5 Film Pascakolonial yang Esensial untuk Ditonton

- Mandabi (1968) adalah film komedi-satire yang memotret bobroknya birokrasi Senegal pascakemerdekaan dan krisis ekonomi yang bikin rakyat saling sikut.
- Touki Bouki (1973) mengisahkan sepasang anak muda Senegal yang muak dengan kebrobokan negaranya dan berusaha kabur ke Prancis untuk dapat penghidupan layak.
- The Battle of Algiers (1966) adalah film tentang gerakan gerilya kemerdekaan Aljazair dari koloni Prancis pada 1950-an, dimulai dari dalam penjara dengan perekrutan sejumlah napi.
Kolonialisme punya dampak luar biasa dalam peradaban manusia. Ia mengubah tatanan dunia dan membentuk ketimpangan yang sampai sekarang masih kita rasakan, terutama di negara-negara bekas jajahan. Kolonialisme pula yang mendorong terbentuknya istilah Third Cinema dalam industri film.
Ia merujuk pada film-film yang dirilis di luar Amerika Serikat (First Cinema) dan Eropa (Second Cinema). Seperti film-film Eropa, Third Cinema juga menawarkan gaya bercerita yang berbeda dengan Hollywood. Namun, Third Cinema jadi unik karena menggunakan perspektif-perspektif orang-orang tanpa privilese, seperti kalangan kelas bawah dan penduduk negara bekas jajahan. Ada agensi sosial yang diemban dan ini membedakan mereka dengan film arthouse ala Eropa.
Ingin kenalan dengan film-film Third Cinema? Coba tonton enam rekomendasi film pascakolonial berikut. Dibikin langsung oleh sutradara dan penulis naskah dari negara bekas jajahan, pesan dan representasi kulturalnya diklaim akurat.
1. Mandabi (1968)

Mandabi adalah salah satu film terpopuler sutradara Senegal, Ousmane Sembene. Ia berlatarkan 8 tahun setelah Senegal meraih kemerdekaan dari Prancis, tetapi kehidupan penduduknya tidak benar-benar membaik. Pengangguran dan ketimpangan ekonomi merajalela.
Di tengah kesulitan hidup itu, Ibrahima (Makhourédia Guèy), seorang pria pengangguran seolah ketiban durian runtuh saat salah satu kemenakannya menitip wesel berisi uang tabungannya selama bekerja di Paris. Namun, untuk mencairkan wesel titipan sang keponakan, Ibrahima harus melalui proses birokrasi yang rumit. Film komedi-satire ini memotret bobroknya birokrasi Senegal pascakemerdekaan, dikombinasi krisis ekonomi yang bikin rakyat saling sikut.
2. Touki Bouki (1973)

Touki Bouki gak kalah nampol. Film garapan Djibril Diop Mambety ini memotret relasi sepasang anak muda bernama Anta (Myriam Niang) dan Mory (Magaye Niang). Muak dengan kebrobokan negaranya meski sudah merdeka, mereka mendambakan kabur ke Prancis untuk dapat penghidupan layak.
Namun, sudah kepalang buntu, segala cara mereka halalkan, termasuk melakukan aksi kriminal dan melakoni bisnis-bisnis ilegal. Seperti Mandabi, dialog dalam film ini dituturkan dalam bahasa Wolof.
3. The Battle of Algiers (1966)

The Battle of Algiers adalah sebuah film yang mereka ulang proses terbentuknya gerakan gerilya kemerdekaan Aljazair dari koloni Prancis pada 1950-an. Pergerakan itu dimulai dari dalam penjara dengan perekrutan sejumlah napi. Salah satunya Ali la Pointe (Brahim Haggiag), pemuda yang dengan cepat menjelma jadi sosok prominen dalam organisasi gerilya National Liberation Front (FLN). Bersama organisasi itu, la Pointe menginisiasi serangan-serangan teror di ibu kota Aljazair dan aksinya jadi katalis kemerdekaan negara Afrika Utara tersebut.
4. Rabbit-Proof Fence (2002)

Gak hanya Afrika yang jadi objek kolonialisme, orang-orang pribumi Australia juga punya cerita pahit yang sama. Rabbit-Proof Fence adalah salah satu film yang memotret upaya pencerabutan budaya asli orang Aborigin oleh kolonial Inggris.
Berlatarkan tahun 1931, film ini ditulis oleh Doris Pilkington Garimara berdasarkan pengalaman kerabatnya yang pernah diculik saat belia dan ditempatkan di sebuah kamp untuk dilatih jadi buruh maupun asisten rumah tangga penduduk kulit putih. Mereka berhasil kabur dari kamp tersebut dan kembali ke rumah setelah melalui perjalanan penuh duri.
5. Dahomey (2024)

Dahomey akan mengajakmu menyelami upaya repatriasi budaya yang dilakukan pemerintah Benin. Berformat dokumenter, film ini memotret proses pemulangan artefak dan karya seni bersejarah milik kerajaan kuno Dahomey yang sempat jadi penghuni sebuah museum di Prancis. Film ini cukup esensial karena menyoroti kecenderungan penjajah mengakuisisi warisan budaya negara jajahannya tanpa izin alias mencuri.
Sebagai bekas negara jajahan, menonton film-film tadi rasanya cukup menampar. Banyak kemiripan yang bakal kamu temukan dan mau tak mau membuatmu merenungkan hidupmu sendiri. Film mana saja yang menggugahmu untuk segera menontonnya?