TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Film Indonesia yang Sukses Tayang di Cannes Film Festival, Berkelas!

Pembuktian kualitas film lokal, nih! #IDNTimesHype

indonesianfilmcenter.com

Cannes Film Festival atau Festival de Cannes adalah satu dari festival paling bergengsi di dunia, big three bersama Venice dan Berlin. Diselenggarakan sejak tahun 1946, festival ini menayangkan sekaligus memberikan penghargaan bagi film-film baru dari seluruh dunia. Piala Palme d’Or (palem emas) menjadi penghargaan tertinggi yang tiap tahun diberikan untuk kategori Film Terbaik.

Film yang bisa tayang dan berkompetisi di Cannes harus melewati tahap seleksi yang ketat. Terkhusus dari Asia, sudah banyak film yang berjaya di festival ini, termasuk film fenomenal Parasite yang berhasil memenangkan piala Palme d’Or pada tahun 2020 lalu.

Meski belum banyak, sejumlah film Indonesia telah sukses ditayangkan di Cannes bahkan ada yang membawa pulang piala, lho. Mulai dari Tjoet Nja’ Dien hingga Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak, berikut ini ulasannya.

1. Tjut Nja' Dhien (1988) 

Film yang disutradarai Eros Djarot ini mengisahkan sepak terjang seorang pahlawan perempuan Indonesia yang berasal dari Aceh, Cut Nyak Dien (Christine Hakim) dan suaminya, Teuku Umar (Slamet Rahardjo).

Cerita perjuangan gigih dari Cut Nyak Dien melawan kompeni Belanda ini dikemas sangat apik, terutama dari segi cerita, setting, dan akting para pemain.

Film Terbaik FFI 1989 ini merupakan film Indonesia pertama yang berhasil tayang di Cannes Film Festival. Bahkan pada tahun 2002, Christine Hakim diundang menjadi salah satu juri CFF bersama David Lynch, Sharon Stone, dan Michelle Yeoh. Keren!

2. Daun di Atas Bantal (1998) 

Daun di Atas Bantal merupakan film karya Garin Nugraho yang kembali dibintangi Christine Hakim. Film ini berkisah tentang tiga anak jalanan di Yogyakarta yang sehari-hari tinggal bersama Asih (Christine). Kehidupan mereka terjerat oleh kemiskinan, tetapi memiliki mimpi besar jika suatu saat nanti bisa mendapat kehidupan yang lebih layak.

Film yang secara apik menampilkan realitas anak jalanan di tahun 1997 ini mendapat penghargaan di berbagai festival film internasional. Selain dinobatkan sebagai Best Film di ajang Asia Pasific Film Festival 1998, Daun di Atas Bantal juga ditayangkan pada sesi Un Certain Regard dalam Cannes Film Festival pada tahun yang sama.

3. Kara Anak Sebatang Pohon (2005) 

Kara, seorang anak kecil tinggal di daerah terpencil setelah sang ayah menghilang dan ibunya dibunuh oleh seorang pria bernama Ronald. Kemudian, seorang jurnalis datang di hidupnya, membuat Kara memutuskan untuk mencari si pembunuh dan membalaskan dendam.

Film karya Edwin ini sukses memenangkan piala Citra kategori Film Pendek Terbaik pada taken 2005. Selain itu, Kara Anak Sebatang Pohon juga lolos screening pada malam Director’s Fortnight.

Baca Juga: 7 Film Indonesia Terbaik Piala Citra yang Bisa Ditonton di Netflix

3. Serambi (2006) 

Serambi merupakan film dokumenter garapan Garin Nugroho dan tiga rekannya yang kembali tayang pada sesi Un Certain Regard Festival de Cannes 2005. Film ini mengemas tiga cerita yang memotret kehidupan di Aceh pasca tsunami 2004. Garin cs menggaet tiga orang asli Aceh bernama Reza Idria, Maisaroh Untari, dan Usman sebagai tokoh utama.

5. The Fox Exploit The Tiger's Might (2016) 

Selanjutnya ada film pendek berdurasi 40 menit yang dikemas begitu cerdas dan berani oleh sutradara Lucky Suwandi. Berlatar era orde baru, film ini berkisah tentang Aseng, anak SMA keturunan Tionghoa dan David, anak orang kaya yang merupakan keluarga pribumi. Mereka merupakan sahabat dekat yang sama-sama mengalami masa peningkatan gairah seksualitas.

The Fox Exploits the Tiger's Might mengandung kritik sosial terhadap perlakuan yang diterima oleh etnis Tionghoa pada masa itu. Pada perhelatan Festival de Cannes 2005, film yang juga diproduseri Edwin ini berhasil lulus seleksi untuk tayang pada kompetisi La Semaine de La Critiqie.

6. Prenjak/In the Year of Monkey (2016) 

Masih mengandung unsur seksualitas, Prenjak bercerita tentang Diah (Rosa Siregar), tengah mengalami kesulitan keuangan. Ia pun menawarkan Jarwo (Yohanes Budyambara) untuk membeli korek api seharga Rp 10 ribu per batang. Dengan korek apik itu, Jarwo bisa melihat ‘alat kelamin’ Diah.

Film berlatar Yogyakarta ini merupakan sebuah mahakarya dari sutradara muda Wregas Bhanuteja. Selain memenangkan Piala Citra sebagai Film Cerita Pendek Terbaik, Prenjak juga berhasil menyabet penghargaan Leica Cine Discovery Prize untuk kategori film pendek pada kompetisi La Semaine de La Critiqie Cannes 2016.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Film Indonesia tentang Ayah dan Anak, Bikin Mewek!

Verified Writer

Mbak Endut

Fans-nya UN1TY

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya