Bagaimana Olivia Dean Bisa Tembus Ranah Mainstream?

Kalau 2024 ada Chappell Roan, giliran Olivia Dean yang curi perhatian pada 2025. Musisi asal Inggris ini belakangan menembus ranah mainstream gara-gara lagu “Man I Need”. Lagunya viral di media sosial dan dijadikan simbol self-love baru di kalangan anak muda. Namun, bukan anak muda biasa nih yang terhipnotis lagu-lagu Olivia Dean.
Dean bisa jadi Laufey berikutnya, yakni tipe musisi pop muda yang berhasil menggaet pasar dari berbagai kalangan dengan memadukan genre populer dan niche, seperti jazz dan klasik. Tentu Dean bukan satu-satunya yang mencoba strategi ini. Lantas, mengapa ia bisa berhasil? Mungkin 3 faktor ini penentunya.
1. Lagu-lagu Olivia Dean menawarkan optimisme dan harapan

Beberapa tahun belakangan, musisi pop perempuan sedang gencar bikin lagu tentang mantan. Alhasil, lagu-lagu pop 2020-an kerap menyenggol isu maskulinitas toksik. Sabrina Carpenter dengan satirenya, Taylor Swift dengan drama puitisnya, Olivia Rodrigo dengan luapan amarahnya dan Tate McRae dengan lirik kontemplatifnya. Kemasannya berbeda-beda, tetapi sebenarnya satu tema: sindir mantan dan mencoba kembali fokus ke diri sendiri.
Olivia Dean secara strategis menawarkan sesuatu yang berbeda. Dalam lagu “Man I Need”, Dean fokus pada pesan self-love, menuangkan ekspektasinya soal pria idaman dengan tenang dan santai. Menurut Helen Brown dari The Independent, lewat “Man I Need”, Dean berhasil menciptakan lagu yang menyejukkan. Ia tak fokus pada penyesalan atas hubungan yang kandas apalagi menyalahkan orang lain. Liriknya hanya berisi harapan dan keinginannya yang sederhana dan gak muluk-muluk.
Pada intinya, lagu-lagu dalam album barunya, The Art of Loving punya nuansa serupa “Man I Need”. Coba dengar “Nice To Each Other” dan “So Easy (To Fall In Love)”. Keduanya merupakan keyakinan dan saran personalnya dalam membangun hubungan asmara, yakni dengan tak terburu-buru dan tanpa ekspektasi berlebihan, membiarkannya mengalir. Ini sebuah pendekatan filosofis yang mulai ditinggalkan dalam lagu-lagu cinta modern (cenderung terus terang dan tergesa-gesa).
2. Vokal kuat dan taktik genre bending

Bintang pop bisa dibagi jadi beberapa kategori tergantung pada kekuatan personal mereka. Ada yang kuat di vokal seperti Adele dan Dua Lipa, memikat di atas panggung seperti Tate McRae, kuat di lirik seperti Taylor Swift, Olivia Rodrigo, dan Sabrina Carpenter, atau bisa juga kuat kombinasi vokal dan performance sekaligus seperti Beyonce dan Lady Gaga. Dean bisa masuk kategori vokalis seperti Adele. Ia dicintai banyak orang karena warna vokalnya yang unik dan kuat, bahkan sering disandingkan dengan Amy Winehouse.
Selain modal awal yang susah dibantah itu, faktor sukses lain yang patut diapresiasi dari Dean adalah kemampuannya melakukan praktik genre-bending. Seperti Laufey, ia berhasil mengawinkan genre populer macam pop dan R&B dengan genre yang cukup niche peminatnya: soul dan jazz. Ia bahkan bisa berkolaborasi secara natural dalam lagu heartland rock-nya Sam Fender berjudul "Rein Me In". Versatilitas ini membuat dirinya bisa dapat audiens dari berbagai kalangan. Jika bisa terus memproduksi lagu-lagu brilian seperti yang ia lakukan dalam album The Art of Loving, Dean bisa jadi salah satu diva terbesar dekade 2020-an.
3. Dekade 2020-an masih akan jadi eranya penulis lagu
Meroketnya karier Olivia Dean memperkuat argumen kalau musisi-musisi terbaik adalah yang mampu menulis lagu sendiri. Dahulu, banyak penyanyi pop mainstream yang menyanyikan lagu-lagu pemberian label. Sejak 2010-an, semua berubah. Menulis lagu jadi salah satu kekuatan yang gak bisa lepas dari seorang penyanyi. Tengok saja kasusnya Adele, Lewis Capaldi, Sam Fender dan Olivia Rodrigo. Lagu breakout mereka adalah buah karya mereka sendiri, bukan lagi pemberian label.
Bahkan Addison Rae memperbaiki kesalahan dari pengalaman debutnya dengan terlibat langsung dalam penulisan lagu di album terbarunya, Addison (2025), dan terbukti sukses. Sejalan dengan beberapa kasus di atas, Olivia Dean juga terbantu oleh bakat menulis lagunya sejak belia. Ini lagi-lagi modal yang gak bisa dimungkiri jadi faktor sukses si penyanyi Inggris campuran Jamaika-Guyana itu.
Melihat potensi dan riwayatnya membangun karier sejak 2019, harusnya Dean bukan tergolong penyanyi one hit wonder. Tentunya, kita berharap ia bakal terus berkarya dan mewarnai dunia dengan musik uplifting-nya.