5 Film Klasik Terbaik yang Membahas Kesenjangan Kelas Sosial

- Bicycle Thieves (1948) menggambarkan kehidupan rentan di Roma pascaperang, menyoroti kemiskinan tanpa dramatisasi berlebihan.
- Metropolis (1927) Fritz Lang memberi peringatan bahwa kemajuan teknologi tanpa empati hanya akan menciptakan jurang sosial yang semakin dalam.
- The Grapes of Wrath (1940) memperlihatkan realitas pahit para pekerja migran di masa Depresi Besar di Amerika, namun juga momen-momen kemanusiaan yang menghangatkan.
Kesenjangan kelas sosial selalu menjadi isu yang relevan dan dunia film telah lama menjadi cermin yang memantulkan realitas tersebut. Para sutradara menghadirkan gambaran menyayat tentang ketidakadilan dan perbedaan kesempatan dalam hidup. Beberapa karya ini bukan hanya menghibur, tetapi juga mengajak kita merenungkan bagaimana struktur sosial membentuk nasib seseorang.
Film-film klasik berikut menyentuh tema tersebut dengan cara yang kuat dan berkesan. Mulai dari potret kemiskinan di Italia pascaperang, hingga dunia futuristik penuh eksploitasi, semuanya menghadirkan sudut pandang berbeda tapi sama-sama menyoroti luka sosial yang masih relevan hingga kini. Berikut lima film klasik terbaik yang membahas jurang kelas sosial.
1. Bicycle Thieves (1948)

Film karya Vittorio De Sica ini mengikuti seorang ayah di Roma pascaperang yang akhirnya mendapat pekerjaan tetapi langsung kehilangan barang paling penting, yakni sepeda yang ia butuhkan untuk bekerja. Bersama putranya, ia berkeliling kota mencari sepeda tersebut menghadapi birokrasi, rasa putus asa, dan pilihan moral yang sulit.
Ceritanya sederhana, tetapi justru di sanalah kekuatannya karena menunjukkan betapa rentannya kehidupan orang yang hidup dalam kemiskinan. Hal yang membuat Bicycle Thieves abadi adalah caranya menggambarkan kemiskinan tanpa dramatisasi berlebihan. Rasa lapar, malu, dan kurangnya pilihan terlihat nyata dalam setiap adegan.
Hubungan ayah dan anak menjadi titik emosional yang menyentuh, terutama ketika keduanya berjalan pulang dalam kelelahan dan ketidakpastian. Film ini mengingatkan kita bahwa kemiskinan bukan sekadar angka, tetapi pengalaman manusia yang kompleks.
2. Metropolis (1927)

Fritz Lang menghadirkan visi masa depan yang terbelah, kaum elit tinggal di menara-menara megah sementara para pekerja menjalani hidup keras di kedalaman kota. Ketika anak penguasa kota melihat langsung penderitaan para pekerja bawah tanah, ia terseret ke dalam perjuangan yang membawa ketegangan, pemberontakan, dan bahkan campur tangan teknologi yang menakutkan.
Walaupun dibuat hampir seabad lalu, visual Metropolis tetap tak tergantikan. Dari mesin-mesin raksasa hingga kerumunan pekerja yang bergerak seperti bagian dari industri, semuanya menjadi simbol eksploitasi kelas pekerja.
Film ini memberi peringatan bahwa kemajuan teknologi tanpa empati hanya akan menciptakan jurang sosial yang semakin dalam. Hati menjadi mediator antara kaum elite dan kaum buruh, sebuah pesan yang tetap relevan hingga sekarang.
3. The Grapes of Wrath (1940)

Kisah keluarga Joad dalam film ini menggambarkan kerasnya hidup di masa Depresi Besar di Amerika. Setelah kehilangan tanah mereka akibat bencana alam dan tekanan ekonomi, keluarga ini menempuh perjalanan ke California untuk mencari pekerjaan dan kehidupan baru. Namun kondisi di sana tak lebih baik karena adanya eksploitasi dan ketidakadilan.
Film ini tampil seperti dokumenter penuh empati yang memperlihatkan realitas pahit para pekerja migran. Namun di tengah kemiskinan dan keputusasaan, ada juga momen-momen kemanusiaan yang menghangatkan, seperti berbagi makanan atau saling membantu meski sama-sama kekurangan.
4. The Rules of the Game (1939)

Film Jean Renoir ini menggambarkan kehidupan kelas atas Prancis menjelang Perang Dunia II dengan latar pesta akhir pekan di sebuah rumah pedesaan. Para aristokrat dan pelayan mereka terlibat dalam drama kecil seperti perselingkuhan dan kecemburuan, yang pada permukaan tampak remeh, tetapi sebenarnya mencerminkan kerusakan moral kelas berkuasa.
Yang paling menarik adalah bagaimana film ini memperlihatkan bahwa sistem sosial begitu mapan sehingga setiap orang, baik bangsawan maupun pelayan, memainkan peran yang telah ditentukan. Semua tampak sibuk dengan drama mereka sendiri, seakan tak menyadari bahwa dunia di luar sedang bergerak menuju kekacauan. Kritik sosialnya tajam tapi disampaikan dengan gaya yang elegan, membuat film ini menjadi salah satu karya paling berpengaruh sepanjang masa.
5. My Fair Lady (1964)

Sekilas tampak sebagai musikal glamor dengan kostum indah dan dialog penuh humor, My Fair Lady sebenarnya menyimpan komentar kuat tentang kelas sosial. Eliza Doolittle, seorang penjual bunga dengan aksen jalanan, dijadikan eksperimen oleh Profesor Henry Higgins yang yakin ia bisa melatih Eliza menjadi “wanita kelas atas.”
Perjalanan ini membuka mata Eliza tentang betapa mudahnya seseorang diabaikan hanya karena cara berbicara atau penampilannya. Film ini menyoroti bahwa bahasa, gaya tubuh, dan sopan santun sering digunakan sebagai alat untuk menyingkirkan orang dari lingkaran elite.
Meskipun Eliza berhasil masuk ke dunia tersebut, ia segera menyadari bahwa kehidupan kelas atas tidak seindah yang terlihat. My Fair Lady dengan halus tapi tegas menunjukkan bahwa kelas sosial bukan hanya tentang kekayaan, tetapi juga tentang aturan tak tertulis yang sulit ditembus.
Kelima film klasik ini membuktikan bahwa tema kesenjangan kelas sosial bukan hanya relevan di masa lalu, tetapi terus muncul dalam berbagai bentuk hingga hari ini. Dari lima film ini, mana yang paling membuat kamu ingin menontonnya kembali?


















