TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Film Romantis yang Sebenarnya Membahas Isu Serius

Dari hak pekerja sampai isu identitas 

A Fantastic Woman (dok. Sony Pictures Classics/A Fantastic Woman)

Stereotip yang bilang bahwa plot film romantis cenderung dangkal dan mudah tertebak memang sudah mendarah daging. Ini yang kadang mendorong orang melakukan genre-shaming, semacam perilaku meremehkan satu genre tertentu, baik dalam konteks buku, film, maupun musik. Padahal, tak ada yang salah dengan menyukai genre tertentu, termasuk romance.

Terbukti romance adalah salah satu tema dan genre yang paling atraktif dan punya basis penggemar yang besar. Dalam film pun, romance bisa dikemas sekreatif mungkin. Salah satunya dengan menambahkan pesan moral, kritik sosial, bahkan disisipi isu-isu spesifik sesuai dengan minat dan keresahan sang kreator film. 

Seperti yang bisa kamu temukan dalam enam film berikut. Meski selubungnya film romantis, ada isu serius yang turut mereka angkat untuk bahan kontemplasi para penonton. Apa saja? 

Baca Juga: 5 Rekomendasi Film Romance tentang Sesaknya Hubungan LDR

1. Fallen Leaves (2023)

Fallen Leaves (dok. The Match Factory/Fallen Leaves)

Fallen Leaves (2023) karya maestro film Aki Kaurismaki bukan sekadar balada cinta dua orang introver biasa. Seperti biasa, ia suka mengangkat tokoh-tokoh underdog, dalam hal ini rakyat jelata yang tertindas. Dua lakon dalam Fallen Leaves adalah Ansa dan Holappa, pekerja kerah biru yang punya masalah masing-masing. 

Ansa bekerja di supermarket dengan jam kerja minimum yang tidak pasti. Sementara itu, Holappa bekerja di bidang konstruksi dengan masalah kecanduan alkohol.

Ini bukan pertama kalinya Kaurismaki menyoroti hak pekerja dan kapitalisme lewat filmnya. Hampir semua filmnya, seperti Shadows in Paradise (1986), Ariel (1988), The Match Factory Girl (1990), The Man Without a Past (2002), dan Drifting Clouds (1996) mengangkat isu serupa. 

2. Return to Dust (2023)

Return to Dust (dok. Trigon Film/Return to Dust)

Return to Dust boleh saja berkutat pada kisah cinta dua sejoli yang menikah karena dijodohkan. Namun, sebenarnya mereka turut menyoroti masalah gentrifikasi yang mengusik hidup rakyat jelata.

Dua sejoli ini, misalnya, baru saja pindah ke rumah gubuk mereka dan membayangkan hidup cukup berkelanjutan di pedesaan. Sayangnya, mimpi itu terancam kandas ketika pemerintah dan pebisnis besar mendesak mereka menjual tanah dan pindah ke apartemen.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Film Horor Rasa Superhero, Punya Kekuatan Menakjubkan

3. Burning (2018)

Burning (dok. Pine House Film/Burning)

Meski disadur dari novel Jepang karya Haruki Murakami, versi filmnya berlatarkan Korea Selatan masa kini. Lakonnya Jong Su, pemuda yang baru saja lulus kuliah dan beraspirasi jadi novelis. Untuk menyambung hidupnya selama ia belum menelurkan buku, Jong Su jadi pekerja kasar dan tak sengaja bertemu teman sekolahnya, Hae Mi. 

Jong Su dan Hae Mi pun menjalin hubungan asmara tanpa status. Sampai akhirnya seorang pria kaya bernama Ben datang di antara mereka. Burning sekilas seperti kisah cinta segitiga, tetapi penuh plot twist. Menariknya lagi, film ini berhasil memotret minimnya lapangan kerja hingga ketimpangan ekonomi di Korea Selatan. 

4. Tigertail (2020)

Tigertail (dok. Netflix/Tigertail)

Tigertail ditulis dari sudut pandang seorang pemuda bernama Pin Jui yang datang dari keluarga miskin di China. Hidupnya sulit dan kondisi finansialnya menghambat hubungan asmaranya dengan sang pujaan hati. Saat ia akhirnya bermigrasi ke Amerika Serikat, nasib baik pun tak kunjung menghampiri. 

Film ini memang dikemas layaknya sinema romantis. Namun , sebenarnya cukup santer melontarkan fakta-fakta tentang kemiskinan struktural dan minimnya jaminan keselamatan kerja untuk pekerja kerah biru. 

5. A Fantastic Woman (2017)

A Fantastic Woman (dok. Sony Pictures Classics/A Fantastic Woman)

Kamera di A Fantastic Woman  akan membawamu mengikuti kehidupan Marina, seorang transpuan yang menjalin hubungan gelap dengan pria yang lebih tua. Satu hari, saat sedang bersama, sang pria tak sadarkan diri dan dinyatakan meninggal. Bukan keluarga maupun istri sahnya, Marina dilarang masuk ke ruang perawatan intensif. 

Oleh keluarga sang kekasih, Marina juga ditolak, diminta tak hadir ke pemakaman sang pria, bahkan diancam diusir dari apartemen yang dihadiahkan kekasihnya. Film ini membahas isu identitas dan hak kaum marginal yang tak diterima di masyarakat. 

Baca Juga: 5 Rekomendasi Film Horor Bertema Werewolf, Seram!

Verified Writer

Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya