Sutradara biasanya memang punya gaya sendiri yang membuat filmnya tampak khas. Sebut saja Wes Anderson, Taika Waititi, dan Christopher Nolan yang film-filmnya mendunia.
Bagaimana dengan Terrence Malick? Ia juga terkenal sebagai sutradara yang punya film-film dengan gaya khas, sinematografi yang keren, dan cerita yang mengaduk emosi. Kalau belum familiar dengan namanya, coba cocokkan dengan delapan film terbaiknya berikut ini. Mungkin salah satunya adalah favoritmu.
Setelah sukses dengan film Badlands dan Days of Heaven di tahun 1970an, Terrence Malick kembali dengan sebuah film adaptasi novel tentang Perang Dunia II dengan judul sama karya James Jones.
Dirilis pada tahun yang sama dengan Saving Private Ryan (1998), film ini berhasil menyajikan sentuhan yang lebih filosofis di samping penggambaran yang realistis. Beda dengan Saving Private Ryan yang patriotik, film ini menggambarkan para tentara Amerika Serikat sebagai manusia biasa, dengan berbagai pergolakan batinnya.
Setting-nya adalah pertempuran sengit di Guadalcanal, Kepulauan Pasifik. Tak heran kalau film ini meraup banyak nominasi dan penghargaan meski tak menang Oscars.
To the Wonder adalah sebuah drama eksperimental yang mungkin akan beda dengan drama romantis biasa. Kisahnya tentang dua orang yang tak sengaja bertemu dan jatuh cinta di Paris. Mereka pun memutuskan untuk menikah dan pindah ke Amerika Serikat. Namun, lama kelamaan hubungan mereka tak seindah dulu.
Saat sang istri pulang sejenak untuk mengurus visa di Perancis, sang suami justru bertemu dengan gadis yang pernah mengisi hatinya di masa muda. Meski banyak yang bilang, film ini tak bisa dipaksakan untuk disukai semua audiens, ini adalah karya Terrence Malick yang sanggup mengaduk-aduk emosi.
Film ini sebenarnya dibuat Terrence Malick pasca keputusan saudara kandungnya untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Ia mengambil latar belakang Texas pada tahun 1950an, mengikuti kehidupan Jack, anak tertua di keluarganya. Mulai dari bayi, anak-anak, hingga remaja di tengah keluarga yang disfungsional dan ayah yang selalu menekannya.
Saat dewasa, Jack mulai mempertanyakan makna kehidupan dan apa yang perlu dan harus ia percaya. Lagi-lagi, Terrence Malick menggunakan pendekatan filosofis dan ilmu pengetahuan dalam filmnya. Kunci untuk bisa nonton film The Tree of Life adalah buat dirimu bagai kertas kosong yang mau menyerap segala narasi dalam film ini. Sebab, banyak hal yang mungkin tidak sesuai dengan prinsip yang kamu pahami, tetapi film ini mampu membuatmu jadi orang yang lebih bijak.
Terrence Malick memang ahli dalam membuat drama eksperimental yang berakhir miris. Selain To the Wonder dan The Tree of Life, ada pula yang berjudul Song to Song. Kisahnya tentang empat orang yang terlibat dalam kisah cinta yang rumit. Dimulai dengan Faye dan Cook, seorang penyanyi dan manager yang berusaha mencari celah di industri musik.
Faye akhirnya bertemu dengan BV, penyanyi yang lebih terkenal dan berpengalaman darinya. Dengan bujukan Cook, ia pun berpura-pura membalas perasaan BV padanya. Padahal Cook dan Faye sebelumnya sudah menjalin kasih. Di sisi lain, Cook sendiri memiliki istri dan anak yang setia menunggunya.
Kisah cinta rumit antara orang-orang yang punya kepentingan pribadi film ini memang pantas dijuluki film yang berani beda, khas Terrence Malick.
Sebelum menggarap film ini, sebenarnya Terrence Malick mendapat tawaran membuat film tentang Che Guevara, tetapi tak kunjung mendapatkan suntikan dana. Ia akhirnya lanjut ke proyek lain di mana ia mengeksplorasi sebuah kisah romantis antara Pocahontas dengan Kapten Smith, seorang Inggris yang ditangkap dan hampir dibunuh oleh suku Indian.
Saat mereka mulai dekat, keduanya dicurigai sebagai mata-mata yang membahayakan posisi kedua kubu yang berseberangan ini. Smith dan Pocahontas akhirnya dihukum dan hidup terpisah. Film yang berdurasi tiga jam ini dapat banyak ulasan positif dan berhasil menampilkan fakta sejarah yang lebih akurat dari film-film lain yang berusaha menceritakan kisah tragis Pocahontas.
Dirilis dalam dua versi, inti film dokumenter ini sebenarnya adalah sebuah esai filosofis Terrence Malick tentang proses terciptanya sampai kehancuran dunia. Mendapuk Cate Blanchett sebagai naratornya, film ini sudah dikerjakan Malick sejak tahun 70an dan menurutnya adalah mimpi yang jadi nyata saat akhirnya dirilis.
Film ini juga dirilis dalam versi IMAX pada tahun 2018 dan narasinya dibacakan oleh Brad Pitt.
Film ini tentang Rick, seorang penulis naskah yang tinggal di Los Angeles. Kariernya sukses, tetapi ia merasa hampa. Dalam ingatannya masih jelas bagaimana saat salah satu saudaranya meninggal dan berbagai masalah di masa lalu masih menghantuinya.
Ia pergi ke satu pesta ke pesta lain, bertemu orang-orang baru sili berganti yang setidaknya bisa meredam rasa sakitnya. Sama dengan film-filmnya sebelumnya, Malick selalu menggunakan beberapa babak untuk mengemas karyanya. Uniknya, nama setiap babaknya diambil dari kartu tarot.
Terinspirasi dari sebuah kejadian nyata, Terrence Malick mencoba mengulik sejarah Perang Dunia II yang jarang diekspos orang. Ini tentang seorang pria Belgia bernama Franz Jägerstätter yang menolak menjadi bagian dari tentara Nazi.
Ia pun dihukum dan disiksa selama bertahun-tahun. Selama di tahanan, ia mencoba bertahan dengan mengingat istri dan anak-anaknya, serta kehidupannya sebelum perang mengobrak-abrik kehidupan rakyat Belgia dan Eropa secara umum. Film ini jadi primadona di ajang Cannes Festival dan akan rilis akhir tahun nanti.
Meski bukan sutradaranya, Terrence Malick adalah produser eksekutif untuk film dokumenter biografi seorang rapper muda berpengaruh, Lil Peep. Lil Peep meninggal tahun 2017 lalu karena overdosis, padahal ia baru saja memulai kariernya setahun sebelumnya. Sejak lama Lil Peep memang memiliki masalah kesehatan mental yang membuatnya harus mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
Lil Peep dikenal sebagai rapper dengan lagu-lagu yang sensitif dan punya pesan yang mendalam. Film ini diputar perdana di Festival SXSW 2019 Maret lalu.
Film-film Terrence Malick memang bisa membuat hampir semua indera kita bekerja. Tidak hanya sinematografi dan gubahan musiknya yang menghipnotis penonton, tetapi juga dialog serta pemikiran para karakternya yang memicu orang untuk berpikir.