Di balik kuatnya para Hashira dan perjuangan Tanjiro cs, ada sosok rapuh yang jadi otak sekaligus penggerak Demon Slayer Corps: Kagaya Ubuyashiki. Meski tubuhnya sakit-sakitan sejak lahir, ia dihormati sebagai pemimpin yang bijak, tenang, dan penuh pengorbanan. Kisah hidupnya penuh tragedi, tapi justru itulah yang membuatnya jadi karakter paling berkesan dalam Demon Slayer.
5 Fakta Kagaya Ubuyashiki, Oyakata-sama di Demon Slayer

Intinya sih...
Kagaya Ubuyashiki diangkat jadi Oyakata saat usia 4 tahun setelah ayahnya bunuh diri
Keluarga Ubuyashiki terkena kutukan Muzan, namun Kagaya memiliki kemampuan luar biasa
Kagaya mengorbankan dirinya demi melawan Muzan, menunjukkan kepemimpinan sejati
1. Jadi pemimpin sejak kecil
Kagaya Ubuyashiki diangkat jadi Oyakata (pemimpin Demon Slayer Corps) saat usianya baru berusia 4 tahun, setelah ayahnya bunuh diri karena tekanan kutukan keluarga. Sejak kecil, ia sudah terbiasa menghadapi tragedi, mulai dari kehilangan ibu hingga saudara-saudaranya.
Meski tumbuh di lingkungan penuh penderitaan, Kagaya tidak pernah menunjukkan dendam atau kebencian di depan orang lain. Justru sebaliknya, ia dikenal sebagai sosok yang lembut, bijaksana, dan menenangkan. Hal inilah yang membuat Hashira maupun para pendekar junior sangat menghormatinya, bukan karena kekuatan fisik, melainkan karena wibawa dan kepemimpinan yang tenang.
2. Kutukan keluarga dan hubungan dengan Muzan
Keluarga Ubuyashiki merupakan keturunan jauh Muzan Kibutsuji, iblis pertama. Karena itu, mereka terkena kutukan: anak laki-laki terlahir dengan penyakit kulit mirip luka bakar yang memperpendek usia, rata-rata meninggal sebelum 30 tahun.
Untuk bertahan hidup, keluarga ini mengikuti nasihat pendeta: menikahkan pewaris dengan perempuan yang berasal dari keluarga pendeta dan menjadikan misi membasmi Muzan sebagai tujuan hidup. Dari sinilah lahir Demon Slayer Corps, yang dipimpin secara turun-temurun oleh laki-laki Ubuyashiki.
3. Kemampuan luar biasa Kagaya
Meski tubuhnya rapuh, Kagaya punya kemampuan istimewa yang bikin semua orang kagum:
Menyembunyikan emosi: bisa menghapus jejak kebencian dan niat membunuh dari wajahnya. Bahkan saat Muzan datang, Kagaya tetap tersenyum tenang bak Buddha, membuat Muzan tidak sadar dirinya dijebak.
Suara menenangkan: intonasi bicaranya mampu meredakan emosi, baik Hashira yang marah maupun Tanjiro yang gelisah. Fenomena ini dikenal juga sebagai 1/F fluctuation, kemampuan alami orang karismatik.
Indra keenam: mampu merasakan keberadaan manusia dan iblis sekaligus menilai kekuatannya. Bahkan ketika sudah buta total, ia tetap bisa mendeteksi Muzan dari luar kediamannya.
Naluri peramal: firasat tajam yang selalu terbukti benar. Kepada Gyomei, Kagaya menebak bahwa kelemahan satu-satunya Muzan adalah sinar matahari, artinya dipenggal berkali-kali pun Muzan tidak akan mati dan lima hari kemudian Muzan akan mendatanginya. Ia juga memprediksi kekalahan Gyutaro dan Daki sebagai awal runtuhnya Dua Belas Kizuki.
4. Memiliki lima anak kembar lima
Kagaya dan istrinya, Amane, punya lima anak kembar lima: Hinaki, Nichika, Kiriya, Kanata, dan Kuina. Dari kelimanya, hanya Kiriya, anak ketiga, yang laki-laki. Meski masih kecil, Kiriya menunjukkan keteguhan hati luar biasa saat harus menggantikan ayahnya sebagai pemimpin Demon Slayer Corps. Dengan bantuan adik-adiknya, ia mengoordinasikan strategi perang terakhir melawan Muzan.
Perannya sangat penting karena mampu menjaga semangat pasukan tetap teguh meski mereka menghadapi iblis terkuat di dunia. Di masa tuanya, Kiriya hidup panjang hingga dikenang sebagai orang tertua di Jepang, bukti bahwa ia berhasil lepas dari kutukan yang membayangi keluarga Ubuyashiki.
5. Pengorbanan terakhir
Salah satu momen paling heroik dalam cerita Demon Slayer adalah saat Kagaya memutuskan mengorbankan dirinya. Menyadari usianya tak lama lagi dan penyakitnya makin parah, ia menjadikan tubuhnya sendiri sebagai umpan untuk menjebak Muzan. Bersama istri dan sebagian anaknya, Kagaya meledakkan kediaman keluarga Ubuyashiki tepat saat Muzan datang menyerang.
Tindakan ini tidak hanya melukai Muzan secara fisik, tapi juga memberi waktu krusial bagi Hashira untuk berkumpul dan melancarkan serangan balasan. Keputusannya mencerminkan kepemimpinan sejati, mengorbankan diri demi keberlangsungan umat manusia.
Kisah Kagaya Ubuyashiki memperlihatkan bahwa kekuatan sejati bukan hanya soal fisik, tapi juga kebijaksanaan, keberanian, dan pengorbanan. Dari kutukan keluarganya, kepemimpinannya sejak kecil, hingga keputusannya mengorbankan diri demi melawan Muzan, Kagaya membuktikan bahwa bahkan sosok paling rapuh sekalipun bisa menjadi pilar harapan bagi banyak orang. Tak heran kalau ia dikenang sebagai salah satu karakter paling tragis namun inspiratif dalam Demon Slayer.