Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

8 Sutradara Perempuan Asia yang Filmnya Seru Ditonton Maraton

Lulu Wang (instagram.com/thumbelulu)
Lulu Wang (instagram.com/thumbelulu)

Rasanya tidak sulit untuk menemukan film karya sutradara perempuan Asia belakangan ini. Mereka bahkan sudah mulai menginvasi ajang penghargaan mayor macam Academy Awards atau Oscar. Dimulai dengan Chloe Zhao lewat film Nomadland (2020), dilanjut Celine Song dengan film terbarunya Past Lives (2023).

Kecenderungan ini jadi bukti kalau sutradara perempuan Asia mampu menghadirkan perspektif yang benar-benar segar di industri hiburan. Tak hanya soal kultur, tetapi juga isu-isu gender yang sering dilewatkan rekan sejawat mereka yang kebanyakan pria. Untuk memperkaya wawasanmu, ingat-ingat nama delapan sutradara perempuan Asia berikut dan tonton maraton film-film mereka. 

1. Lulu Wang dikenal luas berkat film The Farewell dan miniseri Expats

Expats (dok. Prime Video/Expats)
Expats (dok. Prime Video/Expats)

Lulu Wang debut lewat film Posthumous pada 2014. Namun, The Farewell (2019) yang terinspirasi pengalaman personalnya sebagai keturunan imigran Asia di Amerika Serikat justru yang berhasil membuat kariernya meroket. Pada 2024, ia kembali ke panggung hiburan dengan miniseri berlatar Hong Kong, Expats (2024). Diadaptasi dari buku berjudul The Expatriates karya Janice Y. K. Lee, proyek ini memunculkan polarisasi dari penontonnya. Ada yang memuji, tetapi tak sedikit yang melontarkan kritik pedas. 

2. Chloe Zhao punya tiga film seru yang fitur kelompok minoritas di Amerika Serikat

The Rider (dok. Highwayman Films/The Rider)
The Rider (dok. Highwayman Films/The Rider)

Meski dianggap gagal saat menggarap film Eternal (2021), Zhao punya tiga film yang menampilkan potensi terbaiknya. Selain Nomadland (2020) yang sukses berjaya di Oscar 2021, kamu harus coba Songs My Brother Taught Me (2015) dan The Rider (2017). Sama dengan Nomadland, dua film itu dibuat dengan konsep minimalis, memanjakan mata lewat lanskap alamnya, dan memotret kehidupan kelompok minoritas di Amerika Serikat. Kalau Nomadland mengikuti kehidupan para nomaden, dua film sebelumnya mengajakmu meneropong perjuangan penduduk pribumi yang tinggal di reservasi.

3. Celine Song siap bikin film baru setelah kesuksesan Past Lives

Past Lives (dok. A24/Past Lives)
Past Lives (dok. A24/Past Lives)

Debut lewat film drama romantis Past Lives, Celine Song langsung dapat rekognisi yang tak main-main, yakni nominasi Oscar untuk Sutradara Terbaik. Berkat kesuksesan film debutnya itu, Song sudah dikabarkan bakal segera merilis proyek baru. Judul proyeknya The Materialists yang mengisahkan balada seorang mak comblang. Beberapa nama besar dikabarkan sedang dalam proses audisi dan negosiasi. Tak sabar menanti penayangan massalnya, nih.

4. Mouly Surya gak pernah gagal bikin film yang mindblowing

Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (dok. Cinesurya/Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak )
Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (dok. Cinesurya/Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak )

Mouly Surya bisa disebut salah satu sutradara perempuan paling inovatif asal Indonesia. Sebelum merilis film berjudul Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (2017) yang diputar di Directors' Fortnight (kompetisi paralel Cannes Film Festival khusus untuk film indie), Surya pernah debut lewat karya mindblowing berjudul Fiksi pada 2007. Keduanya sama-sama bergenre thriller dan mendapuk perempuan sebagai protagonis utama.

Filmnya What They Don’t Talk About When They Talk About Love (2013) juga tayang di Sundance Film Festival. Itu membuatnya jadi salah satu sutradara Indonesia dengan pengalaman internasional yang tak main-main. Karya terbarunya, Trigger Warning bakal tayang di Netflix dan akan jadi proyek internasional pertamanya.  

5. Nonton Mira Nair untuk lihat realitas India tanpa glorifikasi ala Bollywood

Salaam Bombay (dok. Mirabai Films/Salaam Bombay)
Salaam Bombay (dok. Mirabai Films/Salaam Bombay)

Jangan berhenti di film-film Bollywood bila ingin melihat geliat sinema India. Coba juga skena film independen mereka. Salah satunya lewat film-filmnya Mira Nair. Sutradara perempuan India ini paling dikenal lewat Salaam Bombay (1988), Monsoon Wedding (2001), Mississippi Masala (1991), dan The Reluctant Fundamentalist (2012). Menonton karyanya, bakal memberimu perspektif beda soal India. Realistis, manis dan pahitnya menggigit!

6. So Yong Kim, spesialis film minimalis dengan ritme lambat yang menyayat hati

Treeless Mountain (dok. Berlinale/Treeless Mountain)
Treeless Mountain (dok. Berlinale/Treeless Mountain)

Jangan puas nonton film-filmnya Bong Joon Ho, Hong Sang Soo, dan Park Chan Wook. Coba juga karya-karya sineas perempuan Korsel. Salah satunya So Yong Kim, sosok di balik film-film berlakonkan perempuan seperti In Between Days (2006) dan Treeless Mountain (2008). Itu adalah dua film pertamanya yang berlatar Korsel sebelum akhirnya sang sineas memilih berkarier di Amerika Serikat dan lebih banyak menggarap serial televisi. Meski belum ada tanda-tanda bakal merilis film serupa, dua film tadi harus banget ditonton. 

7. Domee Shi hadirkan representasi Asia di ranah animasi

Turning Red (dok. Pixar/Turning Red)
Turning Red (dok. Pixar/Turning Red)

Domee Shi juga belum punya banyak daftar film yang mencatutnya sebagai sutradara dan penulis. Namun, film animasi pendek Bao (2018) dan Turning Red (2022) sudah cukup membuatnya jadi nama yang prominen di industri hiburan dunia. Ia bisa dibilang salah satu pelopor representasi Asia di ranah film animasi. Sebagai perempuan, Shi juga tak segan menyertakan isu-isu yang lekat dengan kaum hawa seperti motherhood hingga menstruasi.  

8. Memulai karier sebagai aktris, kini Lola Amaria lebih sering bekerja di balik layar

film Eksil (dok. Lola Amaria Production/Eksil)
film Eksil (dok. Lola Amaria Production/Eksil)

Sebelum merilis film dokumenter Eksil (2022) yang fenomenal, Lola Amaria lebih sering dikenal sebagai model dan aktris. Nyatanya, sejak 2006, ia sudah menjajal peran di balik layar lewat film-film bertema sosial politik. Beberapa di antaranya Betina (2006), Sunday Morning in Victoria Park (2010), Negeri Tanpa Telinga (2014), Jingga (2015), dan Lima (2018). Lewat kontribusinya itu, sepertinya cukup untuk menyertakan Lola Amaria dalam daftar sutradara perempuan Asia yang layak ditonton. 

Inovatif, kreatif, dan mampu hadirkan ide-ide segar jadi nilai plus para sutradara perempuan Asia tadi. Secara langsung maupun tidak, statusnya sebagai minoritas ganda bikin mereka terpacu untuk membuat karya film yang tak terpikir sineas lain di posisi mayoritas dengan segala privilese mereka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us