[REVIEW] Palm Trees and Power Lines, Realitas Seram Sindikat Pedofil

Karya debut sutradara Jamie Dack

Di tengah industri Hollywood yang mulai jenuh, ditandai dengan kemunculan film remake dan sekuel, sineas indie Amerika tak henti menyuguhkan terobosan baru. Salah satu yang wajib masuk radarmu adalah film drama psikologi berjudul Palm Trees and Power Lines (2022).  

Sesuai judulnya, ia berlatarkan Southern California. Sebuah region di Amerika Serikat yang identik dengan cuaca hangat serta berhiaskan pohon-pohon palem tinggi yang berdampingan dengan tiang-tiang listrik.

Latar itu tentu familier untuk penonton film-film coming-of-age Amerika, bukan? Namun, jangan harap kamu bisa menemukan karya yang uplifting dan menginspirasi.

Sutradara Jamie Dack memilih untuk mengekspos realitas meresahkan lewat karya debutnya ini. Apa itu? Simak review film Palm Trees and Power Lines berikut ini, ya!

1. Konflik terbangun perlahan, tetapi jauh dari kesan membosankan

[REVIEW] Palm Trees and Power Lines, Realitas Seram Sindikat Pedofilfilm Palm Trees and Power Lines (dok. Momentum Pictures/Palm Trees and Power Lines)

Seperti film-film pada umumnya, Dack memilih untuk memperkenalkan sang lakon utama di sini. Leah ditampilkan layaknya remaja belasan tahun yang sering nongkrong dengan teman-teman sebayanya. Membahas hal-hal sepele dan melakukan kenakalan, seperti enggan membayar tagihan kafe. 

Namun, kebodohan-kebodohan ini membuat Leah tak nyaman. Ia merasa tak berada dalam satu frekuensi dengan rekan-rekannya. Bahkan hubungan asmaranya dengan salah satu teman sekolahnya terasa artifisial. 

Kondisi di rumah tak pula mendukung. Ia tinggal dengan ibu tunggal yang gagal mencukupi kebutuhan emosi Leah. Sepertiga awal film sangat krusial, karena ini yang menentukan apakah penonton akan bertahan atau tidak. Dack berhasil mengeksekusinya. 

2. Kedatangan lakon kedua memperkaya dinamika film

[REVIEW] Palm Trees and Power Lines, Realitas Seram Sindikat Pedofilfilm Palm Trees and Power Lines (dok. Momentum Pictures/Palm Trees and Power Lines)

Dack tidak menunggu sampai penonton terbiasa. Ia langsung memperkenalkan lakon kedua pada sepertiga awal film. Tom, sang lakon kedua yang dimaksud, adalah seorang pria 34 tahun yang menarik perhatian Leah. Bak gayung bersambut, Tom sengaja memperkenalkan dirinya terlebih dahulu pada Leah yang naif. 

Meski awalnya enggan, Leah tak lagi bisa membendung rasa sebal dan muaknya pada orang-orang di sekitarnya. Ketika Tom mampu memberikan dukungan emosi untuk Leah, kedekatan mereka pun tak terelakkan lagi. Leah akhirnya mendapat apa yang selama ini gagal dicukupi orangtua dan kawan-kawan sebayanya.  

3. Gambaran audiovisual tentang manipulasi dalam hubungan dieksekusi dengan baik 

[REVIEW] Palm Trees and Power Lines, Realitas Seram Sindikat Pedofilfilm Palm Trees and Power Lines (dok. Momentum Pictures/Palm Trees and Power Lines)

Dari sinilah momen-momen mengganggu mulai menyeruak. Dack sengaja memunculkannya secara perlahan, tapi pasti.

Sesuai dengan realitas di lapangan, manipulasi yang dilakukan orang dewasa dengan gangguan pedofilia pada korbannya dilakukan dengan penuh perhitungan dan rapi. 

Tom dengan piawai mendoktrin Leah tentang cinta dan afeksi versinya sendiri. Ia juga mengisolasi Leah dari orang-orang terdekatnya, merebut kepercayaan dan simpatinya, serta memastikan Leah semakin bergantung padanya. Saat itu berhasil, Leah tanpa sadar masuk dalam perangkap yang sudah disiapkan Tom. 

Baca Juga: Siapa yang Mati di Guardians of the Galaxy Vol. 3? Ini Prediksinya!

4. Tak cuma satu klimaks, Dack menyiapkan kejutan pada akhir film

[REVIEW] Palm Trees and Power Lines, Realitas Seram Sindikat Pedofilfilm Palm Trees and Power Lines (dok. Momentum Pictures/Palm Trees and Power Lines)

Seperti yang bisa kamu tebak, klimaks dalam film ini terjadi ketika Tom mengajak Leah berlibur beberapa hari di sebuah hotel. Kengerian yang penonton khawatirkan sejak awal akhirnya terjadi. 

Aktris pendatang baru Lily McInerny yang memerankan Leah tampil mengesankan. Ia mempu mengekspresikan rasa kaget, gelisah, dan kecewa tanpa dialog, hanya lewat kamera yang mengikuti wajahnya lekat-lekat sepanjang adegan mengganggu tersebut. 

Namun, kisah Leah belum berakhir. Meski sempat memilih meninggalkan Tom tanpa pamit. Leah ternyata masih berharap Tom akan mencari dan mengemis padanya untuk kembali. Adegan tak terduga tersebut menandakan berakhirnya film berdurasi hampir 2 jam itu. 

5. Jamie Dack terinspirasi gerakan #MeToo yang mendorongnya melakukan refleksi

[REVIEW] Palm Trees and Power Lines, Realitas Seram Sindikat Pedofilfilm Palm Trees and Power Lines (dok. Panavision/Palm Trees and Power Lines)

Lagi-lagi ini adalah gambaran yang realistis. Faktanya tak banyak korban hubungan abusive yang bisa lepas begitu saja. Melansir National Domestic Violence Hotline, ada beberapa alasan yang membuat korban kesulitan keluar dari hubungan toksik.

Dalam kasus Leah, faktor seperti self-esteem yang rendah dan dependensi emosional bisa jadi alasannya. Bila orang dewasa saja kesulitan, bayangkan ini terjadi pada anak-anak di bawah umur yang belum stabil secara psikis. 

Jamie Dack sendiri terinspirasi dari #MeToo, yakni gerakan solidaritas untuk mengungkap pelecehan seksual yang dilakukan orang-orang berkuasa. Merujuk wawancaranya dengan Vogue, itu membuatnya mengaji ulang hubungan yang pernah ia jalani saat muda dulu dengan pria yang jauh lebih tua. 

Sesuai dengan misinya itu, Palm Trees and Power Lines mengeksekusi beberapa konsep penting seperti grooming dan manipulasi dengan baik. Ini bisa jadi media edukasi untuk remaja, orangtua, pendidik, serta orang awam sekalipun. Namun, pastikan tonton dengan bijak karena beberapa adegan mengganggu di dalamnya. 

Baca Juga: [REVIEW] Close, Ketika Maskulinitas Toksik Menginterupsi Persahabatan

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya