Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Avatar: The Last Airbender (dok. Netflix/Avatar/Avatar: The Last Airbender)

Sepertinya, Netflix benar-benar mendengarkan keluh kesah dan permintaan penggemar saat akan membuat serial adaptasi live action, apalagi untuk sebuah karya fenomenal dengan penggemar setia macam Avatar: The Last Airbender. Mengekor kesuksesan One Piece tahun lalu, adaptasi satu ini dapat banyak pujian dari penonton, baik penggemar berat yang sudah mengikuti versi animasinya maupun yang berada di luar lingkaran fans

Apa resep sukses live action Avatar: The Last Airbender yang rilis di Netflix ini? Berikut tiga poin plus yang kiranya bisa menjelaskan kejayaan mereka.

1. Desain produksi dan pemilihan pemeran yang sesuai ekspektasi penggemar

Avatar: The Last Airbender (dok. Netflix/Avatar: The Last Airbender)

Live action Avatar: The Last Airbender bukan upaya adaptasi pertama serial kartun fenomenal Nickelodeon tersebut. Pada 2010, sutradara kondang M Night Shyamalan pernah membuat versi film panjangnya dengan judul sama. Sayangnya, bukannya dapat pujian, film adaptasi itu justru jadi bulan-bulanan penggemar.

Salah satu aspek yang bikin penonton kecewa adalah pemilihan pemeran yang dirasa kurang tepat. Bahkan, ada kecenderungan melanggengkan praktik whitewashing, pemilihan aktor kulit putih untuk memerankan karakter beretnik nonkulit putih. Padahal, Avatar merupakan sebuah karya yang terinspirasi kultur dan mitologi Asia. 

Belajar dari itu, Netflix lebih berhati-hati dan saksama saat melakukan audisi pemeran. Rasanya tak banyak penonton yang tak puas melihat pemeran pilihan kreator. Bahkan, beberapa menuai popularitas dan pujian, seperti karakter Suki (Maria Zhang) dan Jet (Sebastian Amoruso). Trio Aang, Sokka, dan Katara yang diperankan Gordon Cormier, Ian Ousley, serta Kiawentiio Tarbell juga dapat respons positif.

2. Setia pada plot versi animasi aslinya

Editorial Team

Tonton lebih seru di