9 Film Horor Terbaik yang Diabaikan Oscar 1 Dekade Terakhir

Pengumuman nominasi Oscar 2025 yang dijadwalkan pada 23 Januari 2025 mendatang sudah sangat dinantikan para sinefili di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Berbagai spekulasi dan prediksi tentang film-film yang berpotensi meraih nominasi Oscar serta membawa pulang piala mulai bermunculan.
Di tengah ramainya perbincangan, genre horor tak ketinggalan mencuri perhatian. Tahun ini, beberapa film horor digadang-gadang akan meramaikan persaingan, mulai dari The Substance dan Heretic yang diharapkan bakal mengantarkan Demi Moore dan Hugh Grant ke nominasi Oscar pertama mereka, hingga Nosferatu yang diprediksi akan menyapu bersih penghargaan artistik.
Namun, meski beberapa film horor tampak menjanjikan, kita tak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa genre ini sering kali kurang mendapat apresiasi di ajang Oscar. Dalam satu dekade terakhir, sangat sedikit film horor yang berhasil menembus nominasi, bahkan untuk kategori teknis sekalipun. Pengecualian langka seperti Get Out (2017), A Quiet Place (2018), dan The Lighthouse (2019) seolah menjadi oase di tengah gurun.
Oleh karena itu, dalam artikel ini, IDN Times mengajakmu untuk menengok kembali sembilan film horor terbaik yang sayangnya diabaikan oleh Oscar dalam 10 tahun terakhir. Dari film-film indie yang underrated hingga karya sutradara visioner, kita akan membahas mengapa film-film ini layak mendapat lebih banyak perhatian.
1. The Babadook (2014)

Jauh sebelum Talk to Me (2022) yang menggebrak dengan pendekatan horor yang relevan bagi generasi muda, Australia telah melahirkan sebuah mahakarya horor psikologis, yaitu The Babadook. The Babadook berkisah tentang Amelia (Essie Davis), seorang ibu yang masih berduka atas kematian sang suami, dan putranya, Samuel (Noah Wiseman), yang kerap dihantui mimpi buruk. Suatu malam, mereka membaca buku berjudul Mister Babadook, yang menceritakan sosok mengerikan yang meneror korbannya. Sejak saat itu, kejadian-kejadian aneh mulai menghantui rumah mereka.
Bukan hanya tentang monster di dalam buku, The Babadook sejatinya juga bertutur tentang monster di dalam diri manusia, yaitu trauma, duka, dan rasa bersalah. Jennifer Kent, sang sutradara, dengan brilian menggambarkan bagaimana perasaan-perasaan negatif tersebut dapat menghantui dan mengendalikan seseorang. Penampilan Essie Davis sebagai Amelia pun sangat memukau. Ia berhasil memerankan sosok ibu yang rapuh dan putus asa dengan sangat meyakinkan.
Sayangnya, meski mendapat pujian kritis yang luas, The Babadook tak mendapat apresiasi di Oscar 2015. Padahal, film ini layak mendapat nominasi untuk kategori Best Director, Best Original Screenplay, dan Best Actress untuk Essie Davis. Meski begitu, di kampung halamannya, film ini berhasil membawa pulang tiga piala Australian Academy of Cinema and Television Arts Awards.
2. The Witch (2015)

Film yang memperkenalkan Anya Taylor-Joy kepada dunia ini adalah contoh bagaimana film horor tak perlu menampakkan sosok mengerikan secara eksplisit untuk membuat penonton merinding ketakutan. Berlatar abad ke-17 di New England, The Witch mengikuti sebuah keluarga puritan yang diusir dari komunitasnya dan membangun rumah di tepi hutan. Namun, alih-alih tenang, suasana paranoid dan saling curiga di antara anggota keluarga muncul ketika bayi mereka menghilang secara misterius.
Seperti yang telah disinggung di atas, karya Robert Eggers ini tak mengandalkan jumpscare murahan untuk meneror penontonnya. Film ini lebih tertarik membangun atmosfer mencekam dan terisolasi melalui aspect ratio 1.66:1 dan nuansa kelam hutan serta rumah keluarga William yang disorot lewat lensa kamera Jarin Blaschke, sebagai sinematografer. Dengan sinematografi yang brilian tersebut, cukup mengherankan ketika The Witch tak diganjar nominasi Best Cinematography di Oscar seperti karya Eggers lainnya, The Lighthouse.
3. Train to Busan (2016)

Dibandingkan film horor bertema lainnya, film zombi memang cenderung tak menawarkan inovasi cerita yang signifikan dari waktu ke waktu. Namun, ketika itu datang dari Train to Busan, anggapan ini bisa diperdebatkan. Film Korea Selatan ini hadir sebagai angin segar. Tak hanya menyajikan adegan kejar-kejaran menegangkan, tetapi juga kaya akan kritik sosial dan drama keluarga yang menyentuh.
Train to Busan menceritakan perjuangan sekelompok orang bertahan hidup di tengah wabah zombi yang menyerang Korea Selatan. Mereka terjebak di dalam kereta api yang melaju dari Seoul menuju Busan, kota yang diharapkan menjadi tempat aman terakhir. Dari sekian banyak karakter, hubungan antara Seok Woo (Gong Yoo) dan Su An (Kim Su An), ayah dan anak, menjadi salah satu fokus utama cerita.
Seandainya Train to Busan dirilis di era sekarang, dengan kualitasnya yang diakui secara internasional, bukan tak mungkin film karya Yeon Sang Ho ini akan mendapat nominasi untuk kategori Best International Feature Film. Pada masanya, film-film Asia, khususnya horor, kurang mendapat apresiasi di Oscar. Tren ini baru berubah beberapa tahun belakangan dengan kesuksesan film-film seperti Parasite (2019) dan Drive My Car (2021).
4. Split (2016)

Jauh sebelum pernyataan kontroversialnya tentang keengganannya berpartisipasi dalam kampanye Oscar, James McAvoy telah memberikan penampilan yang Oscar-worthy dalam Split karya M. Night Shyamalan. McAvoy memerankan Kevin Wendell Crumb, pria dengan 23 kepribadian berbeda. Kisah Split sendiri berpusat pada penculikan tiga remaja putri (salah satunya diperankan Anya Taylor-Joy) oleh salah satu kepribadian Kevin.
Di tengah upaya para gadis tersebut untuk melarikan diri, penonton diperkenalkan pada berbagai alter ego Kevin, mulai dari anak kecil bernama Hedwig hingga sosok dominan bernama Dennis. Performa McAvoy yang mampu bertransformasi dengan mulus antar kepribadian ini sukses memikat penonton sekaligus menimbulkan rasa ngeri. Meski sang aktor sendiri tak berharap Oscar bakal melirik penampilannya, fans merasa kalau McAvoy semestinya layak menerima nominasi Best Actor di Oscar 2018.
5. It (2017)

Dirilis di tahun yang sama dengan Get Out dan sama-sama meraih pendapatan box office yang fantastis, It seharusnya bernasib sama dengan film karya Jordan Peele tersebut, yakni mendapat pengakuan dari Academy Awards. Sayangnya, hal itu tak terjadi. Padahal, film ini turut andil dalam kebangkitan adaptasi karya Stephen King di layar lebar.
Disutradarai Andy Muschietti, It menceritakan sekelompok anak-anak yang menyebut diri mereka "The Losers Club" di kota Derry, Maine. Mereka harus menghadapi teror mengerikan dari badut iblis bernama Pennywise (Bill Skarsgård) yang memangsa ketakutan anak-anak. Selain teror Pennywise, kisah persahabatan dan perjuangan melawan trauma masa kecil juga menjadi sentral dalam film ini.
Best Adapted Screenplay adalah nominasi yang seharusnya sangat pantas disandang It di Oscar 2018. Film ini berhasil menerjemahkan novel tebal Stephen King ke dalam format layar lebar dengan apik, tanpa menghilangkan esensi cerita. Ditambah kenyataan bahwa Bill Skarsgård mampu berubah total menjadi sosok badut yang benar-benar mengerikan, nominasi Best Supporting Actor untuknya juga bisa menjadi tambahan yang pantas.
6. Hereditary (2018)

Ketika membahas film-film horor berkualitas yang diabaikan oleh Oscar, Hereditary tentu salah satu judul yang harus disebut. Film debut Ari Aster ini bercerita tentang keluarga Graham yang dihantui serangkaian kejadian tragis setelah kematian sang nenek. Misteri seputar sosok nenek yang penuh rahasia menjadi benang merah yang mengikat teror demi teror yang dialami keluarga tersebut.
Salah satu kekuatan utama Hereditary terletak pada penampilan akting yang luar biasa dari para pemerannya, terutama dari Toni Collette. Collette mampu membawakan karakter Annie Graham, ibu dari keluarga tersebut, dengan kompleksitas emosi yang luas, dari seorang wanita yang berduka hingga sosok yang histeris dan putus asa. Namun, penampilan yang begitu memukau dan diakui banyak kritikus ini rupanya tak cukup membuat juri Academy Awards mengganjarnya dengan nominasi Best Actress.
7. Us (2019)

Jika ada satu lagi film horor karya Jordan Peele yang layak mendapatkan nominasi Best Picture Oscar selain Get Out, itu adalah Us. Film ini berkisah tentang keluarga Wilson yang mengalami malam penuh teror ketika mereka dihadapkan oleh empat sosok misterius yang berdiri di depan rumah mereka. Keempat sosok tersebut tampak persis seperti anggota keluarga Wilson, tetapi dengan tampilan mengerikan dan membawa gunting emas sebagai senjata.
Jika menengok premisnya, Us mungkin terlihat seperti film slasher klise tentang teror doppelganger. Namun, film ini menyimpan lapisan makna yang jauh lebih dalam. Di balik terornya yang memacu adrenalin, Us menyuguhkan kritik tajam tentang kelas sosial dan trauma. Benda-benda aneh yang muncul, seperti gunting emas, juga memperkuat nuansa misterius dalam penceritaan.
Kehebatan storytelling dalam Us tentu tak lepas dari naskah brilian garapan Jordan Peele. Menurut sejumlah ulasan, Us penuh dengan foreshadowing dan detail-detail kecil yang baru disadari setelah menontonnya berulang kali. Tak heran, keabsenan film ini dari nominasi Best Original Screenplay, selain Best Picture, di Oscar 2020 menjadi pertanyaan besar bagi banyak kritikus dan penonton saat itu.
8. Pearl (2022)

Selain Essie Davis lewat The Babadook dan Toni Collette lewat Hereditary, nominasi Best Actress Oscar seharusnya juga dirasakan oleh Mia Goth atas penampilannya dalam Pearl. Prekuel dari X (2022) ini mengambil latar 1918 dan menceritakan Pearl muda yang tinggal di sebuah peternakan terpencil bersama ibunya yang keras dan ayahnya yang sakit-sakitan. Sayang, impiannya untuk melarikan diri dari kehidupan monotonnya dan meraih ketenaran di Hollywood membawanya ke jalan yang tragis.
Penampilan Goth dalam Pearl benar-benar mencuri perhatian. Ia mampu menampilkan transisi karakter yang sangat meyakinkan. Dari seorang gadis desa yang lugu dan penuh harapan, Pearl perlahan berubah menjadi sosok yang gelap dan penuh kekerasan. Ekspresi wajah Goth, terutama dalam adegan close-up di akhir film, menggambarkan pergulatan batin yang mendalam dan meninggalkan kesan yang kuat bagi penonton.
Meski tak berhasil meraih nominasi Oscar untuk Mia Goth, Pearl sendiri mendapatkan pujian tinggi dari sutradara legendaris Martin Scorsese. Scorsese menggambarkan Pearl sebagai tontonan yang "liar, memesona, dan sangat mengganggu." Ia bahkan mengakui bahwa film garapan Ti West ini membuatnya sulit tidur, seperti dilansir IndieWire.
9. Evil Dead Rise (2023)

Terakhir, ada Evil Dead Rise yang harus menelan pil pahit akibat diabaikan oleh Oscar 2024. Disutradarai Lee Cronin, film ini berpusat pada keluarga yang tinggal di apartemen kumuh.
Gempa bumi membuka sebuah ruang bawah tanah tersembunyi, di mana ditemukan buku Necronomicon dan rekaman kuno. Tanpa sadar, rekaman tersebut membangkitkan iblis yang merasuki sang ibu, Ellie (Alyssa Sutherland), dan meneror seluruh keluarga.
Bicara soal seri Evil Dead, aspek yang patut diacungi jempol tentu adalah tata rias dan efek visualnya yang luar biasa. Transformasi Alyssa Sutherland menjadi Deadite sangat mengerikan dan realistis. Detail luka dan darah dibuat dengan sangat meyakinkan, bahkan beberapa adegan terasa begitu visceral dan sulit dilupakan. Memberi film ini nominasi Best Visual Effects atau Best Makeup and Hairstyling saat itu tentu takkan merugikan siapa pun.
Film horor sering kali menghadirkan pengalaman sinematik yang berbeda dengan memadukan ketegangan, pesan emosional, hingga visual yang brilian. Meski Oscar kerap mengabaikan genre ini, karya-karya yang telah disebutkan membuktikan bahwa horor juga pantas mendapat tempat di panggung penghargaan tertinggi.
Dari daftar film di atas, mana yang menurutmu paling pantas mendapat pengakuan di ajang Oscar? Bagikan pendapatmu dan beri tahu film favoritmu di komentar, ya!