cover belakang Salt to the Sea (dok.pribadi/Salma Syifa Azizah)
Hingga akhir cerita pun pembaca akan dibuat sedih dengan tragedi yang harus dialami oleh 4 tokoh utama serta ribuan penyintas lainnya. Ketika mereka akan dievakuasi ke tempat yang lebih aman, kejadian tragis harus mereka alami. Bayangkan betapa mencekamnya saat tiba-tiba tempat tinggal kita harus dibom, atau diserang torpedo dari bawah laut. Belum lagi cuaca dingin, hingga badai yang menghampiri.
Perang ini tidak hanya berlangsung di daratan Eropa saja, tetapi juga di tengah perairan Laut Baltik. Di sinilah insting manusia diuji, yang tadinya kawan seketika bisa menjadi lawan saat kondisi krisis. Laut Baltik adalah tempat lain yang menjadi saksi bisu hilangnya ribuan nyawa. Dengan total halaman 369, pembaca berhasil dibuat sedih dan turut berduka atas tragedi kelam yang terjadi.
Perang membawa penderitaan bagi para penduduk. Satu-satunya harapan mereka hanyalah hidup tenang dan perdamaian. Salt to the Sea mengajak para pembaca untuk menjelajahi peristiwa tragis di balik Perang Dunia II. Dalam catatan penutup sang penulis Ruta Sepetys juga menjelaskan ulang bagian-bagian penting dalam sejarah, sebagai referensi tambahan. Dengan membaca buku ini akan membuka wawasan baru bagi pembaca.
Meski ceritanya sangat kompleks, buku Salt to the Sea tetap mudah dipahami alurnya karena bahasanya ringan. Cocok bagi pembaca yang suka cerita berbobot dan dibalut dengan fiksi menghibur. Penulis berhasil menciptakan tulisan yang membangkitkan rasa tegang, emosi, dan simpati pembaca. Karena dampak perang sangatlah serius, semoga kita sadar akan pentingnya menjaga perdamaian dunia.