5 Sutradara untuk Kenalan dengan Film Jepang Kontemporer

Penyuka film arthouse harus tahu!

Selain anime yang mendunia, karya sineas film arthouse Jepang juga sering melintasi benua dengan tayang perdana di berbagai festival film bergengsi. Nama-nama lawas mungkin sudah pernah kamu dengar sebelumnya. Seperti Yasujiro Ozu, si pelopor aliran minimalis; Akira Kurosawa maestro yang piawai mempermainkan emosi penonton; Yoji Yamada, sang spesialis drama domestik; atau Nagisa Ōshima yang pendekatan sinematiknya kontroversial. 

Seiring berjalannya waktu, muncul pula nama-nama baru yang melanjutkan legasi sineas-sineas senior di atas. Kehadiran mereka pun membentuk identitas dan signatur dalam sinema Jepang. Mengutip Robin Syversen dari Japanese Cinema Archives, sinema Jepang identik dengan teknik deep-focus, flat lighting, dan wide-shot. Tak heran kalau terkadang durasi film Jepang bisa lebih dari 120 menit dan lajunya cenderung lambat. Bahkan untuk genre action sekalipun. 

Hal lain yang jadi identitas sinema Jepang adalah keberadaan unsur-unsur kekerasan yang mungkin membuat kamu tak nyaman. Film Jepang seolah tidak diciptakan sebagai pesaing film Hollywood. Mereka punya pendekatan yang berbeda saat membuat plot dan selalu mengeklaim karyanya tidak untuk semua orang. Menurut Pang dalam jurnal  Modern Chinese Literature and Culture berjudul 'New Asian Cinema and Its Circulation of Violence', film Jepang punya kemiripan dengan sinema-sinema Hong Kong dan Korea yang punya kecenderungan mengekspos kekerasan dan tak ragu menyertakan adegan eksplisit.

Menurut sutradara langganan film action dan thriller asal Jepang, Takashi Miike seperti yang dikutip Pang, film adalah ekspresi dari apa yang tidak terekspos di masyarakat Jepang. Opini Miike seakan diamini oleh Profesor Kriminologi Alison Young dari University of Melbourne lewat tulisannya 'Japan's Hidden Landscape of Violent Crime' yang menyoroti ganjilnya angka statistik kriminalitas di Jepang yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. 

Namun, ini bukan berarti film Jepang tak menarik untuk dinikmati maupun diulas. Jika ingin mengulik industri film Jepang, silakan mulai dari mengenal sutradara kontemporer berikut. Tidak semua memilih untuk mengekspos kekerasan dan quirkiness, kok. Beberapa memutuskan untuk fokus ke ideologi dan filosofi lekat dengan kehidupan sehari-hari. 

1. Hirokazu Koreeda

5 Sutradara untuk Kenalan dengan Film Jepang Kontemporerfilm Nobody Knows (dok. Bandai Visual Company/Nobody Knows)

Buat yang masih awam dengan sinema Jepang, coba film-film heartwarming karya Hirokazu Koreeda. Sang sutradara sering mengangkat tema-tema keluarga dan drama domestik secara umum, seperti yang dilakukannya lewat Nobody Knows (2004), Still Walking (2008), I Wish (2011), After Storm (2016), dan Our Little Sister (2017).

Beberapa waktu lalu, ia juga menyutradarai film Korea berjudul Broker (2022). Film-film Koreeda sering tembus Cannes Film Festival dan tak pernah luput dari pujian karena kelihaiannya menghancurkan hati penonton jadi berkeping-keping saking harunya. Karya-karya Koreeda cenderung bertempo lambat dan berdurasi panjang, tetapi tetap bikin penonton betah. Jadi, pastikan kamu benar-benar punya waktu luang untuk nonton. 

2. Takeshi Kitano

5 Sutradara untuk Kenalan dengan Film Jepang KontemporerKids Return (dok. Terracotta Distribution/Kids Return)

Takeshi Kitano bisa jadi sutradara pertama yang kamu tonton saat hendak menceburkan diri dalam semesta film aksi Jepang. Ia banyak mengangkat tema gangster atau di Jepang dikenal dengan istilah yakuza. Otomatis adegan kekerasan dan kata-kata eksplisit pun menghiasi filmnya.

Namun, beda dengan sutradara film aksi lain macam Takashi Miike dan Kinji Fukasaku, Kitano sering menyelipkan humor dan satire dalam karyanya. Ia juga cenderung menghindari adegan-adegan seksual eksplisit. Jika penasaran, coba beberapa judul film terbaiknya seperti Kids Return (1996), Hana Bi (1997), dan Sonatine (1993). 

3. Kiyoshi Kurosawa

5 Sutradara untuk Kenalan dengan Film Jepang KontemporerWife of a Spy (dok. Kino Lorber/Wife of a Spy)

Sutradara Kiyoshi Kurosawa lebih sering berkarya di genre thriller/suspense dan horor. Beberapa judul yang paling dikenal antara lain Pulse (2001), Cure (1997), Tokyo Sonata (2008), Creepy (2016), dan yang terbaru Wife of a Spy (2020).

 Ia juga menyutradarai beberapa serial televisi seperti Penance (2012) yang diadaptasi dari novel laris Kanae Minato. Gaya sinematiknya sering disandingkan dengan Alfred Hitchock, Andrey Tarkovsky, dan Stanley Kubrick, walaupun genre yang mereka usung berbeda jauh. 

Baca Juga: 5 Film Jepang Bertema Terminal Ill Romance, Siap-siap Nangis!

4. Miwa Nishikawa 

5 Sutradara untuk Kenalan dengan Film Jepang KontemporerUnder the Open Sky (dok. Japanese Film Festival/Under the Open Sky)

Sama seperti di penjuru dunia manapun, sineas perempuan tergolong langka di Jepang. Beruntung masih ada beberapa nama seperti Miwa Nishikama yang menawarkan pendekatan berbeda saat bikin film Jepang. Tema-tema yang diangkat Nishikama hampir sama dengan seniornya, Hirokazu Koreeda, yakni keluarga dan drama domestik. 

Namun, sebagai perempuan, perspektif yang ia usung pun lebih humanis dan menitikberatkan pada ikatan emosi. Bahkan ini ia lakukan saat mendapuk karakter yakuza dalam film terbarunya Under the Open Sky (2020). Jika sutradara lain akan mengekspos kekerasan dan maskulinitas, Nishikama memilih melakukan psikoanalisis terhadap si anggota gangster tersebut.

Film terbaik lain dari Nishikama yang bisa kamu ulik antara lain Wild Berries (2003) dan Sway (2006). Ia adalah sutradara Jepang pertama yang filmnya pernah berkompetisi dalam perebutan Palme d'Or di Cannes Film Festival. 

5. Naoko Ogigami

5 Sutradara untuk Kenalan dengan Film Jepang KontemporerKamome Diner (dok. Nippon Television Network/Kamome Diner)

Coba juga film Jepang karya Naoko Ogigami jika ingin dapat perspektif berbeda. Ogigami pernah berkecimpung di industri film Hollywood sebelum kembali ke Jepang pada 2000-an. Ia kemudian merilis beberapa film, seperti Barber Yoshino (2004), Kamome Diner (2006), Norway for Glasses (2007), dan Toilet (2010). 

Baru saja ia merilis lagi film terbaru bertajuk Riverside Mukolitta (2021). Pendekatan yang dipakainya adalah minimalisme dan realisme. Cocok buat penonton yang hendak mencari ketenangan sambil mencerna makna kehidupan. 

Dari industri filmnya saja, kamu sudah bisa belajar banyak hal tentang masyarakat Jepang. Tentu tidak semua yang diceritakan dalam film bisa dianggap sebagai representasi yang akurat, tetapi boleh lah jadi referensi awal. 

Baca Juga: 6 Film Horor Hollywood yang Merupakan Remake Jepang, Bikin Tegang!

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya