7 Film Esensial dari Sutradara Afrika, Representasi Kulturalnya Akurat

Black Girl merupakan film debut sutradara asal Senegal, Ousmane Sembène. Lewat karya ini, kita akan mengikuti keseharian seorang perempuan muda Senegal yang pindah ke Prancis untuk bekerja di rumah keluarga kaya raya. Jauh dari ekspektasinya, ia justru merasa terpenjara dalam pekerjaan barunya tersebut. 

Sang lakon menyuguhkan sudut pandang penduduk kulit hitam bekas jajahan Prancis yang masih harus mengalami diskriminasi dan degradasi status meski penjajahan telah berakhir.

Masih dari Sembene, Mandabi merupakan film drama komedi yang kaya akan sindiran dan kritik sosial. Ia diambil dari sudut pandang seorang pria yang baru saja mendapatkan kiriman uang dari keponakannya yang bekerja di Prancis.

Kabar tersebut menyebar ke penjuru desa dan membuatnya dibanjiri permohonan pinjaman dari tetangga-tetangganya. Bukannya pelit, niatnya mencairkan dana kiriman tersebut ternyata terhalang birokrasi yang rumit. Dengan ide cerita yang unik, tak heran karya seni ini dianggap salah satu film esensial dari Afrika.

Touki Bouki juga banyak disebut ketika bicara film esensial dari Afrika. Ia berlatarkan Senegal dan berkutat pada upaya dua anak muda yang bertekad meninggalkan negaranya untuk merantau ke luar negeri.

Dengan segala keterbatasan yang mereka punya, berbagai cara curang dan jalan pintas pun dilakoni. Menjelajah area abu-abu antara moral dan kejahatan, film ini sukses mengaduk emosi dan menggelitik pikiran penontonnya.

Abouna juga tak kalah menyihir dari segi alur cerita. Film ini cukup minimalis dengan karakter anak-anak tak berdosa yang siap mengeksploitasi empati penonton. Secara garis besar, sinema garapan Mahamat Saleh Haroun ini menjejaki kehidupan dua kakak beradik yang ditinggal ayahnya tanpa penjelasan.

Saking rindunya, mereka percaya bahwa sang ayah adalah aktor yang filmnya sedang diputar di bioskop. Demi bisa melihat wajah sang ayah, mereka bertekad mencuri pita film dari bioskop tersebut.

Haroun kembali dengan film berjudul A Screaming Man. Kali ini kerja kerasnya mengantarkan sang sutradara meraih Jury Prize pada ajang Cannes Film Festival 2010. Ia kembali mengambil latar Chad, tepatnya ketika perang sipil sengit berlangsung.

Saat itu seorang mantan atlet renang yang bekerja di sebuah hotel berbintang terancam kehilangan status dan jabatan bergengsinya. Untuk menyelamatkan dirinya, ia terpaksa mengirim anaknya ke medan tempur dengan menjadi bagian dari pasukan pemberontak. Haroun dengan cerdas menjelajahi kondisi psikologi manusia ketika berada di tengah perang.

Berlatarkan Zambia, tokoh sentral dalam I Am Not A Witch adalah seorang bocah perempuan yang dipercaya masyarakat desa sebagai titisan dukun atau penyihir. Tak hanya diasingkan, sang bocah tak berdosa ini dieksploitasi untuk berbagai kepentingan. Terutama untuk daya tarik wisata.

Dikemas dengan bumbu humor deadpan, film karya Rungano Nyoni ini berhasil memboyong puluhan nominasi dan belasan penghargaan. Salah satunya BAFTA Awards.

Lingui, The Sacred Bonds adalah karya terbaru sutradara Mahamat Saleh Haroun yang rilis pada 2021 lalu. Kali ini sang maestro mencoba mengambil sudut pandang penduduk perempuan Chad yang harus menemukan banyak tantangan.

Sinema asal Afrika ini mengisahkan Amina, seorang ibu yang harus berjuang menyelamatkan putri remajanya yang dipaksa menikah karena hamil di luar nikah. Lingui mencoba menunjukkan betapa efektifnya dukungan dari sesama perempuan saat menyelesaikan sebuah masalah.

Dengan sudut pandang yang lebih autentik karena datang langsung dari sineas Afrika, film-film di atas tentu bikin kamu jadi lebih menghargai perbedaan dan keunikan Afrika. Sudah menandai film yang mana saja, nih?