Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Press conference film "Gowok: Kamasutra Jawa" di XXI Plaza Indonesia, Jakarta, Senin (26/5/2025) (dok. IDN Times/Shandy Pradana)

Jakarta, IDN Times – Sutradara Hanung Bramantyo kembali menunjukkan keberaniannya dalam bereksperimen melalui film terbarunya, Gowok: Kamasutra Jawa (2025). Dalam karyanya itu, ia menggabungkan elemen-elemen unik dari tiga genre berbeda.

Film ini menjadi sorotan karena pendekatan Hanung yang inovatif dalam mengemas narasi yang tak hanya dramatis tapi juga mengangkat isu yang relevan. Berikut pendekatan Hanung yang ia ungkap dalam konferensi pers di XXI Plaza Indonesia, Jakarta, Senin (26/5/2025).

1. Hanung gabungkan unsur drama, horor, dan komedi dalam Gowok: Kamasutra Jawa

Hanung Bramantyo di press conference film "Gowok: Kamasutra Jawa" di XXI Plaza Indonesia, Jakarta, Senin (26/5/2025) (dok. IDN Times/Shandy Pradana)

Hanung sengaja memadukan tiga genre—drama, horor, dan komedi—untuk menciptakan dinamika cerita yang kaya. Menurutnya, perpaduan ini memungkinkan Gowok untuk menarik perhatian dari berbagai sudut emosi, bukan soal seksual secara eksplisit belaka.

"Pertanyaannya bagaimana cara saya menampilkan (Gowok), sehingga biar penonton itu ketika nonton nggak kayak disuguhi dokumenter.  Sekarang ini yang laku apa sih? Di Indonesia yang diminati penonton apa? Oh itu horor, ya kan? Terus kemudian yang kedua adalah komedi. Ketiga adalah love story," ucapnya.

Ia mengaku bisa membuat Gowok full drama, tapi enggan melakukannya karena kurang menarik. Alih-alih, ia memasukkan kisah cinta yang lebih mendebarkan dan "berdarah-darah."

"Karena kemudian saya harus membuat suatu hal yang thrilling, jadi love story pun nggak sekedar love story drama. Sebagaimana film Cinta Tak Pernah Tepat Waktu, tetapi drama yang harus thrilling, drama yang harus bloody love story," tambah Hanung.

2. Sudah lakukan proses riset sejak pandemi

Hanung Bramantyo di press conference film "Gowok: Kamasutra Jawa" di XXI Plaza Indonesia, Jakarta, Senin (26/5/2025) (dok. IDN Times/Shandy Pradana)

Proses kreatif di balik pembuatan Gowok tidaklah instan. Hanung sendiri sudah tahu Gowok sebelum pandemi, meski awalnya mengira kalau itu adalah sejenis buah.

"Proses kreatif film Gowok sebenarnya sudah dilakukan jauh-jauh hari, saat masih pandemi. Namun, awal saya tahu tentang Gowok ini sebelum pandemi," ungkap Hanung.

Menurut Hanung, dalam kebudayaan Jawa laki-laki seringkali menjadi pihak yang superior. Hanung, yang merupakan anak pertama laki-laki di keluarganya, selalu diajarkan bahwa laki-laki itu harus dihormati. Sampai, satu artikel online mengubah perspektifnya.

"Artikel itu benar-benar mengubah pandangan saya. Awalnya saya resisten, tetapi pada akhirnya saya tertarik untuk mendalami," jelasnya.

Setelah membaca artikel tersebut, sutradara 49 tahun ini kemudian melakukan riset sederhana, dimulai dengan membaca Serat Centhini terjemahan Elizabeth D. Inandiak. Rupanya, praktik laki-laki yang melayani istrinya itu benar-benar ada.

"Saya mengambil intisari dari Serat Centhini. Kemudian, kebetulan ada novel juga, yakni Nyai Gowok karya Budi Sardjono. Dua rujukan itu makin menguatkan tekadku untuk membuat film tentang ini," imbuh Hanung

3. Coba angkat hak seksual perempuan di film ini

Hanung Bramantyo di press conference film "Gowok: Kamasutra Jawa" di XXI Plaza Indonesia, Jakarta, Kamis (26/5/2025) (dok. IDN Times/Shandy Pradana)

Salah satu aspek yang membuat Gowok menonjol adalah keberanian Hanung mengangkat isu hak seksual perempuan. Melalui narasi yang lugas, film ini berusaha menyuarakan pentingnya otonomi perempuan atas tubuh dan hasrat mereka.

"Saya tertarik sekali untuk mengupasnya karena Gowok ini ngajarin laki-laki bagaimana cara memahami tubuh perempuan, tubuh pasangannya, sehingga pada saat malam pertama nanti, dia bisa menjadi lelananging jagad, menjadi laki-laki perkasa yang bisa membahagiakan perempuan," jelas Hanung.

Produser Raam Punjabi menambahkan kalau Gowok bisa menjadi senjata para perempuan dalam meminta hak kepuasan seks kepada pasangannya. Tak hanya untuk perempuan saja, tapi agar agar kedua belah pihak bisa saling menikmatinya.

"Sutradara ingin menyampaikan itu, (mudah-mudahan) Anda menangkap dan nuntut hak Anda, semua wanita, bahwa hak kepuasan seks itu adalah untuk kedua belah pihak," ucapnya.

Editorial Team