Review Film Horor Incantation, Kutukan yang Mendarah Daging
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Soal film horor, boleh dibilang negara-negara Asia adalah jagonya. Netflix pun baru merilis film horor Taiwan berjudul Incantation yang langsung mencuri perhatian.
Kisahkan usaha seorang ibu dan anak yang dikutuk untuk bebas dari tulah, Incantation dibanding-bandingkan dengan film horor Thailand, The Medium yang tayang 2021 lalu. Inilah review IDN Times untuk film horor Incantation.
1. Incantation berhasil bangun atmosfer ngeri lewat format found footage
Incantation mengisahkan tentang Li Ronan, seorang ibu tunggal. Enam tahun sebelumnya, Ronan melakukan sesuatu yang tabu dan membuatnya dikutuk. Selama bertahun-tahun, ia berusaha keras untuk menyembuhkan trauma tersebut dan melindungi Dodo, anak semata wayangnya, dari kutukan.
Saat film dimulai, Ronan diceritakan tengah berusaha bangkit dari keterpurukan. Ia kembali mendapat hak asuh atas Dodo yang sempat dirawat seorang bapak angkat. Ibu muda ini pun merekam kesehariannya untuk mengabadikan apa yang diharapkannya sebagai awal baru kehidupan. Namun, hal-hal mengerikan justru bermunculan dalam rekaman video ini.
Format mockumentary ala found footage bukan hal baru di dunia film horor. Gak selalu berhasil, jika tak dikerjakan dengan benar bisa jadi hasilnya malah bikin pusing penonton.
Namun, Incantation berhasil menyajikannya dengan matang dan membangun atmosfer seram yang meyakinkan. Gambar yang dihasilkan jelas agar cerita mudah dipahami. Tetapi juga disertai efek-efek yang pas seperti angle yang gak wajar atau glitch yang tak berlebihan.
2. Cerita dengan referensi folklore yang kuat bikin penonton ikut hanyut
Usut punya usut, enam tahun lalu, Li Ronan dan dua sahabatnya, Chen Dong dan Chen Yuan, pernah membentuk grup perekam aktivitas mistis untuk diunggah ke sosial media. Mereka berencana menginvestigasi ritual dalam sekte yang dianut kerabat Dong dan Yuan. Bertiga mereka mendatangi tempat tinggal kelompok terkucil dan terpencil tersebut.
Satu demi satu kejadian di tempat ini akhirnya memicu konsekuensi mengerikan yang harus Ronan hadapi. Film yang ditulis sutradara Kevin Ko bersama Chang Che Wei ini mampu menghadirkan kengerian yang kuat dengan menggabungkan unsur folklore dan kepercayaan religi dari daerah setempat.
Simbol-simbol, latar belakang cerita tentang kutukan, sampai dampaknya ke manusia sekitar dalam film Incantation terasa begitu meyakinkan. Kamu mungkin juga pernah mendengar kisah-kisah horor seperti ini di sekiarmu, entah itu tentang sekte sesat atau penyakit supranatural semacam teluh dan santet. Alhasil penonton berpotensi dibuat ikut ketakutan, apakah akan ikut terdampak setelah menonton film ini.
Apalagi sejak awal film, Ronan berusaha menembus dinding antara film dengan penonton dan mengajak kita untuk ikut melakukan sebuah 'ritual,' mau tidak mau.
Baca Juga: Film Horor IDN Pictures, Inang dan Horor Keliling, Debut di BIFAN 2022
Editor’s picks
3. Konflik sang tokoh utama mengaduk-aduk emosi dan perasaan
Enam tahun sejak insiden itu, Li Ronan berusaha melupakan semuanya. Baik dengan bantuan ritual religi maupun berobat ke dokter jiwa. Namun, rupanya kutukan akibat kejadian itu masih menghantuinya ketika ia kembali bersatu dengan putrinya yang sempat diambil oleh dinas sosial.
Akting Tsai Hsuan Yen sebagai Li Ronan yang begitu cinta kepada Dodo, putrinya, sampai rela melakukan apapun terasa sangat menyentuh. Ia berhasil tunjukkan berbagai emosi kuat yang bikin hati penonton Incantation bisa ikut terombang-ambing.
Ada pula sosok Chi Ming (Kao Ying Hsuan), ayah angkat Dodo yang ikut terseret dalam pusaran horor yang mengikuti Ronan. Cerita mereka tentang cinta dan kasih sayang orang tua, bisa bikin kita mudah bersimpati sekaligus gampang jengkel.
4. Visualisasi keren dan penempatan jump scare yang pas
Film Incantation menampilkan visualiasi yang terasa organik sekaligus ngeri. Mulai dari penggambaran tempat awal kutukan terjadi, hingga teror-teror selanjutnya yang dialami Ronan dan orang-orang yang ikut terdampak.
Warna merah, yang biasanya identik dengan kemakmuran dalam budaya China, berpadu apik dengan simbol-simbol kepercayaan yang digambarkan dengan warna-warna gelap. Hasilnya rasa tidak nyaman, suram, dan gak tenang di sepanjang film. Belum lagi komposisi gambar yang sering kali menyisakan 3/4-nya kosong atau gelap sehingga kita bakal overthinking apa yang akan muncul dari kekosongan ini.
Format found footage juga membantu banget dalam sisi peletakan unsur kejutan alias jumpscare. Pada bagian klimaks di beberapa babak, setiap detiknya kita dibuat deg-degan mengantisipasi apa yang akan terjadi sesaat kemudian. Pasalnya, sudut pandang kita terbatas hanya dari kamera yang sang tokoh pegang.
5. Incantation tawarkan eksotisme horor khas Asia yang dirindukan
Dengan segala kelebihannya, ada keganjilan yang mengusik saya saat menonton. Salah satunya adalah musik yang menurut saja kelewat kencang untuk sebuah film berformat found footage. Memang suara adalah unsur yang baik untuk membangun atmosfer seram, namun dalam format ini justru jadi terasa kurang realistis.
Penuturan yang merupakan campuran beberapa timeline juga berpotensi membuat mood yang tadinya sudah naik, harus turun lagi karena ganti timeline. Sehingga, bagi saya pribadi, ada beberapa babak yang terasa lamban dan bertele-tele di tengah-tengah, padahal sebelumnya sudah berhasil bikin keringat dingin.
Pada akhirnya, film ini tampaknya memenuhi ekspektasi penonton yang rindu eksotisme horor khas Asia. IDN Times beri skor 7,5/10 untuk film Incantation.
Baca Juga: Sudah Tahu? 5 Film Horor Pertama di Dunia, Kiblat Film Horor Saat Ini
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.