (2013)
Meski kemasannya seperti film romcom biasa, About Time ternyata punya banyak pesan moral dan filosofi kehidupan. Hal ini dibalut lewat cerita seorang pemuda 21 tahun bernama yang menemukan bahwa dirinya mewarisi kemampuan menjelajah waktu dari sang ayah.
Ayahnya menyarankannya untuk memperbaiki hidup dan kariernya, tetapi Tim justru tertarik menggunakan kemampuannya untuk mengubah kisah cintanya. Namun, tentu kamu tahu bahwa menjelajah waktu bukan hal bijak bila dilakukan berlebihan. Ini membuat Tim tidak menghargai tiap momen dan detik yang terjadi di dalam hidupnya.
Tidak seperti drama penjelajahan waktu biasa yang sarat penyesalan, ada banyak momen haru yang ternyata bisa Tim ulangi dengan kemampuannya. Salah satunya waktu-waktu menyenangkan bersama ayahnya.
5. A Screaming Man (2010)
A Screaming Man tayang perdana di Cannes Film Festival 2010 dan memenangkan Grand Jury Prize. Film ini berlatarkan Chad, sebuah negara di Afrika Tengah yang beberapa kali dilanda kudeta.
Diceritakan Champ, mantan perenang profesional bekerja sebagai petugas penyelamat di kolam renang hotel berbintang. Ia mengajak serta anaknya yang mulai tumbuh dewasa, Abdel untuk membantunya.
Namun, krisis terjadi karena kudeta dan hotel mulai melakukan pengurangan pegawai. Abdel akhirnya dipilih untuk menggantikan Champ yang menua. Tak terima dengan keputusan tersebut, Champ secara serampangan mendaftarkan anaknya untuk ditarik ke medan perang membela pemerintah melawan pemberontak.
Apakah ini keputusan yang bijak? Benarkah ambisi karier lebih berharga ketimbang keluarga?
6. Festen (1998)
Festen kurang lebih juga berkutat pada dinamika hubungan keluarga. Segala tensi, unek-unek, dan rahasia tiba-tiba tertumpah dan terbongkar di sebuah pertemuan keluarga besar. Ada banyak isu yang diangkat Thomas Vinterberg dalam mahakaryanya ini, mulai dari perselingkuhan, persaingan bisnis, rasa duka, dan lain sebagainya.
Khas film Eropa, konfliknya lebih banyak dikemas dalam dialog. Namun, justru ini yang bikin Festen terasa lebih reflektif dan introspektif untuk penonton. Jangan-jangan kita juga punya pengalaman serupa dengan keluarga masing-masing.
Film sebagai karya seni memang punya daya tarik dan pengaruh yang kuat bagi penontonnya. Lewat karyanya, sutradara bisa menyampaikan pesan tertentu. Tak terkecuali ajakan untuk introspeksi seperti keenam film di atas.