"Mulih", Lagu dari Navicula Berbahasa Bali tentang Pandemik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Navicula adalah band asal Bali yang berdiri sejak tahun 1996. Band yang dijuluki The Green Grunge Gentlement ini sangat lekat dengan isu sosial dan lingkungan, serta konsisten mengangkat tema ini di sebagian besar karya mereka. Formasi Navicula terkini adalah Gede Robi (vokal, gitar), Dadang Pranoto (gitar), Palel Atmoko (drum) dan Krishnanda Adipurba (bass).
Setelah 25 tahun berkarya, Navicula merilis lagu berbahasa Bali untuk pertama kalinya dengan judul "Mulih" yang dalam bahasa Indonesia berarti pulang. Lagu ini dirilis pada 10 Oktober 2021 dan videonya sudah bisa ditonton di kanal YouTube Navicula.
1. Ajakan untuk menggunakan Bahasa Bali
Lagu ini bekerjasama dengan Yayasan Puri Kauhan Ubud, untuk ajakan 'Mai Mebasa Bali' yang artinya, "Ayo menggunakan Bahasa Bali". Sebuah upaya untuk mengakrabi kembali Bahasa Bali. Seperti diketahui anak-anak dan remaja di Bali saat ini dirasakan sudah semakin berkurang menggunakan bahasa Bali, baik untuk komunikasi di rumah maupun dalam pergaulan.
Melalui lagu ini, Navicula berharap agar anak-anak dan remaja mulai lagi menggunakan bahasa Bali. Tidak ada lagi anggapan kalau menggunakan bahasa Bali dalam pergaulan itu adalah kampungan.
2. Proses produksi lagu "Mulih"
Lagu ini direkam di Denpasar pada 2 Juli 2021 dan menghadirkan Donnie Lesmana, Gitaris Lolot pada sesi solo gitar. Lirik dan musik lagu Mulih diciptakan oleh Gede Robi dan diaransemen oleh Navicula. Video klip Mulih dibuat dengan nuansa tahun 90-an dengan tone warna yang memberikan kesan klasik.
Penggarapan video bekerja sama dengan Silurbarong. Navicula telah tiga kali bekerjasama dengan lembaga film yang digawangi anak muda ini. Musik video "Ibu" dan "Dagelan Penipu Rakyat" adalah kolaborasi Navicula dengan Silurbarong sebelumnya.
3. Terinspirasi dari situasi pandemik saat ini
Dalam masa pandemik tentunya karya menjadi respon penggiat seni dalam menyikapi situasi saat ini. Tak terkecuali "Mulih" yang terinspirasi dari situasi pandemik saat ini.
Video ini bercerita tentang seseorang yang dulu bekerja di pariwisata. Mereka kehilangan pekerjaannya dan terpaksa pulang kampung ke daerah asal mereka karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup di rantau.
Editor’s picks
Menurut penelitian lembaga Kopernik, tempat Gede Robi bekerja, lembaga ini mendapati data, ada 81 persen masyarakat Bali yang terdampak secara ekonomi dan sebanyak 46 persennya kehilangan pekerjaan.
Baca Juga: Penggunaan Kata Oknum Jadi Perdebatan, Ahli Bahasa: Memang Sesuai
4. Ajakan untuk tidak melupakan kampung halaman
Sesuai dengan judulnya "Mulih" yang berati pulang, Navicula mengartikannya dengan makna pulang ke kampung halaman. “Kampung adalah harta yang terlupakan. Di kampung, orang bisa dapatkan kedaulatan pangan, syukur-syukur mereka punya lahan sehingga mereka punya opsi untuk kebutuhan dasar. Ada udara yang segar dan beberapa harta berupa kebijakan lokal yang dulu ditinggalkan, kini mulai diingat kembali,” ujar Gede Robi, dipetik dari rilis yang dikeluarkan oleh Navicula.
Saat pandemik ini, banyak orang pulang kampung sehingga terjadi ledakan tenaga kerja di desa. "Sebenarnya ini harus menjadi momentum kebangkitan pertanian dan desa. Siapa tahu setelah pandemik, mereka yang pulang kampung, setelah dilatih untuk mengembangkan pertanian, malah berpikir untuk tinggal dan mengembangkan desanya," ungkap Gede Robi yang juga adalah seorang petani kopi di kampungnya di Tabanan.
5. Berisi pesan agar tidak selalu bergantung kepada pariwisata
“Industri di Bali secara keseluruhan sangat bergantung dengan industri pariwisata. Ibarat menaruh telur di dalam satu keranjang, saat keranjang jatuh, maka seluruh telur akan ikut jatuh dan pecah,” kata Gede Robi, vokalis Navicula mengibaratkan pandemik dan ekonomi di Bali. Saat ini, industri pariswisata adalah sektor paling terpuruk di Bali akibat pandemik. Banyak tenaga kerja yang menganggur dan pulang ke kampung.
Pesan di video ini, pandemik mengajarkan kita semua untuk memikirkan ulang skala prioritas agar tidak semata bergantung dari pariwisata, tetapi kembali memikirkan sektor lain seperti kedaulatan pangan atau pertanian.
Navicula memiliki harapan yakni nantinya tidak ada lagi krisis petani karena banyak orang yang pulang ke kampung halamannya. “Jadi tidak ada lagi orang yang merasa gagal ketika pulang kampung, tapi ketika orang pulang kampung, hal ini akan menjadi kebanggaan. Karena di desa, pertanian akan menjadi kunci utama pelestarian alam dan budaya,” tambah Gede Robi.
Menurut Navicula, melestarikan budaya pertanian sama dengan melestarikan budaya Bali. Budaya Bali berakar dari pertanian dengan menerapkan pertanian yang ramah lingkungan, selain melestarikan budaya juga akan menjaga alam.
Pandemik juga mengingatkan kita bahwa, sepenting-pentingnya industri pariwisata di Bali, aset yang dijual pada pariwisata di Bali ada dua hal, yakni budaya dan alam.
Baca Juga: DPR RI Godok Pasal 5 RUU Permusikan, Robi Navicula: Itu Mengekang
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.