TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Film Persahabatan Perempuan karya Sutradara Non-Amerika

Dari fase remaja sampai dewasa

adegan film Four Adventures of Reine and Mirabelle (dok. Compagnie Eric Rohmer via imdb.com)

Beda dengan pertemanan antarlelaki, jalinan persahabatan antarperempuan dikenal lebih kompleks dan dinamis. Alia Wong dalam tulisannya di The Atlantic yang berjudul "Why Women’s Friendships Are So Complicated" mengulas buku You're the Only One I Can Tell: Inside the Language of Women's Friendships dari Deborah Tannen yang menjelaskan beberapa faktor penyebabnya. 

Pertama, kecenderungan perempuan untuk menghindari konflik atau konfrontasi sehingga terkadang masalah yang datang akan diselesaikan dengan tidak berbicara sementara waktu atau bahkan memutus kontak secara keseluruhan. Kedua, perempuan lebih peka secara emosi sehingga dalam sesi curhat sesama perempuan akan melakoni perbincangan yang mengeksplorasi perasaan mereka dan akan cenderung memberikan dukungan emosional.

Ini pula yang membuat kisah persahabatan perempuan jadi menarik buat diangkat jadi film. Kamu mungkin sudah kenal dengan film-film Hollywood macam Lady Bird, Frances Ha, dan Booksmart.

Coba, deh, nonton film persahabatan perempuan karya sutradara non-Amerika. Tak kalah memikat dan dalam eksplorasinya.

1. One Sings, The Other Doesn't (1977)

One Sings, The Other Doesn't adalah film karya Agnes Varda yang berlatar era pergerakan emansipasi perempuan di Prancis pada 1960 sampai 1970-an. Lakonnya adalah Pauline dan Suzanne, dua perempuan yang memiliki visi memperjuangkan hak mereka atas tubuhnya.

Persahabatan Pauline dan Suzanne dipotret sebagai hubungan yang suportif, walaupun kedua lakonnya memiliki sifat personal masing-masing. Pendekatan terhadap aktivismenya pun berbeda.

2. Four Adventures of Reinette and Mirabelle (1987)

adegan film Four Adventures of Reinette and Mirabelle (dok. Les Films du Losange via imdb.com)

Persahabatan perempuan juga sering dipotret Eric Rohmer dalam karya-karyanya. Sang sutradara berhasil menyihir penonton lewat film Four Adventures of Reinette and Mirabelle. Konflik di sinema ini jauh lebih minimalis dan sederhana ketimbang film Agnes Varda, tetapi tak kalah menarik. 

Kamu akan diajak mengikuti kehidupan dua mahasiswa bernama Reinette dan Mirabelle yang memutuskan menyewa apartemen bareng di Paris selama masa studi mereka. Film ini dibagi jadi empat babak dan bisa mengundang gelak tawa.

Baca Juga: 6 Film Korea Siap Tampil di Festival Film Internasional Toronto 2022

3. My Girlfriend's Boyfriend (1987)

Kalau suka film sebelumnya, kamu wajib coba karya Eric Rohmer lainnya yang berjudul My Girlfriend's Boyfriend. Dengan sentuhan komedi, drama romantis satu ini mengikuti secuplik kehidupan dua sekawan bernama Lea dan Blanche.

Lea diceritakan sudah memiliki pacar bernama Fabien, tetapi hubungan keduanya mulai renggang karena beberapa perbedaan yang tak bisa mereka temukan solusinya. Sementara, Blanche naksir dengan salah satu kenalan Lea yang bernama Alexandre dan sang sobat aktif membantunya melakukan pendekatan. Lewat beberapa kejadian dan pertemuan, keempat karakter ini menemukan pencerahan yang tak terduga di akhir film. 

4. Parched (2015)

Tayang perdana di TIFF, Parched mengikuti keseharian empat perempuan di sebuah desa di Rajasthan. Khas pedesaan India, kehidupan perempuan dibatasi dan terancam berbagai hal seperti pernikahan dini, KDRT, pelecehan dalam pernikahan, dan lain sebagainya. 

Lakon utama dalam Parched adalah para istri yang harus mengalami banyak hal tak menyenangkan dalam pernikahan mereka. Suami yang suka melakukan kekerasan dan mabuk-mabukan, dipandang rendah karena janda, dan lain sebagainya.

Film ini mencoba mengeksplorasi persahabatan empat perempuan ini mendorong mereka berdaya dan memberdayakan perempuan lain di tengah himpitan sosial dan ekonomi meski dalam skala yang sangat kecil. Konflik dan resolusinya realistis.

5. Adolescentes (2019)

Tak hanya dalam bentuk fitur, persahabatan perempuan juga coba diangkat lewat sebuah film dokumenter. Tepatnya oleh Sebastien Lifshitz lewat film Adolescentes.

Lifshitz mencermati kehidupan dua sahabat perempuan yang tinggal Brive-la-Gaillarde selama sekitar 5 tahun. Tepatnya ketika mereka berusia 13 sampai 18 tahun. Tak melulu membahas seksualitas seperti film coming-of-age pada umumnya, sang sutradara justru fokus pada isu kesadaran kelas dan kepribadian.

6. Outside Noise (2020)

Meski dirilis tahun 2020, film garapan Ted Fendt ini dibuatnya menggunakan kamera analog 16mm. Secara garis besar, film ini mengulik kehidupan sekawanan perempuan muda yang berusaha mencari tujuan hidup. Mereka mengalami banyak hal mulai dari korban mansplaining, kebimbangan menentukan karier, sampai insomnia, dan isu kesehatan mental lainnya.

Sekilas Outside Noise bakal mengingatkanmu pada film minimalis dengan dialog meditatif ala Eric Rohmer. Apalagi ia juga berlatar Eropa, kali ini Jerman dan Austria.

Baca Juga: Review Film Fire of Love, Tayang di Sundance Film Festival: Asia 2022

Verified Writer

Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya