Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Film Berformat Family Saga, Potret Trauma yang Diturunkan

In the Land of Brothers (dok. Jogja-NETPAC Asian Film Festival/In the Land of Brothers)

Kamu menggemari serial Pachinko dan When Life Gives You Tangerine? Ada kemungkinan kamu punya ketertarikan khusus dengan narasi berformat family saga. Mengekspos cerita multigenerasi, family saga memang seringkali bikin penontonnya terenyuh. 

Biasanya ada isu trauma dan tradisi yang diturunkan di sana, baik yang menghangatkan hati, maupun yang sebenarnya toksik dan layaknya diputus. Ini yang bikin cerita-cerita berformat family saga umumnya kaya, berdimensi, dan penuh dilema moral. Butuh lebih banyak asupan drama keluarga bergenerasi? Keenam film berikut bisa jadi jawabannya. Gak perlu belasan episode, cukup 2 jam saja buat memenuhi rasa penasaranmu. 

1. In the Land of Brothers (2024)

In the Land of Brothers (dok. Jogja-Netpac Asian Film Festival/In the Land of Brothers)

Tayang perdana di Sundance Film Festival 2024, In the Land of Brothers adalah kisah beberapa keluarga imigran Afghanistan di Iran selama rentang waktu 20 tahun. Disusun dengan format triptik (tiga panel cerita terpisah), ceritanya berorbit pada isu serta kepelikan status warga negara mereka yang tak kunjung selesai. Mulai dari tak punya akses ke fasilitas kesehatan karena ketiadaan dokumen resmi, diperkerjakan tanpa bayaran dengan ancaman deportasi, sampai direkrut jadi tentara untuk membantu sekutu Iran di luar negeri. 

2. The Place Beyond the Pines (2012)

The Place Beyond the Pines (dok. Focus Features/The Place Beyond the Pines)

The Place Beyond the Pines adalah kisah dua keluarga dari satu generasi ke generasi berikutnya yang disusun secara linear. Seperti film sebelumnya, ia juga disusun dengan format triptik. Dimulai dengan memperkenalkan seorang kriminal bernama Luke (Ryan Gosling) yang rujuk dengan sang mantan dan membangun keluarga kecil bersama. Ketika ia tewas, cerita berlanjut ke polisi yang jadi saksi kunci kematiannya. Sementara, cerita ketiga memotret nasib dua pemuda yang ternyata keturunan Luke dan polisi dari cerita kedua. 

3. Sweet Dreams (2023)

Sweet Dreams (dok. Locarno International Film Festival/Sweet Dreams)

Tayang perdana pada Locarno International Film Festival 2023, Sweet Dreams adalah kisah dua keluarga yang secara tak sengaja bersilangan karena sebuah tragedi. Cerita dimulai dengan kematian seorang petinggi pabrik gula di Hindia Belanda. Guna mengurus administrasi dan kelanjutan aset ayahnya, sang putra beserta keluarganya pun berlayar dari Belanda. Namun, setibanya di sana, mereka baru tahu kalau sang ayah punya keluarga lain di negeri itu. Intrik dan konflik pun menyeruak. 

4. Coco (2017)

Coco (dok. Pixar/Coco)

Bisa ditonton segala usia, Coco bisa jadi cerminan bagaimana trauma bisa diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Film ini berlakonkan Miguel (Anthony Gonzalez), bocah yang mencintai musik dan tak bisa menerima fakta bahwa keluarganya melarang hobinya itu. Demi mencari jawaban atas ketidaklogisan itu, Miguel nekat menembus portal alam gaib untuk berbicara langsung dengan leluhurnya. Di sinilah jawaban dan revelasi mulai terungkap. 

5. The Joy Luck Club (1993)

The Joy Luck Club (dok. Hollywood Pictures/The Joy Luck Club)

The Joy Luck Club adalah drama keluarga epik yang berkutat pada hubungan empat perempuan dengan ibu mereka masing-masing. Berlatar belakang imigran Asia, ternyata setiap ibu punya masa lalu dan relasi pelik dengan leluhur yang mereka coba lupakan saat bermigrasi ke Amerika Serikat. Ini mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak-anak mereka dan akhirnya menyulut konflik. Memikat, mengharukan, dan pertentangan moralnya dapat. 

6. All That's Left of You (2025)

All That's Left of You (dok. The Match Factory/All That's Left of You)

Dibuat sebagai cerminan kehidupan warga Palestina selama 70 tahun penjajahan Israel, film dibuka dengan kisah Noor (Muhammad Abed Elrahman). Ia remaja sederhana yang ditembak militer Israel saat memprotes pendirian pos-pos pemeriksaan (salah satu bentuk regulasi apartheid Israel) di Tepi Barat pada 1980-an. Film kemudian berbalik ke beberapa dekade sebelumnya, tepatnya pada 1948 ketika kakek dan nenek Noor diusir paksa dan dicerabut hak miliknya atas rumah dan lahan mereka di Jaffa oleh milisi Zionis. 

Meski fiktif, banyak kasus dan potongan cerita dari film-film di atas yang relevan dengan realitas. Ternyata apa yang dialami leluhurmu bisa berdampak pada apa yang kamu alami dan rasakan sekarang, bahkan membentuk pendekatanmu saat bikin keputusan. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Diana Hasna
EditorDiana Hasna
Follow Us