5 Film Elia Suleiman, Kemelut Palestina—Israel Berbalut Black Comedy

Sergei Loznitsa versi Palestina

Kalau Ukraina punya Sergei Loznitsa, Palestina punya Elia Suleiman. Sama dengan Loznitsa, Suleiman rajin melontarkan kritik dan membungkus keresahannya dalam film black comedy. Aktif sejak 1990-an, Suleiman punya deretan film pendek, fitur, dan dokumenter yang bisa membantumu memahami kemelut di Palestina dan Israel

Ada setidaknya empat judul film Elia Suleiman yang wajib masuk daftar tontonmu. Cerdas, memantik diskusi, dan memotivasimu untuk berpikir kritis. Beberapa tayang di layanan streaming tersohor.

Baca Juga: 5 Film Berlatar Palestina Terbaik yang Tayang di Ajang Internasional

1. Introduction To The End Of An Argument (1990)

5 Film Elia Suleiman, Kemelut Palestina—Israel Berbalut Black ComedyIntroduction To The End Of An Argument (dok. LUX/Introduction To The End Of An Argument)

Suleiman memulai kariernya dengan membuat film-film pendek dan dokumenter. Introduction To The End Of An Argument adalah salah satu karya awalnya yang berisi kritiknya pada cara media Barat meliput konstelasi politik di Timur Tengah. 

Berbagai stigma dan stereotip media Barat terhadap kultur Arab tampak jelas terlihat dari pemberitaan yang beredar. Kritiknya pedas dan cerdas, tetapi mendorong penonton untuk bikin kesimpulan sendiri. 

2. Chronicle of a Disappearance (1996)

5 Film Elia Suleiman, Kemelut Palestina—Israel Berbalut Black ComedyChronicle of a Disappearance (dok. MUBI/Chronicle of a Disappearance)

Chronicle of Disapperance adalah film fitur debut Elia Suleiman yang rilis pada 1996. Filmnya mengikuti Suleiman yang memerankan dirinya sendiri, seorang laki-laki Palestina yang pulang ke kota kelahirannya Nazareth setelah 12 tahun tinggal di Amerika Serikat.

Saat itu, Nazareth sudah berada di bawah kontrol Israel dan secara tak langsung membuatnya linglung melihat pencerabutan paksa identitas Palestina atas kotanya. Dikemas tanpa plot yang jelas, film ini terasa seperti buku harian acak sang lakon saat menyambangi kota kelahirannya. Kritik yang ia sampaikan cukup subtle dan berbalut humor deadpan. Film Chronicle of Disapperance sedang tayang di Netflix. 

3. Divine Intervention (2002)

5 Film Elia Suleiman, Kemelut Palestina—Israel Berbalut Black ComedyDivine Intervention (dok. European Film Awards/Divine Intervention)

Lewat film inilah Elia Suleiman mulai dikenal luas. Tayang juga di Netflix, Divine Intervention adalah balada sepasang kekasih yang cintanya terhalang kemelut politik. Suleimani kembali memerankan seorang laki-laki yang tinggal di Nazareth, tetapi punya kekasih yang berdomisili di Ramallah, Tepi Barat. 

Untuk bisa bertemu, mereka harus melewati pos pengecekan yang dihuni tentara-tentara Israel. Meski ribet, ini satu-satunya cara untuk mempertahankan cinta mereka. Walau dibalut ala film romcom, kritik Suleiman cukup jelas. Berkat karyanya ini, Suleiman meraih Jury Prize (film terbaik ketiga) di Cannes Film Festival 2002. 

Baca Juga: 5 Tokoh Yahudi yang Berperan Penting Terhadap Berdirinya Israel 

4. The Time That Remains (2009)

5 Film Elia Suleiman, Kemelut Palestina—Israel Berbalut Black ComedyThe Time that Remains (dok. European Film Awards/The Time that Remains)

Setelah tujuh tahun, Suleiman kembali lewat The Time That Remains yang terinspirasi dari pengalaman ayah dan keluarganya sendiri secara umum. Film ini mengikuti balada keluarga Arab Palestina yang jadi saksi peristiwa Nakba 1948 (peristiwa yang menandai dimulainya okupasi Israel atas Palestina).

Sang ayah diceritakan sempat bergabung dengan pasukan anti-okupasi Israel, tetapi akhirnya tertangkap dan dipenjara. Tidak seperti keluarga lain yang memilih bermigrasi ke negara lain. Mereka memilih tinggal, tetapi perlahan menjelma jadi kelompok minoritas yang terkucil dan termarginalisasi. The Time That Remains jadi film kedua Suleiman yang tayang di Cannes Film Festival. 

5. It Must be Heaven (2019)

5 Film Elia Suleiman, Kemelut Palestina—Israel Berbalut Black ComedyIt Must Be Heaven (dok. Unifrance/It Must Be Heaven)

It Must Be Heaven adalah karya terbaru Suleiman yang kembali ia bintangi sendiri. Ia memerankan seorang pria paruh baya yang meski sudah tinggal di tempat yang relatif lebih damai dan aman seperti New York dan Paris masih dihantui kenangan akan kampung halamannya di Palestina. 

Suleiman tak banyak berdialog dalam film ini. Ia memanjakan mata penonton dengan visual menawan dan humor deadpan yang jadi jalan ninjanya kala melempar kritik. It Must Be Heaven berhasil dapat Special Mention di Cannes Film Festival 2019. 

Walau tak berdampak langsung dalam upaya perdamaian di Palestina dan Israel, eksistensi sutradara kritis macam Elia Suleiman patut diapresiasi. Kepiawaiannya mengemas kritik memperkaya perspektif kita. 

Baca Juga: 5 Rekomendasi Film Perang dengan Tokoh Utama Perempuan

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman
  • Bayu Nur Seto

Berita Terkini Lainnya