Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
sutradara James Cameron (kiri) dan Robert Rodriguez (instagram.com/jamescameronofficial)
sutradara James Cameron (kiri) dan Robert Rodriguez (instagram.com/jamescameronofficial)

Semua orang hebat dibentuk dari kegagalan dan kesukaran. Hal ini pun berlaku untuk sutradara terkenal Hollywood, seperti Steven Spielberg, Spike Lee, dan Wachowski bersaudara. Sutradara-sutradara terkenal ini pernah membuat film-film yang gagal, bahkan dianggap jelek.

Kenapa bisa begitu? Apa, ya, yang salah dalam film-film dari sutradara terbaik ini sampai bisa mendapat ulasan terburuk? Kamu bisa menyimak penjelasan dalam artikel ini. Simak sampai akhir biar kamu gak penasaran lagi!

1. Miracle at St. Anna (2008) karya sutradara Spike Lee

cuplikan adegan dalam film Miracle at St. Anna (dok. Touchstone Pictures/Miracle at St. Anna)

Film Miracle at St. Anna (2008) adalah garapan sutradara terkenal Spike Lee. Film ini digadang-gadang sebagai film perang yang gak ada duanya. Berdasarkan buku dengan judul yang sama karya James McBride, yang juga menulis skenarionya, Miracle at St. Anna mengisahkan empat prajurit dari Buffalo yang terpisah dari unit mereka dan mencari perlindungan di sebuah desa di Tuscany.

Nah, Miracle at St. Anna bisa dibilang sebagai film yang diwanti-wanti betul oleh Spike Lee. Intinya, ia membuatnya sebagus mungkin. Namun, Miracle at St. Anna justru mendapat kritikan beragam dan negatif dibandingkan film-film Lee yang lain.

Sebagian kritikus mengatakan bahwa film Miracle at St. Anna sebenarnya punya adegan yang bagus. Namun, kritiknya ada pada durasi dan para pemainnya. Ada juga sebagian kritikus yang menganggap kalau Miracle at St. Anna kurang memuaskan karena durasinya yang terlampau lama.

2. The Ladykillers (2004) karya sutradara Joel dan Ethan Coen

cuplikan adegan dalam film The Ladykillers (dok. Touchstone Pictures/The Ladykillers)

Joel dan Ethan Coen atau Coen bersaudara sering dipuji karena karya-karya kreatif mereka. Mereka pun berkolaborasi dengan Tom Hanks dengan film komedi gelap berjudul The Ladykillers (2004). Film ini merupakan remake dari komedi gelap Inggris pada 1955 dengan judul yang sama. Sayangnya, kakak beradik Coen dan Tom Hanks gak berhasil membuat film ini lebih bagus seperti yang mereka harapkan.

Gak seperti film humor kakak beradik Coen lainnya yang sering mengundang banyak pujian dan tawa, film The Ladykillers justru dikeluhkan oleh para kritikus. Ini terlepas dari akting Tom Hanks, ya. The Ladykillers pun bisa dibilang sebagai film terburuk dari kakak beradik ini.

3. Fear and Desire (1952) karya sutradara Stanley Kubrick

cuplikan adegan dalam film Fear and Desire (dok. Stanley Kubrick/Fear and Desire)

Fear and Desire (1952) adalah debut film Stanley Kubrick dengan anggaran sangat rendah. Wajar aja, sih, film ini menjadi film terburuk Stanley Kubrick. Itu karena ceritanya dianggap berantakan dan gak masuk akal. Kubrick sendiri bahkan bilang kalau film Fear and Desire adalah film amatirnya yang kikuk. Meski menjadi film terburuk Stanley Kubrick, Fear and Desire justru mendapat beberapa komentar positif sejak para kritikus melihatnya kembali.

Kritikus dari Slant Magazine memuji film Fear and Desire. Dengan anggaran yang sangat rendah atau 50 ribu dolar AS (Rp767 juta), kru yang sedikit, dan perlengkapan syuting yang terbatas, film ini bisa dibilang cukup mengesankan. Selain itu, kritikus dari The New York Times bilang kalau Fear and Desire bikin emosi penonton campur aduk dan efeknya sepadan dengan usaha terbaik Stanley Kubrick untuk membuat film ini.

Nah, dari film inilah, Stanley Kubrick jadi banyak belajar. Kubrick pun jauh lebih meningkatkan kualitas film-filmnya. Ulasan semacam ini yang akan menjadikan Kubrick seorang sineas yang unggul pada masa mendatang. 

4. 1941 (1979) karya sutradara Steven Spielberg

cuplikan adegan dalam film 1941 (dok. A-Team Productions/1941)

Nama Steven Spielberg saat itu sedang naik daun karena film Jaws (1975) dan Close Encounters of the Third Kind (1977). Spielberg pun membuat film komedi tentang Perang Dunia II berjudul 1941 (1979). Berbekal bintang Hollywood papan atas, seperti John Belushi dan Toshiro Mifune, dan anggaran sebesar 35 juta dolar AS (Rp537 miliar), Spielberg ingin membuktikan kalau ia dapat membuat komedi sekaligus tontonan yang punya efek visual canggih. Sayangnya, 1941 malah menjadi film Spielberg yang mendapat ulasan paling buruk.

Film 1941 dikritik habis-habisan karena dianggap gak lucu. "Disebut sebagai film komedi, 1941 karya Steven Spielberg tidak ada unsur komedinya," demikian ulasan kritikus dari Variety. Sementara itu, kritikus dari The New York Times berpendapat kalau efek visual yang dihasilkan dari film ini justru membuat unsur komedinya hilang. Kritikus tersebut menyampaikan, "Skala besar dan boros (efek visual) yang digunakan Spielberg untuk membuat film 1941 justru bertentangan dengan maksud humornya."

Kritikan-kritikan tersebut bikin sakit hati. Namun, Steven Spielberg gak patah semangat. Setelah menyutradarai Jurassic Park (1993), Schindler's List (1993), dan Lincoln (2012), Spielberg mampu bangkit dengan lebih baik.

5. Boxcar Bertha (1972) karya Martin Scorsese

cuplikan adegan dalam film Boxcar Bertha (dok. American International Pictures/Boxcar Bertha)

Saat ini, Martin Scorsese terkenal karena membuat beberapa drama yang paling cermat dan berkualitas sepanjang masa. Kamu bisa melihat contohnya dari The Irishman (2019), Taxi Driver (1976), Goodfellas (1990), dan masih banyak lagi. Namun, pada awal kariernya, Scorsese membuat film kelas B (film beranggaran rendah) bersama Roger Corman. Film drama kriminal tersebut berjudul Boxcar Bertha (1972), yang dibintangi Barbara Hershey dan David Carradine.

Seperti yang mungkin kamu tahu, mayoritas film Martin Scorsese punya ulasan bagus. Namun, Boxcar Bertha justru mendapat ulasan beragam. Kritikus dari Chicago Reader melabeli Boxcar Bertha sebagai film yang ketinggalan zaman, murahan, dan cabul. Namun, ada beberapa kritikus yang menganggap kalau film ini sangat menentukan karier Martin Scorsese pada masa depan.

6. Jack (1996) karya sutradara Francis Ford Coppola

cuplikan adegan dalam film Jack (dok. Hollywood Pictures/Jack)

The Godfather (1972) identik dengan sutradara Francis Ford Coppola. Namun, karier sutradara legendaris ini pernah jungkir balik pada awal 1990-an. Soalnya, pada 1992, Coppola mengalami kebangkrutan sebanyak tiga kali. Gak hanya itu, film The Godfather: Part III (1990) dianggap sebagai sekuel The Godfather yang mengecewakan. Ditambah lagi, karier penyutradaraannya semakin anjlok dengan drama keluarga berjudul Jack (1996). Film ini mengisahkan seorang anak (diperankan oleh Robin Williams) yang fisiknya sangat tua ketimbang usianya.

Premis film ini dibuat agar penonton terharu. Namun, para kritikus justru menggertak film ini dengan gusar. Kritikus bilang kalau skenario dari film ini gak jelas. Kritikus dari The Dissolve bahkan mengkritik kalau Francis Ford Coppola sebenarnya gak bikin film keluarga, tapi bikin film untuk menghina.

Kritikannya gak sampai di situ, banyak juga kritikus yang bilang kalau sentimentalitas film ini bikin muak dan Coppola dianggap gak mampu menyampaikan pesan utamanya secara mendalam. Meski mendapat ulasan negatif yang bisa dibilang pedas, Coppola tetap mendukung film Jack dan ia merasa bingung kenapa Jack sangat dibenci seperti itu.

7. Piranha II: The Spawning (1982) karya sutradara James Cameron

cuplikan adegan dalam film Piranha II: The Spawning (dok. Chako Film Company/Piranha II: The Spawning)

Siapa yang gak kenal James Cameron? Sutradara terbaik Hollywood ini terkenal dengan film berteknologi canggih dan kecintaannya pada laut dalam. Namun, debut film Cameron yang berjudul Piranha II: The Spawning (1982) dianggap sebagai film terburuknya, nih. Akhir film ini juga dianggap terfragmentasi dan berantakan. 

Gak hanya itu, Piranha II: The Spawning dikritik karena ceritanya yang susah dimengerti, bahkan menurut standar "sampah" film kelas B. Sementara itu, efek yang digunakan untuk membuat piranha terbang juga dinilai jelek. Nah, James Cameron sendiri, sih, santai aja dengan kritikan negatif untuk filmnya itu. Ia bahkan tetap percaya diri dengan mengatakan kepada 60 Minutes bahwa Piranha II: The Spawning adalah film piranha terbang terbaik yang pernah dibuat.

8. Last Embrace (1979) karya sutradara Jonathan Demme

cuplikan adegan dalam film Last Embrace (dok. United Artists/Last Embrace)

Setelah kepergiannya pada awal 2017, mendiang sutradara Jonathan Demme dianggap sebagai seorang seniman yang punya bakat di industri perfilman. Salah satu karya terbaik Demme adalah film The Silence of the Lambs (1991) yang memenangkan Penghargaan Film Terbaik pada ajang Academy Awards. Namun, salah satu film thriller-nya yang berjudul Last Embrace (1979), dibintangi Roy Scheider dan Janet Margolin, dianggap jelek. Last Embrace karya Demme banyak dikritik karena gak menegangkan.

Slant Magazine mengeluhkan kalau Last Embrace hanya berisi momen-momen sporadis dari kepribadian eksentrik sang pembuat film. Namun, penilaian yang lebih positif terhadap Last Embrace muncul lewat media Time Out yang mengatakan kalau Last Embrace menjadi salah satu karya cukup penting dari Jonathan Demme.

9. Jupiter Ascending karya sutradara Wachowski bersaudara

cuplikan adegan dalam film Jupiter Ascending (dok. Village Roadshow Pictures/Jupiter Ascending)

Jika pernah nonton film garapan Wachowski bersaudara, kamu pasti paham betul kalau sutradara kakak beradik ini punya imajinasi yang berani dalam film-film mereka, contohnya The Matrix (1999), Cloud Atlas (2012), dan Speed ​​Racer (2008). Film Jupiter Ascending (2015) sendiri adalah karya orisinal mereka yang ingin mengkritik sistem kapitalis dengan menggabungkan cerita makhluk luar angkasa. Meski kreatif dan berani, Jupiter Ascending justru dapat kritikan pedas.

Sebagian besar ulasan kritikus membahas kalau naskah film ini gak bisa dipahami. Protagonis Jupiter Jones yang diperankan Mila Kunis juga dianggap sangat membingungkan. Entertainment Weekly menggambarkan film itu sebagai tontonan fiksi ilmiah yang gak tersusun dengan baik. Ada juga yang bilang kalau film ini kebanyakan karakter. Di satu sisi, tokoh utamanya malah gak punya alur yang menarik. Sementara itu, peran Eddie Redmayne sebagai penjahat juga dianggap sangat konyol, seperti yang ditulis Vanity Fair.

10. Juno and the Paycock (1930) karya sutradara Alfred Hitchcock

cuplikan adegan dalam film Juno and the Paycock (dok. British International Pictures/Juno and the Paycock)

Selama 51 tahun lamanya, sutradara Alfred Hitchcock selalu membuat film berdurasi panjang. Ia pun berhasil membuat beberapa film paling disegani yang pernah menghiasi layar perak. Namun, film keduanya yang bersuara, Juno and the Paycock (1930), mendapat sambutan yang gak positif, nih. Merupakan adaptasi dari drama Sean O'Casey dengan judul yang sama, film ini mengeksplorasi bagaimana sebuah warisan jatuh kepada Kapten Boyle, diperankan Edward Chapman, sebagai orang yang arogan.

Alih-alih film thriller yang memang identik dengan Alfred Hitchcock, Juno and the Paycock justru merupakan sebuah film komedi meski agak gelap. Nah, karena kritikan yang tajam untuk Juno and the Paycock, Hitchcock gak berani lagi, nih, bikin film dengan genre yang sama. Pasalnya, Hitchcock sendiri sering membuat berbagai macam film selama kariernya sebagai sutradara. Namun, hanya sedikit yang dikritik pedas, seperti yang dialaminya untuk Juno and the Paycock.

11. Four Rooms (1995) karya sutradara Quentin Tarantino

cuplikan adegan dalam film Four Rooms (dok. A Band Apart/Four Rooms)

Quentin Tarantino sudah lama dikenal sebagai sutradara terbaik Hollywood. Namun, dalam film Four Rooms (1995), film antologi yang terdiri dari empat segmen yang disutradarai oleh Quentin Tarantino, Robert Rodriguez, Alexandre Rockwell, dan Allison Anders, justru dapat kritikan pedas. Meski banyak banget bakat terkenal di belakang maupun di depan kamera (Tim Roth dan Madonna menjadi aktor-aktor besar yang berperan dalam film tersebut), Four Rooms masih saja mendapat tanggapan yang buruk saat awal perilisan teatrikal.

The Washington Post menyampaikan kalau akhir film Four Rooms gak sesuai ekspektasi. Meski begitu, media ini memberikan pujian atas segmen yang dibuat Quentin Tarantino karena mampu mempertahankan humor khas sang sutradara. Sementara itu, Reelz View menyalahkan durasi tayang setiap segmen film Four Rooms yang dianggap kurang mengesankan, "Dua puluh menit tidak cukup untuk mengembangkan banyak karakter atau ceritanya."

Kita semua pernah merasakan sulitnya memulai sesuatu. Hal-hal yang kita sukai pun gak melulu menghasilkan sesuatu yang terbaik. Kadang, dalam proses belajar atau mengasah keterampilan, kita melakukan banyak kesalahan. Di samping itu, menjadi profesional pun kadang gak luput dari kesalahan yang mengundang cibiran. Nah, ini sama halnya dengan sutradara yang telah kita bahas.

Dari film debut hingga film setelah kesuksesan, ternyata sebelas sutradara di atas punya karya terburuk dalam karier mereka. Meski begitu, mereka tetap gak patah semangat untuk berkarya! Itu sebabnya, kita masih bisa menikmati karya-karya mereka. Sudah banyak karya bagus yang mereka buat setelah kegagalan. Buat kamu yang pernah gagal dan terpuruk, kamu bisa meneladani kisah mereka, nih. Tetap semangat meraih cita-citamu, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorYudha ‎