Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sorry, Baby
Sorry, Baby (dok. A24/Sorry, Baby)

Intinya sih...

  • Dark Horse (2011): Kisah pria 30 tahun yang keluar dari zona nyaman.

  • Sorry, Baby (2025): Healing proses mahasiswi S3 dilecehkan dosen.

  • Muriel’s Wedding (1994): Film ringan tentang pencarian jati diri perempuan muda.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semua orang pasti pernah merasa gagal. Pemicunya macam-macam, seperti merasa tertinggal dari teman sebaya, baru saja kehilangan orang terdekat, menerima penolakan bertubi-tubi, sampai masalah finansial.

Meski bukan jawaban dari segala masalah yang sedang menerjangmu, film sering dianggap media eskapisme yang inspiratif. Masalah yang dirasakan karakter dalam film bisa saja punya kemiripan denganmu, sehingga memberikan kenyamanan yang susah dijelaskan. Menonton film juga bisa membantumu meneropong masalah dari kacamata orang ketiga, seperti sedang kabur dari dirimu sendiri.

Rasanya beda deh dengan curhat, lebih ke pengamatan yang berujung pada refleksi. Penasaran sensasinya? Tonton 6 film berikut kalau kamu sedang merasa gagal.

1. Dark Horse (2011)

Dark Horse (dok. Goldcrest Films International/Dark Horse)

Dark Horse adalah kisah seorang pria 30 tahunan yang merasa terjebak dalam situasi yang tak ia suka. Ia masih tinggal di rumah orangtuanya dan bekerja di perusahaan yang dikepalai ayahnya sendiri. Merasa diremehkan, ia mencoba keluar dari zona nyaman. Abe (Jordan Gelber), si lakon memutuskan menginisiasi hubungan romantis dengan tetangga seusianya yang baru pulang ke rumah orangtuanya setelah bercerai dari sang suami. Terlepas sedang berada di fase yang sama dengan mereka atau tidak, mengamati balada kedua orang ini bakal mengubah perspektifmu selamanya.

2. Sorry, Baby (2025)

Sorry, Baby (dok. A24/Sorry, Baby)

Pernahkah kamu mengalami kejadian mengerikan yang membuatmu ingin mengisolasi diri? Ini yang sedang dirasakan Agnes (Eva Victor) dalam Sorry, Baby, mahasiswi S3 yang dilecehkan dosen pembimbingnya. Film ini tak fokus pada proses pencarian keadilan, tetapi justru berpusar pada proses healing Agnes. Beruntung, Agnes dikelilingi orang-orang yang mengerti kebutuhannya. Mereka tak memintanya mengulang-ulang kronologi kejadian dan justru memberinya ruang untuk memproses dan perlahan berdamai dengan traumanya.

3. Muriel’s Wedding (1994)

Muriel's Wedding (dok. Miramax/Muriel's Wedding)

Muriel’s Wedding cocok ditonton saat kamu merasa gagal karena film ini ringan, kocak, tetapi melegakan hati. Filmnya sebenarnya berkutat pada proses pencarian jati diri perempuan muda bernama Muriel (Toni Colette). Ia diceritakan besar di tengah keluarga disfungsional dan terjebak dalam sirkel pertemanan toksik. Satu hari, keputusannya mencuri uang ayahnya untuk berlibur ternyata mengubah jalan hidupnya selamanya. Tindakannya memang tak terpuji dan bikin penonton kurang bisa bersimpati, tetapi bukan itu poin filmnya. Tonton biar tak penasaran.

4. Sound of Metal (2019)

Sound of Metal (dok. Criterion/Sound of Metal)

Apa jadinya kalau kamu terbangun tanpa bisa mendengar apa-apa? Ini adalah nasib yang harus dilalui Ruben (Riz Ahmed) seorang drummer yang tiba-tiba kehilangan pendengaran secara mendadak akibat eksposur suara keras menahun. Sound of Metal fokus pada caranya memproses perubahan hidupnya itu. Tentu semua dimulai dengan mengingkari sampai akhirnya ia bertemu dengan komunitas difabel rungu dan wicara yang mengajarinya berdamai dengan kondisi itu.

5. Kajillionaire (2020)

Kajillionaire (dok. Focus Features/Kajillionaire)

Kajillionaire adalah film dark-comedy yang ditulis dari perspektif Old Dolio (Evan Rachel Wood), perempuan yang lahir dari orangtua tukang tipu. Ini bikin hidupnya gak pernah tenang dan lurus. Parahnya, satu hari orangtuanya memutuskan untuk merekrut anggota baru guna membantu melancarkan skema penipuan mereka. Tak terbayang rasanya dicap gagal sejak lahir, tetapi film ini mengikuti proses Old Dolio menemukan jalan hidupnya sendiri.

6. We Are the Best! (2013)

We Are the Best! (dok. TrustNordisk/We Are Best!)

Tak jago main musik tidak menghalangi dua bocah SMP, Klara (Mira Grosin) dan Bobo (Mira Barkhammar) membentuk band punk. Padahal latarnya tahun 90-an ketika punk dicap sudah mati. Belum lagi sebagai perempuan, mereka harus mengalami diskriminasi gender di tengah skena yang didominasi pria itu. Sampai akhirnya mereka mengajak serta Hedvig (Liv LeMoyne) yang seorang prodigy di bidang musik. Film ini gak berfokus pada perjalanan mereka meraih sukses, sebaliknya ini tentang menikmati proses belajar dan menemukan diri sendiri dari hal yang kamu suka.

Jawaban dari masalah dan rasa sedihmu mungkin tidak akan kamu temukan langsung dari film-film di atas. Mereka hanya inspirasi dan bahan renungan yang kiranya meredakan rasa galau dan memerdekakan pikiranmu saat mencari solusi. Syukur-syukur kalau masalahnya kebetulan mirip dengan yang sedang kamu hadapi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team